Stella terkejut. "Kalau aku ini bukan Rebecca Lind, menurutmu aku ini siapa? pertanyaan yang konyol." Ucapnya bercanda.
Stella telah menikahi Dirga sebagai Rebecca Lind. Jika dia mengacaukan rencananya, Ibu tirinya tidak akan memberinya uang. Hanna masih di rumah sakit, menunggu uang untuk operasinya. Dirga mengerutkan keningnya, ada sesuatu yang tampak janggal. Seseorang yang sebelumnya sudah dia suruh untuk menyelidiki putri Keluarga Lind mengatakan kepadanya bahwa Rebecca adalah wanita yang sombong, keras kepala, tidak punya otak dan suka menggoda pria kaya untuk keuntungan pribadinya. Oleh karena itu, dia berpura-pura menjadi pecundang yang tidak punya uang di depan Stella. Mengira dia adalah Rebecca sehingga dia akan mengambil inisiatif untuk meminta cerai karena orang itu membenci orang miskin. Namun, wanita di depannya tampak sangat menerima keadaan keuangannya, juga tempat tinggalnya yang sederhana. Selain itu. kegugupannya tampak jelas meskipun dia berusaha sebisa mungkin untuk tetap tenang. Dirga merasa wanita di depannya itu baik dan manis. Dia tampak menarik bagi Dirga. Namun, tidak menjadi masalah apakah dia Rebecca yang asli atau bukan. Dia menikahi Rebecca hanya karena ini permintaan terakhir ibunya di ranjang kematian. Yang harus dia lakukan hanya menikahinya. "Itu pertanyaan biasa. Lupakan saja." Ucap Dirga lalu mengambil jasnya dan melangkah mundur. "Aku sudah selesai mengatakan apa yang ingin kukatakan. Apa ada hal lain yang ingin kau tambahkan?" Lanjutnya Stella merasa lega, lalu menjawab. "Tidak." Lalu Stella melihat sekelilingnya. Hanya ada satu kamar tidur dan sebuah sofa kecil di ruang tamu. "Apakah aku harus tidur di ranjang yang sama dengan Dirga?" Ucapnya dalam hati. Dirga berbalik dan hendak pergi ke kamar mandi, ketika dia melihat kekhawatiran di mata wanita itu. Dia langsung teringat kalau hanya ada satu tempat tidur di rumah ini. Rumah ini sudah lama tidak berpenghuni, dia hanya meminta pembantunya untuk membersihkan setiap bulan. "Hanya ada satu tempat tidur di sini. Aku akan tidur di sofa malam ini. Kau bisa tidur di kamar tidur." Ucap Dirga sambil membuka kancing bajunya dengan santai. Stella menatapnya dengan heran. "Apakah dia tahu cara membaca pikiran orang? Bagaimana dia bisa tahu apa yang sedang kupikirkan?" Ucapnya dalam hati. Meskipun Stella ingin Dirga tidur di ruang tamu dan sangat senang karena dia menawarkan diri sebelum dia bertanya, Stella berpura-pura malu. "Apakah tidak apa-apa? Ini malam pernikahan kita. Tidakkah menurutmu tidak pantas bagimu untuk tidur di sofa? Lagipula tubuhmu besar dan tinggi. Bagaimana kamu bisa tidur dengan nyaman di sofa kecil itu." "Memang tidak nyaman. Tapi hanya ada satu tempat tidur disini. Kalau aku ingin tidur dengan nyaman, alu mungkin harus tidur di tempat yang sama denganmu." Dirga mencondongkan tubuhnya lebih dekat pada Stella. Tatapan mereka menjadi gelap saat tatapan mereka bertemu. "Aku akan bergabung denganmu setelah mandi." Bisiknya di telinga Stella. "Kau...kau salah paham. Aku tidak bermaksud begitu." Mata Stella membelalak. Dia menguatkan diri saat rona merah menjalar di pipinya. Dia menundukan pandangan, mencoba melarikan diri. Namun, tidak ada tempat untuk bersembunyi. Dia terpaksa mundur ke meja kayu. Melihat Stella hendak menghantam sudut meja, Dirga langsung mengulurkan tangan dan memeluknya erat-erat. "Lalu apa maksudmu?" Tanya Dirga sambil memiringkan kepalanya ke samping dengam tatapan main-main. Stella mengerjap kaget, tampak seperti binatang yang sudah tertangkap. Jantungnya berdebar kencang di dadanya. Dia bisa merasakan nafas hangat Dirga berhembus di lehernya. Panas tubuh pria