Rapat Komite
"Maaf saya terlambat," dokter Ricard masuk ke ruangan rapat dengan tergesa. Ia sedikit terlambat karena ada jadwal operasi pasien yang membutuhkan waktu sedikit lama. Fikirannya bercabang saat sedang melakukan operasi di ruang OK, untung saja operasinya berjalan sukses. Di dalam ruangan sudah dihadiri oleh jajaran direksi rumah sakit Rapat komite ini dijadwalkan secara mendadak terkait dengan kejadian yang melibatkan salah satu dokter di RS ternama ini, yaitu dokter Sinar. Ketua yayasan dan para dokter yang memiliki kedudukan di RS Permata Kasih pun telah hadir, termasuk Surya. Dokter Soetopo Oem selaku ketua yayasan, dokter Burhan Emil selaku wakil, dokter Surya Bintang selaku komisaris, dokter Emilia Lary selaku sekretaris, dan beberapa dokter yang cukup penting telah duduk memutari meja besar di tengah ruangan. "Dr. Ricard, maaf mengganggu jadwalmu," ucap Soetopo. Dokter Soetopo berpenampilan bersahaja dan sangat berwibawa, tutur katanya pun sopan dan ramah. "Rapat ini berhubungan juga dengan Anda, dokter Ricard. Sebab itu saya juga memanggil anda untuk hadir di rapat pagi ini. Rapat pagi ini diadakan untuk kelangsungan nama baik RS kita, karena berita yang beredar saat ini cukup menyudutkan bagi rumah sakit, dikarenakan musibah yang melibatkan salah satu sejawat kita yaitu dokter Sinar "Kita memang harus cepat mengambil keputusan Dok." Emilia langsung menyela ucapan ketua yayasan, terlihat ekspresi tidak suka diwajahnya "Karena itulah kita saat ini di sini, dokter Lia." Soetopo memandang Emilia dengan tatapan tajam. Ia tidak suka pembicaraannya dipotong oleh dokter Emilia. "Seperti kita ketahui bahwa masalah yang menimpa dokter Sinar saat ini bukanlah masalahnya ia sendiri atau pun masalah dokter Surya, tapi sudah menyangkut masalah RS, termasuk kita semua di sini. Masalah ini entah bagaimana menjadi begitu besar sehingga menyeret nama RS Permata Kasih. Kita harus meredamnya agar tidak mempengaruhi income RS." "Sejauh ini belum mempengaruhi RS, Pak. Saya telah mengecek data statistik jumlah pasien 2 hari terakhir." Dokter Burhan Emil langsung menjelaskan dengan menampilkan data statistik di layar proyektor "Oleh karena itu, selagi belum mempengaruhi RS, maka kita harus mencari solusi pencegahan. Kita jangan lengah." Salah seorang dokter menyela, "Bagaimana status dokter Sinar saat ini, dok?" "Sinar sudah ditahan sementara. Proses hukum masih ditangguhkan selagi menunggu tuntutan dari suami korban." Emilia langsung langsung bertanya. "Berarti dokter Sinar akan ditahan cukup lama dong?" "Belum tentu, dokter Lia, dokter Surya langsung menjawab, mungkin saja ia akan bebas dalam beberapa hari, siapa tahu atas izin Allah." Ketua yayasan lansung menanggapi. "Semoga saja hal itu bisa terjadi, dok. Tapi untuk sementara ini, saya mengambil inisiatif untuk menonaktifkan dulu dokter Sinar hanya untuk sementara sampai kasus ini selesai. Tapi saya mau ambil suara terbanyak, setuju atau tidak. Silahkan yang setuju untuk tanda tangan di kertas di hadapan kalian masing-masing. Apabila tidak setuju, silahkan tuliskan alasannya." "Dan untuk dokter Ricard, mengenai symposium PERDOSRI yang akan diadakan di Makassar tiga minggu lagi, silahkan untuk mencari pengganti dokter Sinar. Carilah dokter pendamping yang menurutmu berkompeten, karena sepertinya dokter Sinar tidak bisa ikut serta di symposium nanti." "Baik, saya akan mulai menyeleksi dokter-dokter yang menurut saya layak ikut serta." Soetopo mengangguk setuju, sedangkan dii ujung meja lain, dokter Emilia menandatangani surat persetujuan menonaktifkan sementara dokter Sinar dengan cepat. Hatinya sungguh senang karena ia dapat mengajukan Larasati, keponakannya, untuk menggantikan Sinar di acara PERDOSRI. Hasil rapat memutuskan menonaktifkan sementara dokter Sinar berdasarkan suara terbanyak. Nanti akan diadakan konferensi pers dengan mengundang wartawan. Yang akan menjadi pembicara adalah dokter Soetopo selaku ketua yayasan dan juga dokter surya selaku ayah