Hati Aisyah terluka saat Hamish mengatakan satu kata yang mampu membuat semua hal di kehidupannya terasa tak berarti sama sekali.Menyesal.Hamish menyesal telah lebih memilih dirinya dari pada Najwa. Padahal sebelumnya, Aisyah sangat jumawa bisa memiliki Hamish dan membuat lelaki itu tergila-gila padanya bahkan setelah mereka berpisah bertahun-tahun lamanya."Kamu menyesal telah memilihku jadi istrimu, mas?" tanya Aisyah dengan nanar."Apa kau tuli?" timpal Hamish dengan kasar, mendengar itu hati Aisyah makin tercabik-cabik."Bagaimana bisa kau setega itu kepadaku, mas? Aku hanya ...""Hanya kau bilang? Hanya?" tanya Hamish memotong kalimat Aisyah, "tidur dengan pria lain, kau bilang hanya?""Lalu bagaimana denganmu, mas? Kamu juga membuatku jadi wanita kedua, kan? Jangan lupa, mas! Bukan aku yang mengemis kembali padamu, tapi kamu yang mengemis kembali padaku! Aku sudah bilang tidak saat kita melewati malam panas, kan? Tapi kamu menjanjikanku banyak hal yang sekarang tidak pernah ka
"A-apa?" tanya Aisyah tak percaya. "Ini rumah suami saya, mbak! Enak aja ngaku-ngaku ini rumah Najwa itu!" ketus Aisyah tak terima."Iya, benar itu!" ucap Murni yang juga yakin kalau rumah yang ditinggali oleh Hamish dan ibunya adalah hasil pembelian bersama dengan Najwa, dan ketika mereka berpisah, rumah ini sudah dibicarakan akan ditinggali oleh siapa."Mbak, sepertinya memang ini rumah mbak Najwa," kata Mutia."Diam kamu! Tahu apa kamu soal rumah ini? Kalau ini rumah Najwa, kenapa saat mereka berpisah ibu dan Hamish masih tinggal di sini?" tanya Murni ketus."Tapi masak mbak gak ingat, bukankah mas Hamish menikah dengan mbak Najwa ketika mbak Najwa sudah ada tempat tinggal? ya mungkin ini yang dimaksud mbak, rumah ini milik mbak Najwa," kata Mutia."Mbak bilang diam ya diam!" kata Murni murka dan Mutia kesal bukan main, ia masuk ke dalam rumah dan tak mau tahu apa yang akan mereka semua katakan. "Pasti ada yang salah! Ini rumah suami saya, Hamish, gak mungkin rumah milik Najwa!" k
Aisyah menangis, kenyataan pahit bahwa ia mengira kalau rumah itu adalah milik Hamish sungguh tak bisa ia terima. Padahal, di media sosial miliknya yang telah memiliki banyak pengikut, ia dengan bangga membagikan potret rumahnya dan telah banjir komentar pujian. Ada satu komentar yang mengatakan kalau itu bukan rumahnya dan milik orang lain yang ia kenal, tapi Aisyah membalas komentar itu dengan mengatakan kalau itu mutlak miliknya, setelahnya ia rutin membagikan aktivitasnya di rumah di media sosialnya yang makin ramai pengikutnya.Kini, semua hanya kepalsuan saja."Kamu benar-benar penipu, mas!" seru Aisyah kesal sekali lalu pergi dari sana dengan tangisan kekecewaan yang besar kepada Hamish yang diam saja menerima hinaan dari Aisyah."Kenapa kamu gak bilang dari awal ke Aisyah atau ke aku kalau ini rumah bukan milik kamu, Mish?! Mbak malu banget tahu kalau gini jadinya!" kata Murni yang tak kalah kecewa."Dulu saat pekerjaanku lancar aku pikir aku bisa membeli rumah dan mencukupi k
Niko bisa melihat wajah terpukul Hamish. Niko memalingkan muka, ia merasa prihatin tapi tak tahu harus berkata apa kepada Hamish.Hamish sendiri seperti dihantam dan dipukuli oleh banyak orang sekaligus. Ia mati rasa hingga tak tahu harus berbuat apa ketika hasil test DNA itu benar-benar menunjukkan kalau Mufti bukanlah anaknya."Lo oke, Mish?" tanya Niko."Anak yang gue pikir anak gue, yang gue harapin selama ini, yang ngebuat hidup gue semangat lagi nyatanya bukan anak gue, Ko," kata Hamish pedih, "gue baru tahu Aisyah selingkuh dari gue ketika gue tanpa malu minta ganti rugi ke Najwa karena nuduh dia selingkuh sama suaminya yang sekarang sebelum kami cerai," kata Hamish."Ganti rugi?" tanya Niko tak percaya dan menggelengkan kepalanya, "Najwa selingkuh dari Lo? Gila aja! Dia mau bucin ke Lo, Mish!" kata Niko. Hamish memandang Niko, Niko saja yang tak begitu akrab dengan Najwa bisa mengatakan kalau Najwa tak mungkin selingkuh dan malah bucin saat menikah dengannya. "Asal lo tahu ya,
