Share

Penjara Seumur Hidup

“Apa maksudmu, Tuan?!” sahut Syera tajam. Ia terkejut mendengar kata-kata terakhir yang Tama lontarkan, tetapi tetap memasang ekspresi tegasnya. “Jangan bersikap seenaknya! Dan perlu Anda tahu kalau aku tidak bersalah!”

Wanita itu ingin mengurai jarak di antara dirinya dan Tama yang terlalu dekat. Namun, ruang geraknya benar-benar terbatas. Semakin ia berusaha mendorong lelaki itu, Tama malah sengaja mempertipis jarak di antara mereka.

Syera tidak tahu makna kata yang Tama maksud sebenarnya. Namun, apa pun maksud dari kata-kata tersebut, sudah pasti akan merugikannya. Wanita itu sudah sangat frustasi. Segala pembelaan yang dirinya lontarkan sama sekali tidak berarti di mata lelaki itu. Padahal dirinya tidak berbohong.

Setelah Syera tidak memberikan perlawanan lagi, barulah Tama mengurai jarak di antara mereka dengan mundur selangkah. Tentu saja kesempatan itu segera Syera manfaatkan sebaik mungkin dan mencari jarak paling aman.

“Aku ingin kamu mengabdikan seumur hidupmu padaku. Kamu sudah membuat salah satu orang yang paling berharga dalam hidupku pergi untuk selamanya! Hukuman penjara tidak cukup untukmu! Aku yang akan menjadi penjaramu seumur hidupmu!” balas Tama dengan kedua tangan yang mengepal di sisi tubuhnya.

Syera terbelalak tak percaya. Kedua tangannya pun mulai berubah mengepal. Wajahnya yang semula sudah memerah menahan amarah, kini semakin merah padam. Tanpa sadar wanita itu pun merangsek maju. Padahal sedari tadi dirinya yang berusaha menciptakan jarak di antara mereka.

Penjara seumur hidup katanya?! Hukuman macam apa itu!

Sekali pun dirinya benar-benar bersalah, hukuman penjara jauh lebih baik dibanding hukuman tak masuk akal yang ingin Tama berikan. Hukuman penjara masih bisa diukur oleh seberapa fatal kesalahan seseorang. Bukan langsung memberi hukuman seumur hidup.

Sedetik pun Syera tidak akan mau mengabdikan diri untuk manusia tak berperasaan di hadapannya ini. Pekerjaannya menjadi kasir minimarket jauh lebih lebih baik dibanding mempertanggungjawabkan kesalahan orang lain.

“Sudah aku katakan berulang kali kalau bukan aku yang menabrak istrimu! Aku memang miskin dan tidak punya apa-apa, tapi aku bukan pembunuh! Bahkan, aku tidak mengenal kalian!” raung Syera dengan mata berkaca-kaca.

Hari ini sangat melelahkan bagi Syera. Ia baru saja kehilangan ayahnya dan Tama sama sekali tidak memberinya jeda untuk bernapas. Yang wanita itu inginkan saat ini hanya menumpahkan air mata sepuasnya. Namun, Tama yang sebenarnya mengerti arti kehilangan orang paling berharga, sama sekali tidak menaruh iba padanya.

“Siapa tahu orang yang menabrak istrimu itu musuhmu sendiri! Cari tahu dulu yang sebenarnya, jangan asal menuduh orang lain tanpa bukti!” sambung Syera yang tanpa takut menunjuk wajah arogan Aditama Ravindra.

Tama menyingkirkan tangan Syera yang menunjuk wajahnya dengan tepisan kasar. “Apa sekarang kamu sedang mengakui kesalahanmu? Kamu mengakui kalau ada orang yang menggerakkanmu untuk mencelakai istriku?”

Syera sampai kehilangan kata-kata untuk menanggapi tuduhan tersebut. Bukan karena tuduhan Tama tepat sasaran, melainkan karena tidak tahu lagi bagaimana cara membela diri. Lelaki itu malah menganggap usulnya sebagai pengakuan kalau dirinya bersalah.

“Kalau kamu ingin mendapat hukuman lebih ringan, katakan saja siapa yang memerintahmu sebenarnya. Jika kamu tetap tidak mau bicara, aku menganggap kamu lah dalang dari semuanya. Kamu harus menerima hukuman itu. Mengabdi selamanya untukku, tanpa bayaran sepeser pun!” pungkas Tama yang tidak ingin dibantah lagi.

