Najwa berusaha menyibukkan diri dengan fokus pada adonan kue pesanan yang diterimanya, meski tanpa dipungkiri, ia kepikiran terus akan Mufti.“Bu Najwa kenapa?” tanya Tuti pada Najwa.“Pak Hamish menitipkan Mufti padaku, Ti, saat aku menaruhnya di atas tempat tidur untuk mencari mainan di kamar mandi, tiba-tiba Mufti menangis, aku berlari keluar dan melihat dia sudah di lantai,” kata Najwa.“Astaghfirulloh,” ucap Tuti sangat kaget dengan apa yang barusan dikatakan oleh Najwa tersebut.“Dia guling-guling sampai jatuh, bu?” tegas Tuti, Najwa menggeleng.“Memangnya bayi hampir dua minggu bisa tengkurap?” tanya Najwa dan Tuti menggeleng.“Terus kenapa bisa jatuh?” tanya Tuti bingung.“Itulah yang aku bingungkan serta cemaskan, Tut. Pak Hamish marah besar dan gak percaya sama aku. Aku juga cemas sama Mufti,” kata Najwa.“Bukankah di kamar bu Najwa ada cctv?” Widya nyeletuk obrolan, membuat Najwa dan Tuti saling memandang dengan tatapan kaget dan baru sadar apa yang dikatakan oleh Widya ada
Aisyah terlihat tak sabar kala Hamish menemui Najwa. Sungguh, ia hanya ingin menjadi ratu seorang di rumah yang ia tinggali sekarang ini. Ia berharap rencananya dengan mencubit paha Mufti tadi pagi dan meletakkkannya di lantai kamar Najwa berhasil membuat Hamish mengusir Najwa dari rumah. Ia yakin kalau Hamish masih sangat mencintainya dan akan menuruti apa yang ia minta.“Cklek,” pintu rumah terbuka dan Hamish masuk ke dalam rumah dengan wajah menunduk. Dada Aisyah berdebar-debar dan ia merasa Hamish telah berhasil berbicara dengan Najwa soal kepergian Najwa dari rumah.“Ada apa, mas?” tanya Aisyah berpura-pura perhatian. Ditimang-timangnya Mufti dalam dekapannya. Hamish hanya menoleh padanya sekilas lalu berlalu dan memilih duduk di salah satu sofa di ruang tamu. Aisyah menyusul duduk di sebelahnya, menunggu dengan tak sabar apa yang akan dikatakan oleh Hamish soal hasil bicaranya dengan Najwa, “kenapa mas Hamish murung? Mbak Najwa nggak mau ngaku kalau udah melempar anak kita?” tan
Najwa bukan cemburu dengan apa yang terjadi antara Hamish dan Aisyah tadi di dapur, ia malah sangat kesal karena dengan mudahnya Aisyah mempermainkannya di rumahnya sendiri dan Hamish seolah condong padanya.Adil?Apakah ini yang dinamakan adil?Najwa mengucapkan kata istighfar dan sangat bingung dengan situasi yang ada sekarang ini. Ia tak tahu harus berbuat apa jika di rumah sendiri ia merasa tak nyaman dengan keberadaan Aisyah. Apakah ia harus pergi dari rumahnya sendiri? bagaimana jika ibu mertuanya sakit?Air mata merembes dari kedua mata Najwa. Ia memeluk dirinya sendiri yang kesepian dan terpuruk. Ia ingin membagi perasaannya, tapi pada siapa? Sarah. Ya, dia hanya memiliki satu teman baik dan itu adalah Sarah. Sebenarnya Najwa masih memiliki beberapa teman baik juga, hanya saja mereka sudah sibuk dengan rumah tangga mereka sendiri dan hanya dengan Sarah ia bisa menghabiskan waktu bersama-sama, karena Sarah belum mau menikah juga.Pintu kamar Najwa diketuk tiga kali lalu terbuka
"Najwa, tunggu!" seru Hamish saat Najwa terus melangkah dan tak memedulikan sama sekali tawaran dari Aisyah. Bagi Najwa, menghindari Aisyah lebih baik karena ia sekarang tahu betul kalau madunya itu berwajah dua. Dan sialnya, sang suami lebih percaya ucapan madunya dari pada dirinya.Ah, aku memang siapa? Aku memang menikah dengannya bertahun-tahun, tapi bukankah aku hanya pelarian saja? Mas Hamish tentu lebih percaya mantan kekasihnya itu karena mereka saling mengenal jauh sebelum aku hadir dalam diri mas Hamish, bukan begitu?Najwa merasa kerdil. Ia mengalami krisis kepercayaan diri karena sang suami berat sebelah."Najwa, kamu gak dengerin aku?" suara Hamish naik satu oktaf membuat langkah kaki Najwa berhenti dan hatinya terasa nyeri. Tak cukup membuat hati Najwa terluka dengan menghadirkan madu yang juga dibawa pulang ke rumahnya, kini Hamish juga membentaknya di hadapan madu dan pekerjanya. Melihat Hamish yang marah kepada Najwa, diam-diam Aisyah tersenyum senang. Hal ini sudah
