Share

Alasan Kabur

Author: Agung Ahmad S
last update Last Updated: 2024-05-20 19:07:44

Lagi dan lagi dia hampir membuatku mati mendadak karena jantung yang terpompa sangat cepat.

"Morning kiss," ucapnya setelah menciumku tanpa ijin dan pergi begitu saja tanpa kata maaf.

Dalam hati aku menggerutu. Tidak bisakah dia bangunkan aku hanya sekedar meminta ijin saja. Astaga, tingkahnya membuatku jengkel saja. Apa dia pikir aku ini adalah miliknya yang bisa diapakan semaunya?

Aku menatap punggung tegap tanpa atasan itu. Gegas aku kembali menutup mata saat ia menoleh padaku. 

"Maafkan aku," lirihnya lalu berbalik lagi dan segera berganti pakaian.

Setelahnya ganti baju, ia baru membangunkan aku dan mengajak untuk melaksanakan shalat subuh. Aku pun berpura-pura mengucek mata. Agar terlihat seperti orang baru bangun tidur.

"Nggak usah mandi, kan semalam kita nggak ngapa-ngapain," ujarnya kala aku menyambar handuk bekas miliknya. Tentu aku tidak tahu di mana handuk yang lain, karena aku juga baru pertama kali ada di sini.

"Siapa tahu kamu cari kesempatan saat aku tidur," tandasku dan berlalu ke kamar mandi untuk segera membersihkan diri.

Sekitar sepuluh menit aku berkutat di kamar mandi. Saat keluar, suamiku sudah bersiap. Tinggal menunggu aku saja.

"Kamu nggak ganti baju? atau kamu nggak bawa baju?" tanyanya memperhatikan baju yang aku kenakan kemarin masih juga aku pakai hari ini.

"Sebenarnya aku mau ganti, tapi ada kamu di sini. jadi, aku memilih untuk tetap memakainya lagi," sahutku masih sedikit ketus.

"Kamu ini istriku, jadi kenapa harus malu. Bukankah semua yang adalah dalam tubuhmu itu adalah hakku?" Kini ia mulai mengungkit jika aku ini adalah miliknya.

Hah, menyebalkan sekali. Akhirnya aku hanya diam tanpa menjawab. Memilih beringsut untuk mengambil baju dan kembali ke kamar mandi untuk berganti pakaian.

Namun, tanganku langsung disentuhnya. Aku mendengus, menarik napas berat. Terpaksa setelah ini aku harus kembali berwudhu, begitu juga dengan Argantara.

"Bergantilah di sini," pintanya dengan wajah mengiba.

Aku yang pada dasarnya memang masih marah. Walaupun wajahnya mengiba, aku tetap saja tak peduli. Menolak secara halus, mungkin bisa menjadi solusi agar ia mau melepaskan tangan dan membiarkan aku kembali masuk untuk berganti pakaian.

"Aku harus kembali berwudhu. Jadi, jika aku ganti di sini, sama saja aku akan kembali ke kamar mandi," sahutku dan dia pun menyadarinya.

Argantara terdiam dan membiarkan aku pergi untuk berganti baju. 

***

"Salma!" Suara teriakan muncul dari halaman rumah. 

Argantara yang tadinya sedang sibuk dengan layar laptopnya. Harus bangkit dan melihat siapa yang pagi-pagi sudah membuat keributan.

"Kamu di sini saja, biar aku yang turun." Tangannya mencekal agar aku tetap berada di kamar.

"Tapi ...."

"Apa susahnya menurut dengan suami. Meskipun kamu masih marah, setidaknya hormati aku saat ini saja," pintanya yang berhasil membuat hatiku tersentuh. Ternyata lelaki yang menjadikan aku madu itu sangatlah baik. Tetapi kenapa aku masih belum bisa menerimanya? Apakah keputusanku terlihat bodoh?

Dalam hitungan menit, Argantara sudah berada di teras. Aku hanya memperhatikan mereka dari balkon. Ternyata yang datang adalah ibu tiriku. Mau apa dia ke sini? Sepertinya dia sendiri. Jiwa kepoku meronta-ronta saat ini juga.

