Keesokan paginya, Hailey terbangun dengan tubuh yang terasa berat. Dia mengeluh kesal saat mencoba bangkit dari tempat tidur. Sendi-sendinya sakit dan kepalanya berdenyut, efek dari kurang istirahat dan terlalu banyak menangis. Dengan gerakan lambat, Hailey duduk di atas tempat tidur, merasa asing dengan kamar tempat dia berada.
Dia memandangi sekeliling, mencoba mengingat di mana dirinya berada. “Ini dimana? Ini bukan kamarku di kediaman keluarga Brantley.” Hailey menghentikan rasa paniknya. Dia terdiam sejenak untuk mengingat apa yang terjadi kemarin. Kemudian dia teringat kejadian dimana dirinya dijadikan pengganti bagi Evangeline untuk menikah dengan Mathias. Setelah menikah dia diseret oleh Mathias ke kediaman Cameron lalu mereka berbicara dan berujung pada pertengkaran hingga membuat Hailey tertidur. “Ah,ya, ini adalah kamar di kediaman keluarga Cameron, keluarga pria yang saat ini menjadi suamiku.” Kedua bahu Hailey terkulai lemas karena dia harus diseret pada kenyataan jika dia harus menjalani hidup yang tidak akan mudah. Hailey menghela napas panjang, merenungi apa yang terjadi kemarin. Pertengkaran, air mata, dan rasa kesepian yang menyelimuti dirinya. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. “Aku tidak bisa mengubah segalanya. Aku harus mencoba menerima dulu apa yang sudah terjadi,” kata Hailey pada dirinya sendiri, suaranya hampir tak terdengar. Wanita berusia 22 tahun itu merasakan perasaan berat di dadanya, tapi dia tahu bahwa dia harus bangkit. Dia tidak bisa terpuruk dalam kesedihan seperti ini. Karena terpuruk dalam kesedihan tidak akan membuatnya merasa jauh lebih baik. “Sebaiknya masalah rasa sakit hatiku pada keluarga Brantley, aku akan mengurusnya nanti. Untuk saat ini kau harus memikirkan agar bisa bertahan hidup dalam pernikahan ini.” Hailey berbisik dengan nada tegas, mencoba menyemangati dirinya sendiri. Dia menatap bayangan dirinya di cermin yang berada di sudut kamar, melihat sosok wanita yang lelah tapi masih memiliki kekuatan untuk bertahan. Hailey menggelengkan kepalanya. “Tidak apa-apa, Hailey. Kau pasti kuat dan kau pasti bisa menghadapi masalah ini.” Ketika Hailey sedang merenung, terdengar ketukan pelan di pintu kamarnya. Dia menoleh ke arah pintu dengan sedikit terkejut. Bahkan dia terlonjak saat mendengannya. “Siapa di sana?” tanyanya, suaranya agak serak. Hailey harus menelan ludah ya sendiri untuk membasahi tenggorokkannya yang kering. “Selamat pagi, Nyonya. Maaf mengganggu waktu istirahat Anda. Saya adalah William, kepala pelayan di kediaman Cameron. Apakah saya diperbolehkan masuk?” suara dari balik pintu terdengar sopan dan tenang. Hailey terdiam sejenak, mencoba memahami situasi. “Ya, silahkan masuk.” Pintu kamar terbuka perlahan, dan seorang pria paruh baya dengan penampilan rapi masuk ke dalam kamar. Dia membungkuk sedikit sebagai tanda hormat. “Selamat pagi, Nyonya Cameron,” sapa William dengan sopan. Hailey terdiam sejenak. Dia masih belum terbiasa dengan panggilan itu, tetapi dia tidak melakukan protes. “Selamat pagi, William,” balasnya dengan suara lembut. “Ada sesuatu yang Anda ingin sampaikan?” William mengangguk dengan sopan. “Makanan sudah siap, Nyonya. Anda bisa turun untuk sarapan kapan pun Anda siap.” Hailey bisa bernapas lega. Dia berpikir William datang karena Mathias yang menyuruhnya. Kemudian