Tangan Aisyah gemetar saat membuka amplop itu di tangannya. Matanya membelalak saat membaca hasil test DNA antara Mufti dan Hamish. Ekspresi terkejut wajah Aisyah membuat Murni dan Mutia mendekat, "apa itu, Aisyah?" tanya Murni yang membuat Aisyah lantas meremas hasil test DNA itu dan bergegas menyusul suaminya di kamar yang sedang menunggunya untuk menyelesaikan masalah. Pintu kamar ditutup dan Aisyah langsung menguncinya dari dalam. Ia tak mau Murni dan Mutia sampai mendengar pertengkarannya dengan Hamish. Hamish yang semula menghadap ke arah jendela, berbalik dan langsung menatap Aisyah dengan nyalang dan penuh amarah. Langkah kaki Hamish kemudian lebar-lebar menuju ke arah Aisyah yang berdiri dengan kedua kaki yang bergetar hebat, ia takut, Aisyah sungguh takut hamish murka sekali."Bagaimana bisa kamu menipuku seperti ini, Aisyah?" tekan Hamish seraya mencengkeram kuat kedua lengan Aisyah dan menatapnya sangat tajam seolah-olah ia siap menelan Aisyah hidup-hidup. Aisyah mering
Najwa menoleh ke arah suaminya dan Jacob tersenyum ke arahnya. Hati Najwa bergetar, ia tak mau melukai hati suaminya."Maaf, tapi aku tidak bisa," kata Najwa lalu ia mematikan sambungan teleponnya yang membuat Hamish terpaku di seberang sana. Belum sempat Hamish mengajukan permohonan pada Najwa tentang keinginannya, Najwa sudah menolaknya dan mematikan sambungan teleponnya. Hati Hamish terluka tapi tidak berdarah, ia menyadari memang kalau Najwa adalah perempuan setia, membatasi dirinya dengan pria manapun, berbicara seperlunya dan tidak menolong orang tanpa ijin darinya dulu jika itu seorang lelaki. Najwa tak berubah, ia masih menjunjung tinggi kesetiaan tak seperti dirinya yang terjebak pada masa lalu sampai sekarang.Najwa bergabung bersama mertua dan suaminya yang sedang bercengkrama di ruang keluarga."Najwa, sudah ada planning mau bulan madu ke mana?" tanya mama mertua dan Najwa menggeleng."Kayaknya yang deket-deket aja, Ma," sahut Jacob."Bali? Lombok?" tanya mama mertuanya la
Hamish masih menunggu kedatangan Mirna dengan tubuh yang menggigil kedinginan. Satpam yang berdiri di pos hanya menggeleng lemah, ingin kasihan tapi takut disalahgunakan. Belakangan ini kejahatan merajalela, sedikit saja lengah bisa jadi masalah besar, apalagi rumah yang dijaga olehnya bukanlah rumah orang biasa, dan pekerjaannya benar-benar beresiko besar.Sudah banyak maling yang ia tangkap dengan berkedok minta tolong atau hanya ingin singgah sebentar saja di posnya. Rekan kerja satpamnya di kompleks yang berbeda ditikam karena membiarkan seorang pria miskin berteduh di posnya sejenak, lalu pria miskin itu masuk rumah dan menyerang nyonya rumah, tujuannya adalah mengambil harta yang dibawa oleh nyonya rumah, setelahnya kabur. Pengalaman-pengalaman seperti itu kini membuatnya lebih siaga, ia kasihan melihat Hamish kedinginan, naluri manusianya keluar, hanya saja ia tak mau dimanfaatkan oleh penjahat, bukankah banyak orang berbuat nekat jika terdesak ekonomi? Jangankan kepada orang
"Ke mana mas Hamish, mbak?" tanya Mutia pada Aisyah yang menggeleng ke arahnya. Pikiran Aisyah penuh sekarang, ia memikirkan bagaimana ia akan hidup dengan Hamish setelah Hamish tahu bahwa Mufti bukan anaknya. Apakah Hamish akan bisa menerima Mufti?Aisyah meragu. Tapi, ia juga tak tahu harus kepada siapa ia berlabuh saat ini? Kepada Hans? Mungkinkah ia bisa merebut Hans dari Mirna, istrinya?Apakah aku bisa melakukannya?Aisyah bingung harus bagaimana sekarang. Ia sebatang kara. Sebenarnya ia masih memiliki saudara jauh dari ibunya, tapi entah dimana mereka berada sekarang, sudah puluhan tahun ia tak berkomunikasi dengan keluarga ibunya itu."Mbak? Kok melamun? Dari pada melamun, kenapa gak packing aja? Kita harus keluar dari rumah ini loh," kata Mutia mengingatkan Aisyah yang makin kalut dan bingung saja."Iya," jawab Aisyah sembari berdiri. Mufti telah terlelap dalam pelukannya dan ia masuk ke dalam kamarnya lalu meletakkan Mufti secara hati-hati di box bayi agar anaknya tak terban