Aku terus memperhatikan gerak-gerik ibu tiriku dan Argantara. Namun, yang membuatku bingung adalah, ketika Argantara mengajak ibu bicara, dia malah seperti orang kebingungan dan terus mencari anak dari juragan Amran.

"Aku ini anaknya, Bu," jawab Argantara tegas.

"Jangan ngaku-ngaku kamu, anaknya itu jelek sama persis dengan papanya," jawab ibu menolak jika yang di depannya adalah anak dari papa mertuaku.

Dan apa? Ibu bilang juragan Amran itu jelek. Apakah dia buta? Bahkan wajahnya saja hampir mirip dengan Argantara, bak pinang dibelah dua.

Semakin ke sini pemahamanku malah semakin kacau saja. Dari ibu yang tak tahu siapa sebenarnya keluarga Amran.

Mobil yang kemarin aku naiki memasuki halaman rumah. Orang yang ada di dalamnya segera turun setelah mobil berhenti. Di sana menampakkan wajah mama dan papa mertua. Mungkin mereka baru saja pulang dari pasar.

"Nah itu dia sudah pulang, hei kamu!" Ibu menunjuk ke arah pria yang kini turun dari mobil pickup bersama dengan Aldo.

Seketika wajah pria itu berubah ketakutan. Ia kini berlindung di belakang Aldo saat ibu mendekat.

"Stop, stop!" Papa mertua berteriak.

Namun, ibu tidak mengindahkan ucapan itu. Ia terus saja mendekat dan kini sudah berhasil menangkap pria itu. 

Sebenarnya ada hubungan apa ibu dengan pria itu? Apa jangan-jangan dia itu yang namanya Arka? Dan dia adalah pria yang ada di pelaminan bersama Mbak Sinta.

"Berhenti!" teriak suamiku berusaha menarik tangan ibu yang sudah berhasil mencengkram tangan pria itu.

"Dia Arka dan aku adalah Argantara. Jadi stop jangan kamu menyakiti dia!" Suamiku menghardik ibu mertuanya.

Wajah kaget ibu terlihat begitu jelas. Dia melongo saking tidak percayanya dengan apa baru saja dia dengar. Begitu juga denganku. Pantas saja Mbak Sinta kabur. Lah wong suaminya saja hitam dekil begitu. Bukannya mengejek, tetapi pasti itu alasan Mbak sinta kabur.

Namun, seketika ibu meradang. Wajahnya menunjukkan amarah. Mungkin dia kecewa karena telah dibohongi oleh keluarga Amran.

"Apa maksudnya menggantikan pengantin dengan pria lain! Ini tidak adil!"

"Karena yang ingin dinikahi Argantara bukan Sinta, tetapi Salma," jawab papa mertua tegas dan sesekali melirik padaku. Mungkin dia ingin membuktikan jika ucapannya dan Argantara memang demikian.

"Apa!" Ibu terperangah. Dirinya tak percaya dengan penuturan juragan Amran.

"Kalau begitu kenapa kalian meminta Sinta untuk menerima tawaran kalian? Ha! Kalian semua kejam!" Ibu menunjuk keluarga Amran satu persatu.

"Saya yang salah, Bu Hesti. Saya yang salah tangkap," jawab juragan Amran.

"Terus kalau jadi begini bagaimana? Anak saya kabur. Pokoknya saya tidak mau tahu, kalian harus temukan Sinta segera!"

"Baik, Bu Hesti, saya akan bertanggung jawab. Kami akan mencari Sinta sampai ketemu," jawab juragan Amran.

"Saya sendiri yang akan mencari Sinta," sambung Argantara.

"Bantu aku cari Sinta, ya?" pintanya padaku.

"Tapi ...."

Mata ibu melotot padaku. Selalu saja aku yang jadi korban. Sudah dijadikan madu, sekarang harus mencari Mbak Sinta yang kabur. Kapan aku bahagianya? kayaknya menderita Mulu deh hidup bersama dengan ibu tiri kejam ini.

"Iya," jawabku pasrah.

Namun, tiba-tiba datang seseorang dengan tergesa-gesa. Wajahnya terlihat panik dan napasnya tersengal-sengal karena berlari.

