"Lebih baik kamu yang mandi dulu, aku bisa menunggu." Ucap Stella, lalu tanpa sadar dia melangkah mundur seolah-olah sedang melindungi diri dari musuh.
Stella tampak seperti burung yang terperangkap dalam sangkar, berusaha keras untuk menyembunyikan kepanikannya. Dia belum tahu bagaimana caranya menghadapi apa yang disebut suami. Dirga berdiri di depan meja dan menatap Stella. Stella tampak seperti seekor rusa yang terjebak dalam lampu depan mobil. Dirga menatapnya dan terkekeh. "Jangan gugup. Aku tidak akan memakanmu. Aku hanya perlu membicarakan sesuatu denganmu." Stella menyilangkan lengan di dada dan dengan ragu berjalan menghampiri Dirga. Dia tidak ingin berhubungan dengan pria ini dengan cara apapun. Segalanya terjadi begitu cepat. Dia menikah dengan pria yang baru saja dia temui di pesta pernikahannya. Setelah berada di meja, Stella langsung berkata, "Apa itu?" Dirga mengambil kursi kayu dengan satu tangan dan meletakannya di depannya, lalu berkata, "Silahkan duduk dulu." Kemudian Dirga menarik kursinya dan duduk di depan Stella. "Aku tidak suka bertele-tele. Aku tau kamu tidak mau menikah denganku." "Apakah sejelas itu?" Ucap Stella dalam hati. "Hubungan itu tidak bisa terjadi di waktu satu malam. Kita perlu waktu untuk mengenal satu sama lain terlebih dahulu." Ucap Stella sambil berusaha menyembunyikan rasa malunya. Namun, setelah mendengar perkataan itu, Dirga merasa penjelasannya jadi tidak perlu. Dirga menyadari posisinya dan apa yang dipikirkan orang tentangnya. Dia tau Rebecca tidak akan mau menikah dengan orang tidak sah seperti dia. Dirga mengernyitkan alisnya dan menatap Stella dari atas sampai bawah. Wanita itu sudah gugup sejak awal. Dia menggigit bibir bawahnya, tatapannya dengan gugup menjelajah kemana-mana. "Jangan khawatir. Aku juga tidak tertarik dengan pernikahan ini. Kita bisa menjadi pasangan suami istri jika sedang berada di luar, tetapi mari kita saling menjauhi urusan kita masing-masing. Dengan begitu, kita bisa terhindar dari masalah dan hidup rukun. Aku menghabiskan sebagian waktu di luar dan jarang pulang kerumah. Aku ingin mempunyai kebebasan untuk melakukan apa pun yang aku inginkan. Begitu juga denganmu. Aku tidak akan mengendalikan dan mencampuri urusanmu." Ucap Dirga Kemudian Dirga berdiri dan mengambil jas dari kursi. Kemudian, seolah mengingat sesuatu, Dirga membungkuk dan meraih sandaran kursi dan menjepit Stella dengan kedua lengannya. "Melihat seorang pria berganti pakaian itu tidak baik. Kalau kamu ingin aku memenuhi hasrat seksualmu, aku akan dengan senang hati memuaskanmu sebagai seorang suami." Ucap Dirga Bau parfum yang bercampur dengan aroma tubuhnya tercium di udara, membuat kulit kepala Stella meremang. "Tidak perlu." Ucap Stella sambil menggertakan giginya, dan berusaha tidak menunjukan kelemahan apapun di depan Dirga. Wajah Dirga menjadi gelap. Dia melirik perut Stella sejenak dan langsung memperingatkan, "Meskipun kita hanya pasangan biasa, ada satu hal yang ingin kau ingat." Dirga menarik nafas dalam-dalam dan berkata, "Aku tidak ingin tahu bahwa istriku hamil anak orang lain suatu hari nanti." Kesetiaan adalah nilai yang paling penting bagi Dirga. Dia pernah mendengar bahwa Rebecca berganti pria seperti berganti pakaian. "Saya akan menjalankan tugas sebagai seorang istri selama kita nikah." Jawab Stella tegas. "Saya juga berharap anda menepati janjimu dan tidak mencampuri urusan pribadi saya." Lanjutnya Senyum jenaka Dirga sedikit memudar. Dia menegakan tubuh dan melangkah mundur dari Stella. "Kamu buka Rebecca Lind kan?" Tanyanya sambil mengangkat sebelah alis."Apakah aku menganggumu? Aku akan berusaha untuk tetap tenang bila menganggumu." Ucap DirgaStella terkejut, dia langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya dan menatap Dirga dengan tatapan minta maaf.Dirga menggelengkan kepalanya dan berjalan ke arah tempat tidur Stella. Kemudian dia duduk di atas tempat tidur sambil menyandarkan kepalanya di lengannya, lalu dia memejamkan matanya."Apa yang terjadi? Kenapa kamu terlihat begitu senang?" Tanya Dirga pada Stella."Jangan tidur di atas tempat tidurku, Dirga." Ucap Stella.Pipi Stella menggembung saat dia mencoba menarik lengan Dirga. Dirga tinggi dan berat, Stella sudah sekuat tenaga menariknya tapi Dirga tetap tidak bergeming. Akhirnya Stella menyerah dan duduk di kursi samping meja."Aku bertemu dengan seorang klien yang kaya dan dermawan. Dia meminta padaku untuk mendesain untuknya. Aku hanya tinggal menyerahkan draf dan langsung dibayar." Ucap Stella.Mendengar ucapan Stella, Dirga langsung membuka matanya dan melihat Stella b
