Sosok pria yang diam-diam memperhatikan dua sejoli tengah berbahagia, setelah di karuniai seorang anak yang begitu tampan dan putri yang cantik kini gelar sarjana untuk kedua kalinya telah didapatkan. Sukses dalam rumah tangga, mendidik anak-anak dan menjaga keromantisan dengan sang suami telah ia pertahankan. Selain itu sifat dan kerja kerasnya semakin terlihat dengan jelas, ada rasa sesak di ujung sana tetapi semua telah berakhir. Berusaha melupakan dan memilih untuk mencari pendamping tetapi semua telah tertutup hatinya hanya ada satu nama dan itu selamanya."Menikahlah dengan wanita lain yang bisa membuatmu jatuh cinta. Walau hal itu mustahil tapi lakukan demi Mama." "M–ma," Rizky terkejut dengan kehadiran Ibunya yang tiba-tiba ada di sampingnya.Pria yang sejak tadi memperhatikan Langit dan Pelangi adalah Rizky pria yang sampai detik ini masih menyimpan rasa pada Pelangi meski hal itu tidak benar tetapi Rizky tidak bisa menolaknya. Menepis? Berulang kali di lakukan namun nama i
"Astagfirullahaladzim, Intan!!" Suara Rosa mengejutkan mereka yang berada di ruang tamu. Umi yang saat itu tidak jauh dari Rosa tidak kalah terkejut dengan kosongnya kamar Intan terlebih keadaan kamar yang masih terlihat rapih dengan hiasan pengantin yang tidak berubah.Abah yang tengah berbincang dengan calon besan dan para tamu undangan tersentak dengan suara sang istri yang berteriak begitu keras. Dengan langkah tergesa mereka masuk kedalam melihat tiga wanita terdiam menatap kamar pengantin wanita membuatnya menyadari ada sesuatu yang terjadi dengan putri sulungnya."Umi ada apa? Kenapa teriak?" tanya Abah cemas.Kepanikan terjadi di depan pintu kamar Intan, Abah yang masih tidak memahami menuntut penjelasan dari istrinya. Air mata Umi adalah jawaban jika semuanya tidak baik-baik saja."Abah, Intan kabur Abah, hiks, hiks," isak Umi dalam pelukan Abah."Astagfirullah, anak itu benar-benar bikin malu Abah. Kalau tidak mau kenapa kemarin setuju di jodohkan." Berulang kali Abah beris
"Bismillahirrahmanirrahim, Abah, Umi, aku bersedia–"Pelangi mengehentikan ucapannya saat suara Umi terdengar parau."Tidak sayang, jangan lakukan ini. Pikirkan sekali lagi, tidak perlu berkorban sejauh ini. Sudah cukup nak, sudah. Masalah ini biarkan kami yang menghadapinya kamu tidak usah berkorban demi saudarimu," isak Umi mencabik-cabik relung hati Pelangi."Enggak Umi, aku ikhlas menggantikan posisi teh Intan." Ucap Pelangi mantap."Apa Nak, kamu bersedia? Lalu bagaimana dengan nak Rizky? Kamu sudah di ta'aruf, apa yang akan kami katakan nanti nak?" tanya Abah hatinya bimbang antara bahagia dengan kesedihan. "Abah tidak perlu pikirkan tentang ta'aruf, selagi kami belum menikah itu artinya putri Abah ini bukan jodoh kak Rizky begitu juga sebaliknya. Lagi pula aku bisa memilih bukan? Biarkan aku yang akan bicara sama kak Rizky, aku yakin kak Rizky akan mengerti." Ucapnya terbesit luka dan rasa bersalah atas apa yang ia lakukan saat ini. "Alhamdulillah, nak. Terima kasih untuk kes
"Pelangi bisa kamu jelaskan ini?"Pelangi tersentak dengan benda yang di jatuhkan oleh Langit, benda yang amat dia sembunyikan untuk menghindar perdebatan dan masalah baru di antara dua belah pihak, terlebih keluarganya yang menjadi penyebabnya."Pelangi apa kau, tuli? Sampai kamu tidak bisa mendengar suaraku?" ucap Langit dingin, suaranya begitu mengintimidasi sehingga ada rasa ketakutan dalam diri Pelangi."I– itu dapat dari mana, mas? Maksudku, mas–" tanpa menjawab pertanyaan Langit, Pelangi balik bertanya membuat Langit mengusap wajahnya kasar."Kau tidak ingin menjawab pertanyaan, ku? Atau kamu yang akan menjelaskan pada keluarga mu dan keluarga, ku?" "M– maafkan aku mas. Tapi aku mohon untuk tidak membahas masalah ini, aku tidak ingin kesehatan Abah dan Umi terganggu dengan kejadian ini." Lirih Pelangi. "Kamu menjaga perasaan dan kesehatan orang tua, kamu? Lalu bagaimana dengan aku dan keluarga ku, hah? Kamu pikir mereka tidak punya perasaan?" Langit begitu kesal dengan wanit
