Share

Cium Saya

last update Last Updated: 2024-12-12 15:17:04

Selama dalam perjalanan pulang ke rumah Raven tidak bersuara. Begitu pun dengan Kanya yang duduk di sebelahnya. Selain tidak tahu harus membicarakan apa, pikiran Kanya juga tertuju pada seseorang, yaitu Aline.

Dari yang tadi terakhir Kanya lihat setelah ia berada di mobil, Aline memandang tajam ke arahnya. Mungkin Aline pikir Kanya tidak bisa merasakannya karena sudah berada di mobil. Kanya takut mengartikan tatapan yang tampak seperti tidak menyukainya. Tapi, apa mungkin Aline begitu? Jika dilihat beberapa hari ini sikapnya begitu baik pada Kanya.

Lamunan Kanya buyar begitu saja begitu mobil yang mereka tumpangi berhenti. Ternyata mereka sudah tiba di rumah.

Kanya tertegun melihat Raven yang lebih duluan turun dari mobil ternyata menunggunya untuk berjalan bersama. Pria itu menggandeng tangan Kanya lantas membawanya masuk.

Kepedulian pria itu dan perhatian-perhatian kecilnya membuat hati Kanya menghangat.

Raven baru melepaskan Kanya dari kaitan tangannya ketika membuka pintu kamar dan menyilakannya masuk lebih dulu.

“Sekarang kamu makan lalu minum obat. Saya akan minta Bibi untuk menyiapkan makanan.”

Kanya mengangguk pelan mengikuti kata Raven. Hanya saja saat ini ia masih merasa bimbang. Setelah tadi alerginya kambuh Kanya jadi takut makan, seakan apapun yang akan dikonsumsinya setelah ini akan kembali memberi efek yang sama pada tubuhnya.

“Rav, tapi saya masih kenyang,” ucapnya kemudian.

“Hanya sedikit. Tadi dokter bilang untuk minum obat harus makan dulu.”

Tanpa menunggu jawaban Kanya Raven langsung menyuruh asisten rumah tangga untuk menyiapkan makanan.

Selang beberapa menit kemudian makanan untuk Kanya sudah tersaji di hadapannya.

Kanya baru akan menggerakkan tangannya untuk mengambil piring ketika Raven mencegah.

“Kamu duduk saja, biar saya yang suapin.”

Kanya termangu untuk sesaat. Apa benar ini Raven yang bicara?

Ini adalah ketiga kalinya lelaki itu bersikap manis setelah sejak menikah dengannya Kanya hanya menangkap sosok dingin lelaki itu. Pertama, di rumah sakit Raven menunjukkan perhatiannya dengan membelai kepala Kanya dan memeriksa bekas alerginya yang kambuh. Kedua, Raven menggandeng tangannya keluar dari mobil. Dan ketiga saat sekarang laki-laki itu menyuapinya makan. Bagi perempuan polos seperti Kanya yang belum pernah berhubungan intens dengan laki-laki, perhatian-perhatian kecil yang ditunjukkan Raven sangatlah berarti.

“Enak supnya?” tanya Raven di sela-sela menyuapi Kanya.

Kanya mengangguk pelan disertai jawaban, “Enak sekali.”

“Ini juga kesukaan saya,” imbuh laki-laki itu tambah diminta.

Dan Kanya mencatat di dalam memorinya sedikit demi sedikit informasi yang didengarnya dari lelaki itu. Andai saja diizinkan ia akan memasak untuk Raven.

“Kalau boleh saya ingin memasak untuk kamu.” Kanya menyuarakan isi kepalanya.

Namun ternyata Raven tidak menyetujui keinginan Kanya. “Jangan, kamu tidak boleh lelah, lagi pula di sini sudah ada pembantu.”

“Raven, tolong, saya bosan kalau tidak melakukan apa-apa. Lagi pula kalau hanya memasak sedikit tidak akan membuat saya lelah.”

Raven menahan senyum melihat aksi protes istrinya. Bibir mungil Kanya yang bergerak-gerak lucu membuatnya gemas dan ingin mengecupnya. “Kalau begitu kamu boleh melakukannya. Tapi ingat, ada syaratnya.”