Sesekali ia mengusap keringat yang menetes di wajah. Kini semua mata tertuju padanya. Kedatangannya mengundang tanya kami semua. Ada apa?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Pengganti Malam Pertama    Akhir Bahagia

    "Sayang, aku pergi sebentar ya," pamitnya tergesa-gesa."Temui pacar?""Ha?" Arga melongo."Temui wanita lain?" Aku menegaskan."Maksudnya apa sih?" Entah dia berpura-pura polos atau memang bingung dengan arah bicaraku."Menemui wanita lain," jawabku tegas."Wanita lain? Wanita siapa?""Pacar kamu lah," sahutku kian jengkel. Diajak bicara malah tidak jelas. Menyebalkan bukan."Ya Allah, jadi kamu curiga sama aku? Kamu pikir aku selingkuh gitu? Hm." Arga yang tadinya sudah bersiap pergi jadi balik lagi."Iya," ketusku."Ya ampun, Sayang. Aku tidak mungkin selingkuh. Ya Allah. Ini tadi itu ibu Hesti nyuri. Terus dia digrebek warga. Eh ada yang nelpon aku, katanya dia minta ganti rugi walaupun ibu Hesti sudah masuk penjara, dia tetap minta ganti rugi atas uang yang hilang sebelum Bu Hesti tertangkap," jawab Arga panjang lebar.Aku hanya diam. Antara yakin dan tidak dengan apa yang Arga sampaikan."Ya udah, nanti kalau aku sudah sampai sana aku video call biar kamu percaya," ujarnya lal

  • Istri Pengganti Malam Pertama    Sebuah Bingkisan

    "Rashad dan Rashid juga bagus, aku suka," balas Arga mengulas senyum."Aku tidak akan memaksa kok, Mas," ujarku."Aku suka dengan nama itu, semoga menjadi pemimpin yang tegas dan selalu menegakkan kebenaran," ucap Arga yang ternyata ikut setuju dengan usulanku."Alhamdulillah," balasku.Kesepakatan diambil jika anak kami adalah Rashad dan Rashid. ***Dua hari sudah aku beristirahat dan dokter sudah memperbolehkan aku menemui kedua buah hati. Ini adalah kali pertama aku bertemu mereka. Hati ini begitu bahagia hingga aku tak bisa berucap apa-apa. Melihat mereka menggeliat membuat air mata jatuh begitu saja tanpa pamit. Ada rasa bahagia yang luar biasa.Perjuangan yang tak sia-sia hingga aku mengalami koma. Terbayar sudah semua rasa sakit yang aku rasakan waktu itu, di mana hanya wanita yang tahu nikmatnya melahirkan. Menahan rasa sakit berjam-jam. Mengorbankan nyawanya sendiri untuk berjihad di jalan Allah.Hari ini adalah kali pertama aku memberikan asi kepada mereka. Rasanya sungguh

  • Istri Pengganti Malam Pertama    Terima Kasih Tuhan

    Sayup-sayup aku mendengar suara Arga menyebut nama anak kita. Perlahan aku mengerjapkan mata. Meski terasa begitu sulit, aku terus berusaha hingga tampak seseorang sedang menangis berada di hadapanku.Wanita yang baru beberapa bulan bersamaku itu berdiri mengarah padaku. Dengan wajah yang terlihat begitu sembab.Suara yang tak asing bagi telingaku juga terdengar. Pelukan dilayangkan begitu saja padaku. Ia menangis sesenggukan dengan wajah menempel di dadaku, dialah suamiku.Argantara Pramudya, orang yang menemaniku berjuang melahirkan buah hati kami. Pria itu menangis seraya mengucap syukur yang tiada henti."Terima kasih Ya Allah, Engkau telah kembalikan Salma pada kami."Entah sudah berapa kali ia berucap. Aku yang masih dalam keadaan setengah sadar pun hanya mengaminkan doa itu dalam hati saja.Kemudian Arga mengangkat kepalanya, lalu mencium lembut keningku. Air matanya pun terus menetes.Apa yang baru saja terjadi denganku? Yang aku ingat adalah aku diminta dokter untuk melahirka