wanita itu menganggukkan kepalanya pelan, merasa sedikit lega dengan kehadiran kepala pelayan yang sopan dan profesional. “Terima kasih, William. Saya akan turun sebentar lagi.” “Baik, Nyonya. Jika Anda membutuhkan sesuatu, jangan ragu untuk memanggil saya,” ujar William sebelum membungkuk sekali lagi dan keluar dari kamar, menutup pintu dengan lembut di belakangnya. Hailey menghela napas panjang, merasa sedikit lebih tenang. Dia tahu bahwa hari ini akan menjadi hari yang panjang, tetapi dengan kehadiran William dan staf lainnya, dia merasa sedikit lebih siap untuk menghadapi kenyataan barunya. Dengan langkah pelan tapi pasti, Hailey bangkit dari tempat tidur, bersiap menghadapi hari baru yang penuh tantangan di kediaman Cameron. *** Hailey mematut dirinya di cermin, mengenakan dress bunga-bunga berwarna biru muda yang lembut. Dia mengikat rambutnya ke belakang, memastikan setiap helai rapi di tempatnya. Setelah menarik napas dalam-dalam, dia melangkah keluar dari kamar. Langkahnya menuruni tangga. Sampai di lantai satu, seorang pelayan mengantarkan Hailey menuju meja makan. Langkah Hailey terhenti saat sampai di ruang makan. Di sana, Mathias sudah duduk di meja, sarapan dengan tenang. Dia tampak pucat dan sarapan sup hangat pagi ini, mungkin pria itu mabuk semalam, pikir Hailey. “Duduklah!” perintah Mathias dengan suara datar, tanpa mengangkat pandangan dari mangkuk sup ayam jamur di depannya. Hailey menghela napas pelan dan mengikuti perintahnya, duduk di kursi di hadapan Mathias. Seorang pelayan datang, menghidangkan makanan di hadapan Hailey. “Terima kasih,” kata Hailey dengan suara lembut kepada pelayan itu sebelum mulai makan. Saat makan, Hailey mencuri pandang ke arah Mathias. Dia mengamati wajah suaminya yang pucat, melihat cara dia menghirup sup dengan cepat seolah-olah itu adalah satu-satunya hal yang bisa menenangkan hatinya yang gelisah. Namun, Hailey berusaha kembali fokus pada makanannya. Dia tidak ingin tahu apa yang terjadi pada Mathias semalam. Lebih tepatnya, dia tidak mau peduli. Ucapan Mathias semalam masih terasa menyakitkan, mengiris hatinya dengan tajam. Melihat Hailey diam saja, Mathias tidak senang. “Apa kau bisu sekarang, Hailey? Tidak bisa menyapa suamimu?” “Apa aku harus melakukannya?” tanya Hailey dengan nada malas. “Apa aku harus mengulangi ucapanku?” suara Mathias terdengar dingin. Hailey menghela napas panjang. Dengan nada sopan yang dibuat-buat, dia berkata, “Selamat pagi, Mathias.” Kemudian Hailey melanjutkan makannya, tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia terlalu malas menghadapi suaminya. Mathias menatapnya tajam. “Apakah kau marah?” Hailey mendongak, tatapannya sinis. “Memang kenapa kalau aku marah? Apa kau peduli padaku?” Mathias menyipitkan mata. “Kau tidak berhak marah, Hailey.” Hailey merasakan kebingungan dan kemuakan yang semakin besar. Hailey bertanya-tanya apa yang salah dengan pria di depannya ini. Dia muak dengan temperamen Mathias yang menurutnya aneh. Wanita itu hanya bisa bertanya dalam hati, kenapa semua harus seperti ini. Mathias menunduk kembali, meminum supnya dengan cepat. Hailey melanjutkan makannya dengan hati yang berat, menyadari bahwa jarak di antara mereka semakin melebar, meskipun mereka duduk berhadapan. Hailey pun teringat sesuatu. Pembicaraan mereka kemarin belum