"Bu Najwa," sapa asisten rumah tangganya yang melihat wajah majikannya pucat. Najwa menoleh ke asistennya dengan terpatah-patah, seluruh tubuhnya masih gemetaran dengan apa yang baru saja terjadi pada Aisyah. Sungguh, Najwa tak pernah menyangka kalau Aisyah akan jatuh karena ia tampar."A-aku gak sengaja, bi," kata Najwa pada asisten rumah tangganya dengan suara yang gagap dan penuh penyesalan. Masih teringat jelas di benaknya kejadian barusan hingga membuat Prima dan ibu mertuanya melarikan Aisyah keluar rumah."Bu, tenang," kata asistennya pada sang majikan. Sebenarnya asistennya itu merasa sangat prihatin kepada majikannya. Ia sudah ikut dengan Najwa sejak Najwa berhasil membuka usaha toko kuenya dan belum menikah dengan Hamish. Ia tahu betul bagaimana usaha Najwa dalam mempertahankan rumah tangganya yang sering sekali mendapatkan badai. Bahkan, ia yang menemani Najwa untuk melakukan program hamil ketika Hamish tak sempat mengantarnya. Segala macam cara dilakukan Najwa untuk bisa m
Di luar ruang rawat yang hanya ditutupi tirai di IGD rumah sakit itu, Hamish hanya bisa menunggu dengan tak sabar kondisi Aisyah yang sedang ditangani oleh beberapa tenaga medis di dalam sana. Ida tak kalah cemas dengan kondisi sang menantu yang baru saja melahirkan dan belum pulih benar itu sedang berada di ruang perawatan."Kenapa Najwa harus berbuat seperti itu pada Aisyah, Bu?! Dia baru saja melahirkan secara Caesar dan belum pulih sepenuhnya, bagaimana kalau terjadi sesuatu padanya?" tanya Hamish cemas pada sang ibu. Ia kesal dan marah sekali pada Najwa.Ida tak bisa menjawab pertanyaan dan kecemasan dari sang putra, meski sebenarnya ia masih ingin membela Najwa. Ida menyaksikan sendiri pertikaian antara dua menantunya tadi. Ia berdiri di bawah dan hanya mendongak ke atas dengan menatap cemas, ia bahkan tahu kalau Aisyah yang menendang ponsel Najwa sampai jatuh berkeping-keping di lantai bawah yang membuat Najwa murka dan menamparnya, tapi tak menyangka kalau tamparannya itu kuat
Hamish sedang berada di ruang perawatan Aisyah. Meski kondisi Aisyah dinyatakan membaik oleh dokter paska operasi yang dijalankannya beberapa jam lalu, tapi Aisyah belum sadar juga. Hamish cemas dan makin kalut, ia teringat akan putranya Mufti yang ada di rumah, mendadak ia takut kehilangan Aisyah, sosok yang pasti masih sangat dibutuhkan oleh Mufti.Hamish semakin kalut, perasaannya campur aduk sekarang ini. Rasa amarah dan kecewanya kepada Najwa belum hilang, sekarang ditambah rasa cemas ketika nanti ia membawa pulang Aisyah ke rumah Najwa, ia takut Najwa akan kembali melukainya.Bagaimana bisa Najwa berubah sikap seperti itu?Hamish tak habis pikir sama sekali dengan apa yang dilakukan oleh Najwa kepada Aisyah hingga membuat Aisyah jatuh dari lantai. Sekesal itukah Najwa pada Aisyah sampai ia berani menyerangnya? Ia jadi ingat video viral istri-istri yang melabrak pelakor belakangan ini, sungguh brutal dan mengerikan, ia makiin bertambah was-was.“Mas ….” Suara lirih Aisyah membuya
“Kamu masih mau bertahan dengan pernikahan konyolmu itu, Najwa?” tanya Sarah dengan geram ketika pagi itu Sarah memutuskan kembali menyambangi Najwa di rumahnya dan mengajaknya keluar. Ia melihat kalau sahabatnya dalam keadaan kacau sekali dan ia tak tega melihat Najwa seperti itu.“Aku harus bagaimana, Sin?” tanya Najwa.“Ajukan gugatan perceraian, Najwa! Biar Hamish sadar kalau yang dilakukannya padamu adalah sebuah kesalahan!” kata Sarah.“Tapi bagaimana dengan ibu?” tanya Najwa.“Kamu masih memikirkan mertuamu sedangkan ia tak memikirkan bagaimana perasaanmu? Memintamu membawa serta madumu ke rumahmu? Itu hal paling gila, Najwa!” kata Sarah.“Karena mas Hamish dan ibu tak memiliki rumah,”“Tapi bukan berarti rumahmu adalah tempat penampungan, ingat Najwa, rumahmu itu hasil jerih payahmu sendiri,” kata Sarah mengingatkan.“Tapi setelah menikah dengan mas Hamish, ia merenovasinya,” kata Najwa.“Merenovasi? Maksudmu membuat kamar tambahan di belakang? Oh ayolah, kamu tidak duduk mani