  • Istri Pengganti Malam Pertama    Ijinkan Dia Bertahan Untukku Tuhan

    POV ArgaEntah sudah seperti apa wajahku saat ini. Entah pucat atau mungkin tak beraura sama sekali. Hati gelisah dan tak tahu harus melakukan apa kecuali berdoa. Meminta yang terbaik untuk Salma.Terdengar suara pintu terbuka dan aku segera berdiri. Berjalan cepat menemui dokter yang saat ini sedang menatap ke arahku."Bagaimana istri saya, Dok?""Maaf, Pak. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi ....""Tapi apa, Dok?""Ibu Salma belum sadarkan diri, Pak. Ibu Salma mengalami koma," ujarnya dan seketika aku lemas tak berdaya."Koma,"lirihku menjerit dalam hati.Ibu mendekat dan memelukku dari samping. "Mungkin Salma butuh beristirahat sejenak, Nak," ujarnya memberiku semangat."Bu." Aku berbalik dan memeluknya erat."Doakan saja istrimu. Semoga dia akan segera sadar. Ingat, Nak, kamu masih ada dua jagoan kecil yang kini menunggu dikunjungi. Sekarang, temui mereka dan setelahnya kamu temui Salma. Ibu akan temani," ucap ibu melepaskan pelukan lalu mengusap wajahku lembut.Senyum

  • Istri Pengganti Malam Pertama    Jangan Ambil Dia Dariku Tuhan

    POV ArgaDua bulan kemudian ...."Dokter tolong!"Teriakku kala Salma merasakan sakit perut yang luar biasa. Kata Salma, dia merasakan seperti ingin buang air besar. Pagi tadi saat aku baru saja selesai dari kamar mandi. Aku merasakan ada yang aneh pada istriku. Dia seperti menahan sakit, tetapi saat ditanya, tidak apa-apa. Hanya sakit pinggang saja.Tentu aku sebagai suami merasa khawatir dengan keadaannya. Apalagi dia saat ini hamil besar dan sudah masuk masa-masa persalinan meski masih kurang sekitar 6 minggu. Namun, kata dokter, aku harus lebih mawas terhadap istriku. Sebab, sewaktu-waktu bisa saja melahirkan tanpa menunggu HPL."Kamu tidak apa-apa?" tanyaku setelah kami selesai makan. Wajahnya terlihat lebih pucat dari tadi pagi.Salma menjawab dengan menggelengkan kepala. Apa dia tidak ingin aku khawatir, sehingga memilih diam dan menggeleng serta menyembunyikan rasa sakitnya?Sesekali Salma mengusap perutnya. Mengambil napas perlahan lalu mengeluarkan perlahan."Wajahmu pucat

  • Istri Pengganti Malam Pertama    Pergi Jauh

    Namun, ketika aku membuka gerbang, bukan Arga yang ada di dalam mobil itu, tetapi Najas.Sejak kapan dia tahu alamat rumah ini? Dan mau apa dia ke sini?Lelaki itu turun dari mobil lalu mendekat padaku. Dengan cepat aku kembali menutup gerbang, tetapi Najas lebih cekatan."Tunggu, Sal!""Lepasin!" Aku berusaha berontak ketika tangan Najas kembali menyentuh tanganku."Aku hanya ingin ngobrol sama kamu sebentar saja.""Maaf, seorang istri akan berdosa jika menerima tamu seorang laki-laki. Jadi tolong, pergi!"Namun, ucapanku tidak digubris sama sekali oleh Najas. "Aku mencintaimu, Sal. Bercerai lah dengan Arga dan menikahlah denganku.'Aku menggeleng. "Jangan berbuat gil4, Najas. Aku dan Arga tidak akan bercerai. Tidak akan pernah bercerai kecuali maut yang memisahkan!" tandasku.Najas memang keras kepala, bahkan dia juga menutup pintu gerbang. Aku mulai khawatir. Bagaimana jika Najas berbuat nekad."Pulanglah, Najas, aku mohon," ibaku padanya.Tubuhku mulai gemetar saat Najas kian men

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status