Sinar. "Paman, apa nanti akan ke kantor polisi hari ini?" Ricard dan Surya berjalan beriringan saat keluar dari ruang rapat. "Saya tidak akan ke sana, karena percuma saja ke sana. Kasus Sinar masih ditangguhkan atas permohonan suami korban. Saya akan fokus pendekatan ke keluarga korban. Nanti malam, saya dan ibunya Sinar akan datang di tahlilan korban." Richard tampak gusar. "Apa perlu datang, Paman? Bagaimana kalau kalian diusir?" "Yang penting datang dulu. Tunjukkan bahwa kami orang tua Sinar turut bersimpati atas kehilangan mereka. Kalau niat kita baik, belum tentu akan ditolak." Richard terlihat pasrah. "Ya sudah kalau menurut paman itu yang terbaik, dan mengenai posisi Sinar disini, paman jangan terlalu difikirkan, setelah masalah Sinar selesai ia akan aktif lagi bekerja disini." "Tenang saja Ricard, saya tidak ambil pusing soal posisi atau jabatan Sinar di RS ini, karena untuk saat ini yang terpenting Sinar bisa keluar dari penjara..itu yang utama bagi saya". "Kalau begitu, apa yang bisa saya bantu Paman, biarkan saya ikut membantu?" "Untuk saat ini cukup hanya saya dan ibunya Sinar, Pak Handoko pun belum bisa berbuat banyak, nanti kalau saya butuh bantuanmu, saya pasti akan beri tahu." Surya kemudian menepuk pelan bahu Richard. "Saya visite pasien dulu ya." Ia tersenyum lembut dan langsung berbalik masuk ke dalamlift yang sudah terbuka. Ricard berdiri diam sesaat dan kemudian berjalan menuju ke ruangannya. Ia butuh waktu sebentar untuk melepaskan penat sebelum ke poli bedah untuk bertugas, dibukanya laci meja kerjanya dan dikeluarkannya sebuah kotak hitam kecil dan ditaruhnya di atas meja. Lama ia terdiam memandang kotak tersebut, benda tersebut telah lama dibelinya sekitar 2 bulan yang lalu, tapi hanya di simpannya di dalam laci meja kerjanya, rencananya benda ini akan ia bawa saat acara PERDOSRI di Makasar nanti. Sambil menghela nafas panjang diraihnya kotak hitam kecil, dan sambil berucap lirih dibukannya kotak perhiasan tersebut "Maukah menikah denganku, dokter Sinar...?"Jemari Richard terasa lembut tapi juga terasa dingin. Sambil berjalan Sinar memperhatikan Richard dari belakang karena Richard berjalan sedikit di depannya. Sementara itu, di balik tirai ruang tamu, Surya berdiri memperhatikan dengan ekspresi sedih. Surya mendesah pelan, ia merasa bersalah karena akan memisahkan putrinya dari orang yang dicintainya. Tapi bagaimana lagi, Yang Maha Kuasa tidak mengizinkan mereka bersama. Mungkin mereka kelak telah disiapkan pasangan yang lebih baik lagi. Surya menyakinkan hatinya seperti itu dan melihat kepergian Sinar dan Richard dengan tatapan iba.Sinar tak percaya dengan yang terjadi hari ini, tangannya yang di dalam genggaman Richard, sebuah bunga, nonton bioskop, ini seperti mimpi, padahal kemarin ia menangisi nasibnya yang harus menikah dengan laki-laki asing dan juga Richard yang menghindarinya. Jika ini mimpi, maka ia ingin terus tidur dan bermimpi.Tangan Richard begitu dingin saat menggenggam tangan Sinar, baru kali inilah ia menyentuh Sinar
Bip..bippNotif handphone Sandra berbunyi. Sandra yang sedang mengikuti rapat dan terlihat fokus memperhatikan proyektor yang menampilkan grafik data-data yang sedang dijelaskan oleh manajer pemasaran di perusahaanya.Sandra bereaksi atas notif pesan yang masuk. Pesan tersebut dari orang suruhannya.‘Selamat siang Bu Sandra, saya mengirim foto-foto di email’.Sandra kemudian menutup pesan tanpa membalas. Ia kembali fokus ke jalannya rapat yang sedang berlangsung. Sandra memang sangat profesional dalam bekerja. Walaupun kabar dari orang suruhannya sangat dinantikannya, tetapi ia tidak langsung meninggalkan rapat.Satu jam kemudian rapat selesai, Sandra langsung bergegas meninggalkan ruang rapat dan kembali ke ruangannya. Sekretarisnya mengikuti dari belakang.“Bu Sandra, apa ibu mau makan siang diluar?”Tanpa berhenti Sandra menjawab“Tolong pesankan saja, aku tidak akan keluar. Oh ya, tolong kamu rekap hasil rapat tadi ya.”“Baik bu.”Setelahnya Sandra masuk keruangan dan langsung me