“Apa syaratnya?” kejar Kanya tidak sabar. Ia benar-benar bosan tidak melakukan kegiatan apapun.

“Syaratnya ada dua.”

“Apa itu?”

“Pertama, kamu tidak boleh terlalu lelah. Dan yang kedua …” Raven menggantung kalimatnya dan melirik Kanya sesaat.

Perempuan itu menanti dengan menunjukkan wajah polosnya.

“Yang kedua apa?” desak Kanya lagi lantaran Raven belum melanjutkan perkataannya.

Raven menjawab dengan menunjuk pipinya.

Kanya mengernyit tidak mengerti. Entah apa maksudnya.

“Rav, syarat yang kedua apa?”

Raven mendekatkan wajahnya ke muka Kanya lantas berbisik pelan, “Cium saya.”

Kanya sontak membisu. Ia menundukkan kepala karena malu. Rupanya itu yang diinginkan Raven.

“Jadi kamu tidak mau?” tegur lelaki itu melihat istrinya tidak merespon.

Kanya mengangkat wajahnya cepat dan di saat itulah pandangan mereka bertemu. Iris coklat pekat milik Raven seakan ingin menenggelamkannya.

“Saya mau.” Kanya menjawab lirih. Hawa hangat menjalari pipinya yang merona.

“Saya tunggu,” balas Raven sambil mencondongkan badannya ke arah Kanya.

Ketika jarak di antara mereka hanya tinggal hitungan senti, dengan cepat Kanya menempelkan bibirnya di pipi lelaki itu. Kanya akan menarik diri tapi Raven menahannya dengan merangkul punggung Kanya, menahannya agar Kanya tidak bisa bergerak. Alhasil bibirnya menempel lama di pipi Raven.

“Kenapa buru-buru? Memangnya saya bau?” bisik lelaki itu.

“Ng—bukan begitu, tapi saya—”

Raven tidak mengizinkan Kanya mencari alasan. Ia langsung membekap mulut Kanya dengan bibirnya.

Perempuan itu tergagap. Ia tidak siap dengan kecupan Raven. Selain itu Kanya juga belum lihai dalam hal perciuman. Selama beberapa hari berhubungan intim dengan pria itu ia lebih banyak menerima daripada memberi.

“Kenapa nggak dibalas?” tanya Raven setelah melepaskan pagutannya.

“Saya nggak bisa caranya.”

Raven tertawa pelan. “Mau saya ajarkan?”

Kanya mengangguk malu-malu. Entah mengapa Raven sangat menyukai ekspresinya. Kanya begitu polos dan belum terjamah sebelumnya. Bahkan french kiss pun tidak mengerti. Raven merasa beruntung memilikinya dan menjadikan sebagai istri.

“Nanti kamu ikuti apa yang saya lakukan. Lalu kamu balas. Mengerti?”

“Mengerti.” Kanya menjawab pelan seperti biasa.

Kembali mendekatkan wajahnya, Raven menyentuh bibir Kanya. Mereguk manisnya pelan-pelan, menggigit bagian bawah sesekali, kemudian menelusup masuk ke dalam rongga mulut perempuan itu. Lidahnya mulai membelai dengan lembut.

Kanya memejamkan mata. Ia membalas sentuhan Raven di dalam mulutnya. Ia mengikuti apa yang tadi Raven katakan. Lama-lama ia pun terbiasa.

Dinginnya bibir lelaki itu terasa hangat menyentuh mulutnya. Belaiannya begitu lembut dan menenangkan. Raven memperlakukannya benar-benar seperti seorang istri. Bukan sebagai barang dagangan yang telah ia beli.

Ritme pelan mereka perlahan mengencang. Kecupan lembut Raven menjelma menjadi kecupan yang liar dan sangat menuntut. Kanya belajar mengimbanginya hingga mereka berdua nyaris kehabisan nafas dan sama-sama melepaskan.

“Bibir kamu manis, saya suka,” puji Raven dengan tatapannya yang mesra.