itu menyelimutinya. Dia harus melarikan diri dari situasi ini. "Aku hanya ingin tidur sendiri. Dan kau baru saja mengatakan bahwa kita hanya perlu menjadi pasangan biasa." Ucap Stella. "Baiklah, aku berubah pikiran. Menjadi pasangan sesungguhnya sepertinya plihan yang bagus. Lagipula, aku ingin menyempurnakan pernikahan ini." Dirga menarik tangan dari pinggang Stella dan merapikan rambut Stella yang terlihat berantakan. "Tidak, aku tidak mau!" Stella berkata sambil menggertakan giginya. Wajahnya memerah, tampak seperti anak kucing yang sedang marah. "Kau mengundang seorang pria untuk tidur di tanjang yang sama denganmu, tapi sekarang kau malah berkata tidak mau." Ucap Dirga dengan nada menggoda. Stella langsung mendorongnya, berlari masuk ke dalam kamar, menutup pintunya, dan langsung menguncinya. Melihat reaksi Stella, Dirga terkekeh di luar. Sambil bersandar di pintu, nafas Stella terengah-engah. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Wajahnya memerah seolah-olah dia sedang demam. Saat jantungnya yang berdebar kencang perlahan melambat, dia memutuskan untuk memukul Dirga dengan lampu di meja samping tempat tidurnya jika dia mencoba mendekatinya. Stella kemudian duduk dengan hati-hati di atas tempat tidur. Tatapannya tertuju oada pintu yang tertutup. Dia tidak bisa tidur hingga larut malam."Apakah aku menganggumu? Aku akan berusaha untuk tetap tenang bila menganggumu." Ucap DirgaStella terkejut, dia langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan menatap Dirga dengan tatapan minta maaf.Dirga menggelengkan kepalanya dan berjalan ke arah tempat tidur Stella. Kemudian dia duduk di atas tempat tidur sambil menyandarkan kepalanya di lengannya, lalu dia memejamkan matanya."Apa yang terjadi? Kenapa kamu terlihat begitu senang?" Tanya Dirga pada Stella."Jangan tidur di atas tempat tidurku, Dirga." Ucap Stella.Pipi Stella menggembung saat dia mencoba menarik lengan Dirga. Dirga tinggi dan berat, Stella sudah sekuat tenaga menariknya tapi Dirga tetap tidak bergeming. Akhirnya Stella menyerah dan duduk di kursi samping meja."Aku bertemu dengan seorang klien yang kaya dan dermawan. Dia meminta padaku untuk mendesain untuknya. Aku hanya tinggal menyerahkan draf dan langsung dibayar." Ucap Stella.Mendengar ucapan Stella, Dirga langsung membuka matanya dan melihat Stella b
"Dua puluh ribu dollar?" Stella menatap komputernya dengan mulut yang menganga lebar. Dia segera mengetik pesan kepada klien, jari-jarinya menari-nari di atas keyboard.Ini akan menjadi klien besar pertamanya semenjak Stella lulus.Mengingat besarnya tawaran yang mereka buat, Stella menduga akan ada setumpuk instruksi ketat yang harus dia patuhi."Permisi. Bolehkah saya tahu apakah anda seorang pria atau wanita?" Tanya Stella terhadap kliennya.Situs web yang Stella gunakan berperan sebagai jembatan antara klien dan desainer lepas.Klien memiliki pilihan untuk menggunakan nama asli atau anonim, tetapi sebagian besar dari mereka menggunakan nama anonim di situs tersebut. Sebagian profil dari daftar tersebut memilih icon abu-abu default, dan sedikit susah bagi desainer mengetahui jenis kelamin klien tersebut."Pria." Jawab klien tersebut."Baiklah, Tuan. Apakah anda punya persyaratan khusus untuk desainnya?" Tanya Stella.Stella menunggu jawaban dari klien tersebut, dan mempersiapkan di
