Home / Rumah Tangga / Istri Pesanan CEO / Kekurangan Aline Yang Paling Fatal

Share

Kekurangan Aline Yang Paling Fatal

last update Last Updated: 2024-12-12 15:18:26

Dua minggu sudah berlalu sejak pernikahan Kanya dan Raven. Sedikit demi sedikit Kanya mulai beradaptasi dengan kehidupannya yang baru.

Raven mengizinkan Kanya melakukan aktivitas kecil-kecilan seperti memasak dan merawat tanaman hias di depan rumah. Raven juga lebih banyak menghabiskan waktu di rumah Kanya daripada di tempat istri pertamanya.

Siang itu Kanya sedang menyiapkan masakan untuk makan siang Raven. Ia hanya punya waktu satu jam lagi sebelum suaminya itu pulang. Tadi pagi Raven mengatakan akan makan siang di rumah dan me-request salah satu makanan kesukaannya yang lain, yaitu iga bakar. Raven memang menyukai olahan daging.

Setelah berkutat di dapur sendiri Kanya selesai memasak. Ia memandangi iga bakar hasil kreasinya dengan puas. Raven tidak pernah tidak memuji hasil masakannya. Dan sejujurnya hal itu membuat hati Kanya bahagia luar biasa.

Kanya terkejut ketika merasakan dekapan di tubuhnya. Ia hampir saja berteriak. Namun niat itu urung terjadi karena sebuah bisikan lembut lebih dulu membelai gendang telinganya.

“Jangan teriak, ini saya.”

Kanya menggerakkan kepalanya ke belakang. Senyum terbit di bibirnya menyaksikan wajah tampan suaminya. Tepat di saat yang sama Raven langsung menyambar bibir mungil Kanya dan melumatnya dengan lembut.

Pipi Kanya merona malu namun tak urung dibalasnya ciuman lelaki itu. Berpagut selama puluhan detik, Raven melepaskannya. Namun bukan berarti benar-benar lepas. Raven kembali menangkap bibirnya dan melumatnya lagi yang membuat Kanya tertawa.

“Raven, udah dong, nanti dilihat Bibi.”

“Biarin, namanya juga pengantin baru.” Raven membebaskan bibir Kanya dari perangkap mulutnya. Namun dekapannya bertambah erat di tubuh perempuan itu.

“Apanya yang baru. Udah dua minggu begini.”

“Mau dua minggu, mau dua bulan, mau dua tahun, mau dua puluh tahun, bagi saya kita tetap pengantin baru selamanya,” ucap laki-laki itu mesra di telinga Kanya.

“Gombal kamu …” Kanya mencubit mesra pinggang Raven yang membuat suaminya itu terkekeh.

“Saya bicara jujur begini malah dibilang gombal.”

“Saya baru ingat, ini kan baru jam dua belas, kenapa sudah pulang?” tanya Kanya setelah memandang jam dinding. Sepanjang ingatannya tadi pagi Raven mengatakan bahwa akan pulang jam satu siang.

“Kalau di rumah lebih menyenangkan kenapa harus lama-lama di kantor?” Sebuah kecupan bersarang di pipi Kanya di ujung ucapan Raven.

Kanya menyimpul senyum mesra. Ia tidak perlu bertanya apa yang Raven maksudkan. Apalagi kalau bukan dirinya.

Raven kemudian melepaskan Kanya ketika perutnya berbunyi.

“Saya lapar, siapin makanan sekarang ya.”

Kanya mengangguk pelan disambung dengan menyalin iga bakar ke wadah, sementara Raven lebih dulu menunggu di meja makan.

“Silakan, Rav.”

Kanya menanti dengan tegang apa komentar Raven setelah menyajikan makanan untuk laki-laki itu.

“Enak seperti biasa.” Komentar yang Kanya tunggu akhirnya meluncur dari bibir Raven.

Raven tidak berbohong. Istri kecilnya tidak hanya mampu membahagiakannya secara batin, namun juga secara lahir. Sangat berbeda dengan ... Aline.