**Sinar sedang larut membaca buku kedokteran sambil menunggu waktu makan siang ketika dilihatnya lampu handphonenya berkedip tanda notif masuk, ia berharap itu pesan dari Sammy karena laki-laki itu belum juga memberi kabar kapan akan mengajaknya bertemu.'Chic Cafe & Resto jl. Thamrin Raya. Jam 12 kita bertemu disana'Sinar melihat arlojinya sekarang sudah pukul 11.25 menit"Apa dia tidak waras, bagaimana aku bisa sampai kesana dalam waktu setengah jam"Sinar berdecak kesal dan menggerutu sendiri, kemudian dibalasnya pesan Sammy.“Oke, tunggu aku.”Setelah itu ia langsung berganti pakaian dengan tergesa-gesa, lalu menyambar kunci mobilnya. Ia turun ke bawah dengan berlari kecil dan langsung menuju ke mobilnya.Kawasan Thamrin Raya adalah kawasan elit, tapi menuju kesana harus melalui jalan protokol yang selalu macet apalagi jam makan siang, sekarang ia terjebak macet yang mengular dan waktu sudah menunjukan jam 11.56 menit'Kamu dimana..???'Sammy mengirim pesanSinar membalas dengan
Richard Sinar "Terima-kasih........" Belum selesai ucapan Sinar, pintu sudah tertutup rapat. Sinar hanya bisa melongo menatap pintu di depannya. tanpa basa-basi Sammy menutup pintu rumahnya. Melihat dirinya telah diusir secara halus mendekati kasar, Sinar kemudian berbalik menuju mobilnya. Ia segera menghidupkan mobilnya dan melaju pergi. "Aku penasaran, bagaimana dulu istrinya menjalani hari bersama dengannya, dia sekaku itu. Mungkin memang lebih baik istrinya telah tiada daripada hidup bersama laki-laki egois seperti dia" Sinar bergumam sendiri di dalam mobil. Ia baru kali inilah bertemu laki-laki jutek dan ketus seperti Sammy, dulu Richard juga bersikap dingin terhadapnya tapi tetap sopan kalau diajak bicara, Richard masih berkata lembut walaupun dingin. Ia kemudian melajukan mobilnya dan segera pulang, berharap pertemuan besok berjalan sesuai dengan harapannya. ** Drrr...ddrrrttt Sebuah notif pesan masuk membuat Sinar terbangun dari tidurnya. Diraihnya handphonenya dis
Sammy Sinar Handphone Sammy terus berbunyi menjerit-jerit minta diangkat, Sammy yang sedang fokus mengotak-atik mobil bersama montirnya mulai merasa terganggu, ia yang tadi berniat mendiamkan saja panggilan tersebut lalu menghentikan aktivitasnya kemudian mengambil handphonenya yang masih terus berbunyi. Dilihatnya nomor asing yang tertera, merasa tidak mengenal nomor yang tertera Sammy menolak panggilan. Ia yakin pasti dari wanita-wanita iseng yang ingin berkenalan dengannya. Selama ini sejak istrinya meninggal, handphonenya tak berhenti dihubungi oleh nomor tak dikenal. Sammy lanjut menyelesaikan pekerjaannya. Tapi panggilan terus berlanjut dan sepertinya sangat penting sampai tidak mau berhenti menghubungi. Kesal karena merasa terganggu, Sammy mematikan handphonenya. Ia meneruskan pekerjaannya, karena si pemilik mobil sudah membayar mahal dan penuh supaya mobilnya bisa diikutsertakan dalam kontes besok. Sinar tertegun tak percaya saat dia mencoba menghubungi kembali nomor Samm
Aku Mencintainya......Richard sedikit terkejut melihat dokter Surya juga ada di ruangan direktur, dengan sopan ia menganggukan kepala pada dokter tersebut. Ia tahu mengapa sampai dipanggil oleh direktur, pasti berkaitan dengan kejadian di ruang operasi tadi. Yang membuat ia bingung kenapa ada dokter Surya disini.Ia langsung duduk di hadapan direktur saat dipersilahkan untuk duduk"Pak Direktur, apa kabar?"Soetopo menyambut hangat kedatangan Richard"Ahhh nak, beginilah keadaan orang tua, hanya tinggal menunggu waktu pensiun dan digantikan kalian yang muda, betul kan dokter Surya?”Dokter Surya tertawa kecil mendengar ucapan direktur."Betul sekali, tidak lama lagi kita akan tersingkir.”“Hahaa..hahaa.”Mereka tertawa bersama, sedang Richard hanya tersenyum menanggapinya."Ricard, apa kau baik-baik saja?"Richard menjawab dengan mengangguk"Iya pak direktur, saya baik.”"Begini nak, saya baru saja mengevaluasi jadwal kerja kalian selama enam bulan ini. Ternyata saya lihat jadwal ker