Raven tidak berbohong. Kanya mulai membuatnya ketagihan untuk menyentuh perempuan itu lagi dan lagi. Kanya ibarat buah mangga yang baru matang dan manis-manisnya. Membuat lelaki itu hampir saja melupakan kalau ia juga memiliki Aline. Bukan maksud Raven begitu. Hanya saja kedua wanitanya begitu bertolak belakang satu sama lain. Rasa mereka berbeda. Ini bukan soal Kanya yang masih muda. Aline juga belum tua. Perempuan itu seumur Raven. Tapi, Kanya terasa istimewa. Itu saja.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
ORTYA POI
seru wanita polos masih harus belajar
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Pesanan CEO   Happy Ending

    Raven termangu sekian lama sambil memandang nanar cincin yang diberikan Kanya langsung ke telapak tangannya.“Nggak bisa begitu, Nya. Kamu nggak bisa membatalkan pernikahan kita hanya karena Qiandra terbukti sebagai anak Davva. Kita sudah merencanakan semua ini dengan matang. Undangan sudah dicetak, gedung sudah di-booking, belum lagi yang lainnya,” tukas Raven tidak terima. Ini bukan hanya semata-mata perihal persiapan pernikahan, melainkan tentang perasaannya pada Kanya. Ia tidak rela melepas Kanya justru setelah perempuan itu berada di genggamannya.“Rav, mengertilah, aku nggak bisa,” jawab Kanya putus asa. Entah bagaimana lagi caranya menjelaskan pada Raven bahwa dirinya benar-benar tidak bisa melanjutkan hubungan mereka.“Kamu minta aku untuk mengerti kamu, tapi apa kamu mengerti aku? Alasan kamu nggak jelas. Kenapa baru sekarang kamu bilang nggak bisa menikah denganku? Kenapa bukan dari sebelum-sebelumnya? Kenapa setelah kedatangan Davva? Semua ini terlalu lucu untuk disebut hany

  • Istri Pesanan CEO   Cinta Saja Tidak Cukup

    Waktu saat ini menunjukkan pukul satu malam waktu Indonesia bagian barat, tapi tidak sepicing pun Kanya mampu memejamkan matanya. Adegan demi adegan tadi siang terus membayang. Saat ia bertemu dengan Davva, bicara berdua dari hati ke hati, serta mengungkapkan langsung kegalauannya pada laki-laki itu. Dan Davva dengan begitu bijak menjawab saat Kanya menanyakan apa ia harus memikirkan lagi hubungannya dengan Raven.“Aku rasa aku butuh waktu untuk mengkaji ulang hubungan dengan Raven. Aku nggak mau gagal lagi seperti dulu. Menurut kamu gimana kalau misalnya aku menunda atau membatalkan pernikahan itu?”Davva terlihat kaget mendengar pertanyaan Kanya. Ia memindai raut Kanya dengan seksama demi meyakinkan jika Kanya sungguh-sungguh bertanya padanya. Dan hasilnya adalah Davva melihat keraguan yang begitu kentara di wajah Kanya.“Aku bingung, aku nggak mau gagal lagi.” Kanya mengucapkannya sekali lagi sambil menatap Davva dengan intens.“Follow your heart, Nya. Ikuti apa kata hatimu. Dan ja

  • Istri Pesanan CEO   Kesadaran Yang Menghampiri

    Kanya tersentak ketika mendengar ketukan di depan pintu. Pasti itu Raven yang datang, pikirnya. Beberapa hari ini memang tidak bertemu dengan laki-laki itu. Bukan karena mereka ada masalah, tapi karena Kanya sedang butuh waktu untuk sendiri.Mengayunkan langkah ke depan, Kanya membuka pintu. Tubuhnya membeku seketika begitu mengetahui siapa yang saat ini berdiri tegak di hadapannya. Bukan Raven seperti yang tadi menjadi dugaannya, tapi ...“Dav ...”Davva membalas gumaman Kanya dengan membawa perempuan itu ke dalam pelukannya.“Aku baru tahu semuanya dari Raven. Aku minta maaf karena waktu itu ninggalin kamu. Aku nggak tahu kalau kamu hamil anak kita,” bisik Davva pelan penuh penyesalan.“Kamu nggak salah, Dav, aku yang salah. Aku pikir Qiandra anak Raven,” isak Kanya dalam dekapan laki-laki itu.Kenyataan bahwa Qiandra adalah darah daging Davva membuat Kanya begitu terpukul. Beberapa hari ini ia merenungi diri dan menyesali betapa bodoh dirinya yang tidak tahu mengenai hal tersebut.