Tanpa bermaksud membanding-bandingkan kedua wanitanya, namun tanpa disengaja Raven mulai mengurutkan kelebihan dan kekurangan Kanya dan Aline di dalam hati.

Sudah cukup lama Raven tidak menyentuh Aline. Dari luar perempuan itu memang tampak sempurna. Tapi tidak banyak yang tahu bahwa Aline memiliki kekurangan yang sangat fatal. Aline tidak mampu memenuhi kebutuhan batin Raven karena setelah operasi pengangkatan rahim lengkap dengan indung telur Aline selalu merasa sakit saat berhubungan intim. Alat vitalnya kering, yang disebabkan oleh penipisan dan penyusutan jaringan V yang juga disertai dengan penurunan lubrikasi di dinding V.

Banyak yang mengklaim bahwa kondisi V yang kering ini adalah suatu tanda impotensi pada wanita yang tentunya akan menurunkan performanya.

Oleh karena itulah Raven tidak sampai hati untuk menyentuhnya. Dan satu tahun sudah hal itu berlangsung. Sedangkan untuk menceraikan Aline Raven juga tidak tega. Aline adalah anak sahabat ibunya yang sudah meninggal dan sudah dianggap sebagai anak sendiri oleh Marissa.

Jadi tidak salah kan kalau Raven menikah lagi?

Terlepas dari alasan untuk mengklaim warisan dari ayahnya yang sudah meninggal, ia juga punya kebutuhan yang harus dipenuhi. Lagi pula dulu Raven dan Aline menikah karena dijodohkan. Bukan karena adanya perasaan cinta yang tumbuh sejak awal.

“Kanya, nanti saya akan mengenalkanmu dengan seseorang. Namanya Dola. Dia dari sekolah kepribadian. Nanti dia yang akan mengajarkan kamu semuanya. Setelah makan kamu siap-siap. Tidak lama lagi dia akan datang.”

Kanya mengiyakan saja meski di dalam hati ia bertanya-tanya.

Apa kepribadiannya sangat buruk? Apa dirinya tidak punya tata krama sampai harus mengikuti sekolah kepribadian?

Ternyata dugaan Kanya salah besar. Setelah Dola datang ia mengerti apa yang dimaksud dengan sekolah kepribadian.

Dola mengajarinya table manner. Cara berpakaian orang kaya, cara berjalan yang baik dan benar. Cara bersikap, berbicara dan lain sebagainya.

Raven menahan senyum geli melihat Kanya yang tampak canggung saat Dola mengajarinya berjalan menggunakan high heels dengan pundak tegak dan dagu terangkat.

“Pada dasarnya dia pintar. Ini hanya masalah waktu, Pak Raven,” kata Dola menjelaskan saat istirahat. Kala itu Kanya sedang mengambil air minum ke belakang.

“Kamu ajari dia sampai benar-benar bisa dan mengikuti gaya hidup saya,” jawab Raven.

“Siap, Pak. Saya pastikan dengan latihan yang intens selama satu minggu ini dia akan bertransformasi menjadi lebih moderat.”

“Okay, saya tunggu hasilnya.”

Raven meninggalkan Dola dan meminta melanjutkan mengajari Kanya, sementara ia akan menjawab telepon.

Raven menghela nafas lantas mengembuskan perlahan saat melihat nama Aline di layar gawai.

“Halo, Lin.”

“Rav, kamu di mana?” Aline bertanya setelah mendengar sapaan suaminya.

“Lagi di rumah selesai makan siang. Kanya tadi masak.”

Aline diam di seberang sana.

“Lin, kamu kenapa nelfon jam segini? Kamu di mana?”

“Aku lagi di rumah, rencananya juga masak untuk kamu, tapi ya sudahlah kubatalin aja.” Suara Aline terdengar sedih.

“Kamu sih nggak bilang. Tau gitu aku makan di sana.”

“Nggak apa-apa, Rav. Tapi nanti temenin aku ke dokter buat terapi hormon kayak biasa. Aku majuin jadwalnya soalnya dokterku mau ke luar negeri dan baliknya masih lama.”

“Jam berapa?”

“Jam tiga nanti.”