selesai. Belum ada kesepakatan di antara mereka. Hailey meletakkan alat makannya. Kemudian dia mengambil gelas air putih dan meminumnya. Setelah itu dia pun menarik napas panjang terlebih dahulu sebelum mengatakan sesuatu. “Aku pikir kita harus bicara, Tuan Mathias.” Hailey menatap Mathias dengan tatapan penuh keberanian. Mathias menggelengkan kepalanya menolak permintaan Hailey. “Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi.” Hailey semakin kesal dengan sikap Mathias. bersikeras, “Ada. Pembicaraan kita semalam belum selesai.” Mendengar kata ‘semalam’, Mathias menyeringai. “Semalam? Jadi kau mau kita melanjutkan pembicaraan itu dengan mulutmu atau tubuhmu?”Kata-kata itu menusuk begitu dalam. Menghujam ke dalam hatinya. Hailey tidak bisa membantah. Meskipun hatinya penuh dengan kemarahan mendengar ucapan Sarah dan Amara, dia memilih diam, menahan diri agar tidak memperburuk suasana.Amara menatapnya dengan senyum meremehkan dan berkata, “Hailey pasti terlalu malas untuk bangun pagi. Lihat saja, Aunty, betapa tidak pantasnya dia menjadi istri Mathias.”Sarah menambahkan dengan nada menghina, “Wanita pemalas seperti Hailey seharusnya tidak menjadi istri putraku. Dia tidak tahu bagaimana harus bertindak sebagai bagian dari keluarga Cameron. Dia lebih cocok jadi pelacur di bar, kan?”Amara tertawa kecil dan mengangguk setuju. “Kau benar, Aunty. Hailey benar-benar menantu yang tidak berguna. Mathias pantas mendapatkan yang lebih baik. Untuk apa menikahi wanita yang hanya bisa menggoda di ranjang? Bukankah itu akan berbahaya jika dia malah menggoda pria lain? Ups!”Hailey hanya bisa menahan diri, menundukkan kepalanya untuk menyembunyikan air
Matahari perlahan mulai naik, sinarnya yang hangat merambat melalui jendela kamar. Merasakan kehangatan yang menyentuh kulitnya, Hailey terbangun. Matanya perlahan terbuka, tapi Mathias tidak lagi ada di sampingnya. Ranjang yang kosong di sebelahnya membuat hati Hailey terasa berat, kecewa.Dia bertanya-tanya, “Apakah Mathias sudah pergi meninggalkan aku begitu saja? Lagi?” Hailey mendesah panjang. “Dia selalu pergi tanpa mempedulikanku. Sebenarnya kenapa dia tidak mau melepaskanku?”Hailey duduk di ranjang, mengusap wajahnya yang masih sedikit mengantuk. Tatapannya beralih ke jendela. Matahari sudah tinggi. Dia terkejut dan segera berkata pada dirinya sendiri, “Aku harus segera bersiap-siap. Mungkin sebentar lagi Mathias akan mengagakku untuk pulang.”Dia turun dari ranjang dan berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Air dingin yang menyentuh kulitnya membuatnya sedikit terjaga dari rasa cemas yang menghantui pikirannya. Setelah selesai, Hailey mengenakan pakaian den
Apa katanya?Ronde kedua?Apa Hailey tidak salah dengar?Demi apapun, Hailey lelah!Orang gila mana ... orang gila mana yang sudah menyetubuhinya selama lebih dari satu jam untuk ronde pertama, dan sekarang meminta ronde kedua? Hailey panik.“Tidak, tidak ....” Hailey berbicara spontan, tapi suaranya mencicit karena takut Mathias tidak bisa menerima jawabannya. “Aku ... aku ... tidak bisa.”Hailey yang tidak suka dengan gagasan untuk ronde kedua langsung menolak Mathias. Saat melihat reaksi Hailey seperti itu, Mathias menarik napas. Dia bersedekap sambil menatap Hailey dengan tatapan tidak senang. Tentu saja tidak senang, Mathias sudah tegang dari tadi. Kejantanannya sudah siap untuk menggempur Hailey. Tapi wanita itu malah bilang tidak ada ronde kedua?"Maafkan aku, Mathias. Tapi aku tidak bisa," Hailey berkata dengan suara lirih karena begitu takut dengan reaksi yang ditunjukkan Mathias karena penolakannya.Persetan!Mathias memicingkan matanya menatap dengan alis terangkat. "Apa ma