"Kamu akan merima akibat dari perbuatan kamu. Kamu akan membayar mahal atas penipuan yang kamu lakukan padaku, wanita licik!" Gumam Langit menatap Pelangi dari ekor matanya.Waktu menunjukan pukul sembilan pagi Pelangi yang sudah bersiap untuk mengikuti sang suami ke kota.Usai berpamitan pada Abah dan Umi mereka memasuki mobil mewah milik Langit berlahan mobil melaju dengan kecepatan sedang karena jalanan yang berbelok-belok.Perjalanan mereka yang memakan waktu empat jam tanpa jeda hanya berhenti untuk melaksanakan salat dhuhur dan makan siang setelah itu mereka kembali melanjutkan perjalanan hingga akhirnya sampai di ibu kota, Langit langsung membawa Pelangi ke Apartemen pribadinya. Pelangi keluar dari mobil Langit yang mengeluarkan koper dari bagasi di bantu dengan sopir pribadinya, mereka menuju lantai lima belas mengunakan lift. Pelangi menatap bangunan Apartemen yang terlihat mewah dan modern, sampai di lantai lima belas mereka keluar langkah Pelangi begitu ringan saat berada
"Pelangi bangun, Pelangi!!"Langit mencoba membangunkan tubuh Pelangi yang tergeletak di atas tempat tidur dengan tubuh lemah."Ya, tuhan. Semoga dia tidak apa-apa." Gumam Langit panik."Ma– mas, aku tidak apa-apa. Ini hanya–" ucapan Pelangi terhenti seiring dengan tubuhnya yang semakin lemah dan pandangannya yang mengabur."Ya, Tuhan apa yang aku lakukan. Bagaimana kalau dia mati? Bisa gawat aku!" Langit mengangkat tubuh tidak berdaya Pelangi dengan tergesa-gesa langit meninggalkan apartemen menuju rumah sakit terdekat."Dok, bagaimana dengan kondisinya?" tanya Langit ketika seorang dokter keluar dari UGD."Tubuhnya sangat lemah, sepertinya dia tidak makan sejak kemarin. Dan ada masalah dengan lambungnya jadi untuk berapa hari akan tetap dalam pantauan kami. Sebentar lagi pasien akan di pindahkan ke ruang perawatan, beruntung bapak segara membawanya ke sini jika tidak mungkin kondisinya jauh lebih parah dan lebih fatal lagi tidak tertolong." Langit mengangguk tanpa bisa menjawab per
Langit menendang ember yang ada di hadapannya kebencian dan kemarahannya atas apa yang di lakukan oleh Pelangi dan keluarganya telah menorehkan rasa yang sulit untuk ia terima. Terlebih melihat wajah Pelangi maka ingatannya kembali pada saat dia menjabat tangan Abah untuk menikahi Pelangi.Langit meninggalkan Pelangi yang terdiam tanpa bisa mengucapkan satu kata pun, namun tidak hentinya dalam hati mengucap istighfar. Berulang kali Pelangi mengusap dadanya melihat sikap Langit yang semakin menjadi padanya."Apa pun yang kamu lakukan padaku, dengan ikhlas aku terima. Asalkan jangan di hadapan kedua orang tuaku, hatiku pasti kuat. Sekuat kamu membenciku." Lirihnya melihat pintu yang tertutup dengan kencang.Berulang kali Pelangi mengusap wajahnya yang tidak hentinya bulir bening mengalir dari dua matanya. Tidak di pungkiri hatinya begitu sakit mendapatkan kenyataan dalam hidupnya. Bukan hanya pernikahan dengan pria yang tidak di kenalnya tetapi ada hal yang lebih mengejutkan yaitu denga
Suara Langit menghentikan langkah Pelangi walau Langit membencinya tetap saja sebagai seorang istri Pelangi tidak mengabaikan panggilan suaminya. Meski hatinya sakit saat sang suami memanggilnya dengan sebutan wanita penipu baginya itu lebih baik, setidaknya ada suara yang memanggil dirinya."Mas apa kamu membutuhkan, sesuatu?" lirih Pelangi sedetik kemudian ia tersadar jika Langit hanya bergumam.Suara erangan Langit kembali terdengar kali ini Pelangi memberanikan diri menyentuh dahi Langit yang berkeringat alangkah terkejutnya tubuh Langit yang panas tinggi. Dengan kesabaran Pelangi merawat Langit yang demam berulang kali Pelangi mengganti air untuk mengompres kening Langit hingga pagi menjelang. Tubuhnya yang lelah dan rasa kantuk yang menyiksanya tanpa sadar Pelangi tertidur, lengan kanannya sebagai bantal tangan kirinya berada di atas kening Langit.Pukul enam pagi langit yang merasakan berat di keningnya berusaha untuk merabanya namun ia urungkan berganti dengan tatapan yang m