Raven menatap bimbang ke arah Kanya. Entah mengapa merasa berat untuk meninggalkannya karena setiap selesai terapi biasanya Raven akan menemani Aline semalaman.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
ORTYA POI
harus berbagi sulit tetapi sebagai tantangan siapkan diri
goodnovel comment avatar
Nunyelis
masa iya manggil suami nama doang.... mas atau abang gitu lho
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Pesanan CEO   Happy Ending

    Raven termangu sekian lama sambil memandang nanar cincin yang diberikan Kanya langsung ke telapak tangannya.“Nggak bisa begitu, Nya. Kamu nggak bisa membatalkan pernikahan kita hanya karena Qiandra terbukti sebagai anak Davva. Kita sudah merencanakan semua ini dengan matang. Undangan sudah dicetak, gedung sudah di-booking, belum lagi yang lainnya,” tukas Raven tidak terima. Ini bukan hanya semata-mata perihal persiapan pernikahan, melainkan tentang perasaannya pada Kanya. Ia tidak rela melepas Kanya justru setelah perempuan itu berada di genggamannya.“Rav, mengertilah, aku nggak bisa,” jawab Kanya putus asa. Entah bagaimana lagi caranya menjelaskan pada Raven bahwa dirinya benar-benar tidak bisa melanjutkan hubungan mereka.“Kamu minta aku untuk mengerti kamu, tapi apa kamu mengerti aku? Alasan kamu nggak jelas. Kenapa baru sekarang kamu bilang nggak bisa menikah denganku? Kenapa bukan dari sebelum-sebelumnya? Kenapa setelah kedatangan Davva? Semua ini terlalu lucu untuk disebut hany

  • Istri Pesanan CEO   Cinta Saja Tidak Cukup

    Waktu saat ini menunjukkan pukul satu malam waktu Indonesia bagian barat, tapi tidak sepicing pun Kanya mampu memejamkan matanya. Adegan demi adegan tadi siang terus membayang. Saat ia bertemu dengan Davva, bicara berdua dari hati ke hati, serta mengungkapkan langsung kegalauannya pada laki-laki itu. Dan Davva dengan begitu bijak menjawab saat Kanya menanyakan apa ia harus memikirkan lagi hubungannya dengan Raven.“Aku rasa aku butuh waktu untuk mengkaji ulang hubungan dengan Raven. Aku nggak mau gagal lagi seperti dulu. Menurut kamu gimana kalau misalnya aku menunda atau membatalkan pernikahan itu?”Davva terlihat kaget mendengar pertanyaan Kanya. Ia memindai raut Kanya dengan seksama demi meyakinkan jika Kanya sungguh-sungguh bertanya padanya. Dan hasilnya adalah Davva melihat keraguan yang begitu kentara di wajah Kanya.“Aku bingung, aku nggak mau gagal lagi.” Kanya mengucapkannya sekali lagi sambil menatap Davva dengan intens.“Follow your heart, Nya. Ikuti apa kata hatimu. Dan ja

  • Istri Pesanan CEO   Kesadaran Yang Menghampiri

    Kanya tersentak ketika mendengar ketukan di depan pintu. Pasti itu Raven yang datang, pikirnya. Beberapa hari ini memang tidak bertemu dengan laki-laki itu. Bukan karena mereka ada masalah, tapi karena Kanya sedang butuh waktu untuk sendiri.Mengayunkan langkah ke depan, Kanya membuka pintu. Tubuhnya membeku seketika begitu mengetahui siapa yang saat ini berdiri tegak di hadapannya. Bukan Raven seperti yang tadi menjadi dugaannya, tapi ...“Dav ...”Davva membalas gumaman Kanya dengan membawa perempuan itu ke dalam pelukannya.“Aku baru tahu semuanya dari Raven. Aku minta maaf karena waktu itu ninggalin kamu. Aku nggak tahu kalau kamu hamil anak kita,” bisik Davva pelan penuh penyesalan.“Kamu nggak salah, Dav, aku yang salah. Aku pikir Qiandra anak Raven,” isak Kanya dalam dekapan laki-laki itu.Kenyataan bahwa Qiandra adalah darah daging Davva membuat Kanya begitu terpukul. Beberapa hari ini ia merenungi diri dan menyesali betapa bodoh dirinya yang tidak tahu mengenai hal tersebut.