Napas Mathias terengah-engah setelah dirinya mencapai puncak kenikmatan yang mengguncang tubuhnya. Saat dia ambruk dan menimpa Hailey, Mathias menyangga tubuhnya dengan tangan. Hailey tampak begitu menawan dan menggoda dengan keringat di sekujur tubuhnya yang putih mulus. Dengan senyuman miring, Mathias menatap Hailey yang baru membuka matanya, masih meresapi sisa kenikmatan yang baru saja mereka capai.“Apakah kau menikmatinya, Hailey?”Hailey menoleh, berusaha menghindari Mathias. Akan tetapi pria itu sama sekali tidak mau melepaskannya. Mathias menangkup wajah Hailey, kemudian mendaratkan ciuman padanya. Secara paksa menyusupkan lidahnya ke dalam mulut Hailey dan menjelajah di sana. Tangannya dengan aktif kembali meremas-remas payudara sintal wanita itu.Aneh, Hailey sangat lelah, tapi sentuhan kecil itu membuat Hailey kembali menginginkannya.“Ma- Mathias .... akh, hen ... hentikan, kumohon ...” Hailey memohon dengan suara bergetar di antara desahannya yang terdengar seksi dan mer
Mathias terperangah mendengar alasan Hailey mengapa dia begitu takut padanya. Selama ini, dia memperlakukan Hailey sama seperti orang lain, tanpa menyadari bahwa sikapnya itu telah membuat wanita itu begitu takut padanya. Mathias mendadak terdiam, matanya menerawang jauh. Dia merenung dalam-dalam, berusaha memahami perasaan Hailey.Pertanyaan berputar-putar dalam pikirannya,. pa benar yang dikatakan Hailey? Apakah dia benar-benar seburuk itu? Mathias tidak tahu. Selama ini tidak ada yang memberitahukan padanya bahwa tatapan matanya membuat orang takut.Pikirannya melayang kembali ke momen-momen ketika dia bersikap kasar kepada Hailey. Saat di pesta, dia menggenggam tangan Hailey dengan keras, nyaris mencederainya. Mathias merasa hatinya tersayat mengingat bagaimana dia melampiaskan kemarahannya tanpa mempertimbangkan perasaan Hailey.Rasa bersalah semakin dalam menguasai hatinya meskipun dia sudah minta maaf. Selama ini, dia terlalu fokus pada pekerjaannya, pada ambisi balas dendamnya
“Bagaimana Hailey?” Sarah memojokkan Hailey dan mengulangi pernyataannya tadi, “aku sudah bilang tidak suka padamu, kau menikahi putraku secara diam-diam. Aku juga sudah punya calon istri untuk Mathias.”“Y- ya?” Hailey tidak bisa menjawab kata-kata lain, kerongkongannya tercekat.Sarah melanjutkan dengan nada bicara yang tajam. “Bercerailah dari Mathias.”Melihat ketegangan itu, Mathias langsung menghentikan ibunya yang hendak mengintimidasi Hailey kembali. Mathias mengenal betul sifat ibunya. Dia tidak akan berhenti membahas masalah ini jika tidak dihentikan.“Mom, sudah cukup. Tolong jangan bahas soal ini lagi,” kata Mathias dengan tegas. “Aku tidak akan bercerai dari Hailey.”Sarah mendengus tidak percaya mendengar ucapan Mathias. Dia semakin kesal karena putranya itu menghalangi dirinya untuk menyadarkan Hailey agar dia tahu diri.Sarah menatap putranya dengan dingin. “Memang apa yang sudah Mom lakukan, Mathias? Mom hanya mengutarakan pendapat saja. Setiap orang berhak berpendapa