  • Istri Pesanan CEO   Pulang

    Davva menegakkan duduknya lalu memfokuskan pendengarannya pada Raven yang menelepon dari benua yang berbeda dengannya.“Sorry, Rav, ini kita lagi membicarakan siapa? Baby girl apa maksudnya?” Davva ingin Raven memperjelas maksud ucapannya. Apa mungkin Raven salah orang? “Ini aku Davva. Kamu yakin yang mau ditelepon Davva aku? Atau mungkin Davva yang lain tapi salah dial?”“Aku nggak salah orang. Hanya ada satu Davva yang berhubungan dengan hidupku dan Kanya, yaitu kamu," tegas Raven.Perasaaan Davva semakin tegang mendengarnya, apalagi mendengar nada serius dari nada suara Raven.“Jadi maksudnya baby girl apa? Kenapa kasih selamat sama aku?” tanya Davva tidak mengerti. Justru seharusnya Davvalah yang menyampaikan ucapan tersebut pada Raven karena dialah yang berada di posisi itu.“Aku tahu semua ini nggak akan cukup kalau hanya disampaikan melalui telepon. Ceritanya panjang. Tapi aku harus bilang sekarang kalau Qiandra adalah anak kandung kamu, Dav. Dia bukan darah dagingku. Hasil tes

  • Istri Pesanan CEO   Karena Darah Lebih Kental Daripada Air

    Kanya mengajak Raven keluar dari ruangan dokter. Mereka tidak mungkin berdebat apalagi sampai bertengkar di sana.“Jawab pertanyaanku, Nya, siapa bapak anak itu?” Raven kembali mendesak setelah mereka tiba di luar.Kanya menggelengkan kepala. Bukan karena tidak tahu, tapi juga akibat syok mendapati kenyataan yang tidak disangka-sangka.“Jadi kamu nggak tahu siapa bapak anak itu? Memangnya berapa banyak lelaki yang meniduri kamu, Nya?” Kanya membuat Raven hampir saja terpancing emosi.“Jangan pernah menuduhkku sembarangan, Rav! Aku bukan perempuan murahan yang akan tidur dengan laki-laki sembarangan! Aku masih punya harga diri,” bantah Kanya membela diri.“Tapi hasil tes itu nggak mungkin berbohong, Kanya!” ucap Raven gregetan. “Ini rumah sakit internasional, tenaga medis di sini juga profesional. Mereka nggak akan mungkin salah menentukan hasil tes. Jangan kamu pikir mamaku yang mengacaukan agar hasilnya berbeda. Ini kehidupan nyata, Kanya, bukan adegan sinetron!”Suara tinggi Raven m

  • Istri Pesanan CEO   Hasil Tes DNA

    “Kanya, aku rasa sudah saatnya kita lakukan tes DNA. Aku nggak mau menunggu lagi. Aku nggak bisa melihat kamu mengurus anak-anak kita sendiri.”Kanya menolehkan kepalanya kala mendengar ucapan Raven.Hari ini baby Qiandra berumur satu bulan. Kanya sudah sejak lama pulang dari rumah sakit. Kondisinya pasca persalinan juga sangat baik.Setelah saat itu Raven datang ke rumah sakit, Davva pergi tiba-tiba. Padahal Raven ingin mengucapkan terima kasih padanya.“Siang ini aku harus pulang ke NY, Nya.” Itu alasan Davva saat Kanya menelepon menanyakan keberadaannya.“Tapi kenapa kamu pergi nggak bilang aku dulu?”“Maaf banget ya, Nya, aku ada panggilan mendadak dan nggak sempat bilang ke kamu.”Setelah hari itu Kanya tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Davva. Davva sibuk dengan pekerjaannya, Kanya juga sedang menikmati hari-harinya memiliki buah hati yang baru.“Kanya! Gimana?” tegur Raven meminta jawaban lantaran Kanya tidak menjawab.“Harus banget ya tes DNA itu?” Kanya masih merasa keber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status