Ekspresi wajah Dirga membuat Stella ketakutan. Jantungnya berdebar dengan kencang. Stella lali mengambil selembar tissu dan menyeka bibirnya, berpura-pura tenang sambil berkata, "Mengapa kamu menghentikanku? Aku sangat membutuhkan uang sekarang, dan aku tidak punya pilihan lain selain melakukan ini."Mata Dirga melotot karena marah. "Berapa banyak uang yang kau inginkan? Aku adalah suamimu. Jika kau sedang mengalami masalah, mengapa kau tidak mengatakannya padaku? Mengapa kau sampai melakukan hal seperti itu?"Stella kekurangan uang sejak dia masih kecil. Air mata langsung mengalir di matanya. Stella lalu menarik nafas dalam-dalam dan berkata pada Dirga. "Kita hanyala pasangan suami istri di mata dunia luar. Kamu sudah bilang bahwa kita tidak boleh ikut campur dalam urusan kita masing-masing. Apa yang membuatmu berpikir aku akan menceritakan masalahku padamu dan bahkan meminta uang kepadamu?"Kata-kata Stella membungkam Dirga. Dia lalu mengusap alisnya dan dadanya terasa sesak karena
Setelah meninggalkan rumah sakit, Stella langsung menelfon Johan Lind dan Nora Duncan. Tapi keduanya tidak ada yang menjawab telfonnya. Stella tidak punya pilihan lain selain mengunjungi rumah keluarga Lind lagi.Setibanya di rumah Keluarga Lind, Stella langsung memencet bel pintu rumah dengan tidak sabaran.Beberapa menit kemudian, seorang pembantu membuka pintu dengan sedikit kesal karena Stella telah mengganggu tidurnya. "Kamu gila? Kenapa kamu terus-terusan memencet bel pintu?" Ucap pembantu tersebut."Biarkan aku masuk! Aku sedang mencari Johan dan Nora!" Ucap Stella."Seluruh keluarga sedang berlibur ke Maladewa. Mereka tidak ada dirumah." Jawab pembantu tersebut."Kapan mereka kembali?" Tanya Stella dengan cemas.Nora mengatakan dia tidak punya uang untuk membayar kesepakatan mereka berdua setelah Stella menikah. Bagaimana bisa mereka malah pergi berlibur ke Maladewa?"Aku tidak tau. Tanya saja pada mereka!" Ucap pembantu tersebut sambil menutup pintu dengan keras.Stella mena
Apa? seratus dollar sebulan? untuk apartemen seperti ini? itu sangat tidak masuk akal. Agen properti tersebut sangat tercengang mendengar tawaran harga dari istri bossnya. Akan tetapi, apartemen ini bukanlah miliknya, jadi dia tidak bisa menentukan harga sewanya, tapi seratus dollar dengan apartemen seperti ini sangatlah murah dan tidak masuk akal."Nyonya Lester, saya terkejut mendengar tawaran anda. Namun, rumah ini bukanlah milik saya. Saya perlu menanyakan kepada pemilik rumah terlebih dahulu." ucap agen properti.Agen properti tersebut langsung berjalan keluar rumah sambil membawa telfon dengan dalih ingin menelfon pemilik rumah.Mengambil kesempatan itu, agen properti tersebut langsung berkedip ke arah bossnya untuk meminta pendapatnya. Dirga yang melihat itu langsung mengangguk tanpa ragu. Stella yang sedang menunggu merasa sedikit gugup. Bagaimanapun, tawarannya jelas tidak dapat diterima. Beberapa menit kemudian, agen properti tersebut kembali sambil tersenyum."Saya sudah
Stella sibuk setiap hari di kantor dan jarang mempunyai waktu untuk dirinya sendiri. Waktu seakan-akan berlalu begitu cepat karena Stella disibukan dengan banyak pekerjaan."Kebeteulan sekali kita bertemu disini, Stella. Bagaimana kalau kita pulang bersama." ucap Christoper yang menghentikan Stella di depan lift.Sejak Stella bekerja di Larson Group, keduanya secara kebetulan sering bertemu setiap hari setelah selesai bekerja.Kadang-kadang meskipun Stella sedang lembur, dia juga akan bertemu Christoper di perusahaan."Chris, kenapa kita sering bertemu disaat kita akan pulang kerja?" tanya Stella sambil tersenyumMasalah terbesar Stella adalah sangat sulit untuk mengatakan tidak kepada orang lain. Tepat saat itu, ponselnya berbunyi di dalam tasnya. Dia mengambilnya dan nama Dirga muncul di layar. Karena itu, Stella langsung menjawab panggilan tersebut."Ada apa?" tanya Stella."Aku menemukan sebuah rumah. Aku berada di kafe yang bersebrangan dengan kantormu. Ayo kita pergi melihat rum