"Dua puluh ribu dollar?" Stella menatap komputernya dengan mulut yang menganga lebar. Dia segera mengetik pesan kepada klien, jari-jarinya menari-nari di atas keyboard.Ini akan menjadi klien besar pertamanya semenjak Stella lulus.Mengingat besarnya tawaran yang mereka buat, Stella menduga akan ada setumpuk instruksi ketat yang harus dia patuhi."Permisi. Bolehkah saya tahu apakah anda seorang pria atau wanita?" Tanya Stella terhadap kliennya.Situs web yang Stella gunakan berperan sebagai jembatan antara klien dan desainer lepas.Klien memiliki pilihan untuk menggunakan nama asli atau anonim, tetapi sebagian besar dari mereka menggunakan nama anonim di situs tersebut. Sebagian profil dari daftar tersebut memilih icon abu-abu default, dan sedikit susah bagi desainer mengetahui jenis kelamin klien tersebut."Pria." Jawab klien tersebut."Baiklah, Tuan. Apakah anda punya persyaratan khusus untuk desainnya?" Tanya Stella.Stella menunggu jawaban dari klien tersebut, dan mempersiapkan di
Ekspresi wajah Dirga membuat Stella ketakutan. Jantungnya berdebar dengan kencang. Stella lali mengambil selembar tissu dan menyeka bibirnya, berpura-pura tenang sambil berkata, "Mengapa kamu menghentikanku? Aku sangat membutuhkan uang sekarang, dan aku tidak punya pilihan lain selain melakukan ini."Mata Dirga melotot karena marah. "Berapa banyak uang yang kau inginkan? Aku adalah suamimu. Jika kau sedang mengalami masalah, mengapa kau tidak mengatakannya padaku? Mengapa kau sampai melakukan hal seperti itu?"Stella kekurangan uang sejak dia masih kecil. Air mata langsung mengalir di matanya. Stella lalu menarik nafas dalam-dalam dan berkata pada Dirga. "Kita hanyala pasangan suami istri di mata dunia luar. Kamu sudah bilang bahwa kita tidak boleh ikut campur dalam urusan kita masing-masing. Apa yang membuatmu berpikir aku akan menceritakan masalahku padamu dan bahkan meminta uang kepadamu?"Kata-kata Stella membungkam Dirga. Dia lalu mengusap alisnya dan dadanya terasa sesak karena
Setelah meninggalkan rumah sakit, Stella langsung menelfon Johan Lind dan Nora Duncan. Tapi keduanya tidak ada yang menjawab telfonnya. Stella tidak punya pilihan lain selain mengunjungi rumah keluarga Lind lagi.Setibanya di rumah Keluarga Lind, Stella langsung memencet bel pintu rumah dengan tidak sabaran.Beberapa menit kemudian, seorang pembantu membuka pintu dengan sedikit kesal karena Stella telah mengganggu tidurnya. "Kamu gila? Kenapa kamu terus-terusan memencet bel pintu?" Ucap pembantu tersebut."Biarkan aku masuk! Aku sedang mencari Johan dan Nora!" Ucap Stella."Seluruh keluarga sedang berlibur ke Maladewa. Mereka tidak ada dirumah." Jawab pembantu tersebut."Kapan mereka kembali?" Tanya Stella dengan cemas.Nora mengatakan dia tidak punya uang untuk membayar kesepakatan mereka berdua setelah Stella menikah. Bagaimana bisa mereka malah pergi berlibur ke Maladewa?"Aku tidak tau. Tanya saja pada mereka!" Ucap pembantu tersebut sambil menutup pintu dengan keras.Stella mena
Apa? seratus dollar sebulan? untuk apartemen seperti ini? itu sangat tidak masuk akal. Agen properti tersebut sangat tercengang mendengar tawaran harga dari istri bossnya. Akan tetapi, apartemen ini bukanlah miliknya, jadi dia tidak bisa menentukan harga sewanya, tapi seratus dollar dengan apartemen seperti ini sangatlah murah dan tidak masuk akal."Nyonya Lester, saya terkejut mendengar tawaran anda. Namun, rumah ini bukanlah milik saya. Saya perlu menanyakan kepada pemilik rumah terlebih dahulu." ucap agen properti.Agen properti tersebut langsung berjalan keluar rumah sambil membawa telfon dengan dalih ingin menelfon pemilik rumah.Mengambil kesempatan itu, agen properti tersebut langsung berkedip ke arah bossnya untuk meminta pendapatnya. Dirga yang melihat itu langsung mengangguk tanpa ragu. Stella yang sedang menunggu merasa sedikit gugup. Bagaimanapun, tawarannya jelas tidak dapat diterima. Beberapa menit kemudian, agen properti tersebut kembali sambil tersenyum."Saya sudah
Stella sibuk setiap hari di kantor dan jarang mempunyai waktu untuk dirinya sendiri. Waktu seakan-akan berlalu begitu cepat karena Stella disibukan dengan banyak pekerjaan."Kebeteulan sekali kita bertemu disini, Stella. Bagaimana kalau kita pulang bersama." ucap Christoper yang menghentikan Stella di depan lift.Sejak Stella bekerja di Larson Group, keduanya secara kebetulan sering bertemu setiap hari setelah selesai bekerja.Kadang-kadang meskipun Stella sedang lembur, dia juga akan bertemu Christoper di perusahaan."Chris, kenapa kita sering bertemu disaat kita akan pulang kerja?" tanya Stella sambil tersenyumMasalah terbesar Stella adalah sangat sulit untuk mengatakan tidak kepada orang lain. Tepat saat itu, ponselnya berbunyi di dalam tasnya. Dia mengambilnya dan nama Dirga muncul di layar. Karena itu, Stella langsung menjawab panggilan tersebut."Ada apa?" tanya Stella."Aku menemukan sebuah rumah. Aku berada di kafe yang bersebrangan dengan kantormu. Ayo kita pergi melihat rum