“Apa Anda sudah gila?! Aku tidak tahu apa-apa! Aku tidak bersalah!” Syera kembali melontarkan pembelaan untuk kesekian kalinya. Meskipun akhirnya tetap sia-sia karena lelaki di hadapannya ini tidak percaya akan pembelaannya.

Tama mencengkeram kedua bahu Syera hingga sang empunya meringis. Namun, tetap saja hal itu tidak dapat mengundang simpatik Tama sama sekali. Sepasang matanya menatap wanita di hadapannya semakin tajam dengan gigi bergemeletuk.

“Kamu benar-benar menguji kesabaranku! Baiklah jika itu yang kamu inginkan! Sekarang kamu harus ikut denganku!” Tama menurunkan tangannya dan menarik paksa Syera mengikuti langkahnya keluar dari rumah itu.

“Aku tidak mau! Lepaskan aku!” Syera berusaha memberontak dan menahan gerak kakinya. Namun, tenaganya tidak sebanding dengan lelaki tak berperasaan itu. Akhirnya tubuhnya pun terseret hingga dipaksa masuk ke salah satu mobil yang akan membawanya entah ke mana.

Di sepanjang perjalanan, Syera tak berhenti berteriak dan memberontak meminta dilepaskan. Namun, ketiga lelaki yang satu mobil dengannya itu seolah menulikan pendengaran dan tetap memasang ekspresi datar.

Jika saja kedua tangannya tidak terikat, Syera pasti lebih mudah mencari cara untuk melepaskan diri. Sayangnya, tali tambang yang mengikat tangannya terlalu kuat. Semakin ia berusaha melepaskan diri, pergelangan tangannya malah terasa perih karena lecet.

Bukan hanya itu, Tama juga menutup matanya dengan kain setelah menyeretnya memasuki mobil. Syera benar-benar mirip tersangka yang akan segera diadili. Dan mungkin lelaki itu memang berniat ingin membunuhnya setelah ini.

Lama-kelamaan suara Syera mulai serak karena terus menerus berteriak. Akhirnya ia pun memilih diam, bukan karena pasrah, tetapi dirinya juga perlu menyimpan banyak tenaga untuk melawan Tama juga antek-antek lelaki itu. Ia tidak mau mati konyol karena kesalahpahaman.

“Jangan banyak memberontak dan menurutlah, Nona! Atau kami akan melakukan kekerasan!” Suara bariton seorang lelaki terdengar di samping telinga Syera sebelum tubuhnya kembali ditarik paksa keluar mobil.

Syera tidak berminat menyahut dan memilih menggerakkan kakinya sesuai dengan instruksi orang yang melangkah di sampingnya. Diam-diam ia berusaha mencari cara untuk melarikan diri.

Kain yang menutup matanya dibuka setelah melangkah cukup jauh. Sebuah pintu besar berwarna hitam menjulang di depan mata wanita itu. Belum semenit menatap sekitarnya, Syera didorong masuk ke ruangan di hadapannya dan pintu langsung ditutup kembali.

“Hei, jangan tinggalkan aku di sini! Buka pintunya!” teriak Syera sembari menggedor pintu yang sudah kembali terkunci.

Syera ditinggalkan seorang diri di dalam ruangan besar itu. Teriakannya menggema di seluruh penjuru ruangan yang mirip sebuah aula tanpa banyak benda di dalamnya. Ia tidak tahu di mana tempat ini berada, namun ruangan yang dipijaknya ini sudah jelas berada di lantai atas.

Pantas saja tadi dirinya harus melewati banyak undakan tangga yang tak terhitung jumlahnya. Syera menatap jendela-jendela besar di ujung ruangan. Jika ia nekat melewati jendela, itu sama saja dengan bunuh diri.

Syera tersentak ketika mendengar derit pintu terbuka di belakangnya. Wanita itu langsung berlari ke arah pintu. Tetapi, langkahnya terhenti saat mengetahui siapa yang datang dan apa yang sedang mereka bicarakan.

“Apa pernikahannya akan dilangsungkan di sini, Tuan?” 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status