  • Istri Pesanan CEO   Pulang

    Davva menegakkan duduknya lalu memfokuskan pendengarannya pada Raven yang menelepon dari benua yang berbeda dengannya.“Sorry, Rav, ini kita lagi membicarakan siapa? Baby girl apa maksudnya?” Davva ingin Raven memperjelas maksud ucapannya. Apa mungkin Raven salah orang? “Ini aku Davva. Kamu yakin yang mau ditelepon Davva aku? Atau mungkin Davva yang lain tapi salah dial?”“Aku nggak salah orang. Hanya ada satu Davva yang berhubungan dengan hidupku dan Kanya, yaitu kamu," tegas Raven.Perasaaan Davva semakin tegang mendengarnya, apalagi mendengar nada serius dari nada suara Raven.“Jadi maksudnya baby girl apa? Kenapa kasih selamat sama aku?” tanya Davva tidak mengerti. Justru seharusnya Davvalah yang menyampaikan ucapan tersebut pada Raven karena dialah yang berada di posisi itu.“Aku tahu semua ini nggak akan cukup kalau hanya disampaikan melalui telepon. Ceritanya panjang. Tapi aku harus bilang sekarang kalau Qiandra adalah anak kandung kamu, Dav. Dia bukan darah dagingku. Hasil tes

  • Istri Pesanan CEO   Karena Darah Lebih Kental Daripada Air

    Kanya mengajak Raven keluar dari ruangan dokter. Mereka tidak mungkin berdebat apalagi sampai bertengkar di sana.“Jawab pertanyaanku, Nya, siapa bapak anak itu?” Raven kembali mendesak setelah mereka tiba di luar.Kanya menggelengkan kepala. Bukan karena tidak tahu, tapi juga akibat syok mendapati kenyataan yang tidak disangka-sangka.“Jadi kamu nggak tahu siapa bapak anak itu? Memangnya berapa banyak lelaki yang meniduri kamu, Nya?” Kanya membuat Raven hampir saja terpancing emosi.“Jangan pernah menuduhkku sembarangan, Rav! Aku bukan perempuan murahan yang akan tidur dengan laki-laki sembarangan! Aku masih punya harga diri,” bantah Kanya membela diri.“Tapi hasil tes itu nggak mungkin berbohong, Kanya!” ucap Raven gregetan. “Ini rumah sakit internasional, tenaga medis di sini juga profesional. Mereka nggak akan mungkin salah menentukan hasil tes. Jangan kamu pikir mamaku yang mengacaukan agar hasilnya berbeda. Ini kehidupan nyata, Kanya, bukan adegan sinetron!”Suara tinggi Raven m

  • Istri Pesanan CEO   Hasil Tes DNA

    “Kanya, aku rasa sudah saatnya kita lakukan tes DNA. Aku nggak mau menunggu lagi. Aku nggak bisa melihat kamu mengurus anak-anak kita sendiri.”Kanya menolehkan kepalanya kala mendengar ucapan Raven.Hari ini baby Qiandra berumur satu bulan. Kanya sudah sejak lama pulang dari rumah sakit. Kondisinya pasca persalinan juga sangat baik.Setelah saat itu Raven datang ke rumah sakit, Davva pergi tiba-tiba. Padahal Raven ingin mengucapkan terima kasih padanya.“Siang ini aku harus pulang ke NY, Nya.” Itu alasan Davva saat Kanya menelepon menanyakan keberadaannya.“Tapi kenapa kamu pergi nggak bilang aku dulu?”“Maaf banget ya, Nya, aku ada panggilan mendadak dan nggak sempat bilang ke kamu.”Setelah hari itu Kanya tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Davva. Davva sibuk dengan pekerjaannya, Kanya juga sedang menikmati hari-harinya memiliki buah hati yang baru.“Kanya! Gimana?” tegur Raven meminta jawaban lantaran Kanya tidak menjawab.“Harus banget ya tes DNA itu?” Kanya masih merasa keber

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status