Adira terkejut dengan suara Alarm nyaring yang menembus gendang telinganya. Ia tampak menyesuaikan cahaya lampu yang masuk menembus retinaya. Jam sudah menunjukkan pukul 07:00 AM. Ia pun segera bangun dan pergi menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Kini Adira sudah siap dengan pakaian kantornya. Ia menghadap kearah cermin, melihat bagaimana gagahnya ia saat ini. Setelah semuanya rapi, kini ia mengambil tas kantornya dan melenggang meninggalkan kamarnya. Adira mengernyit heran saat tidak mendengar suara bising karena tingkah Ayana pagi ini. Ia pun melangkah menuju dapur, dan mendapati makanan yang sudah siap disana. Adira mendekat saat ada sepucuk surat di dekat makanan tersebut. Selamat pagi, Pak. Saya pergi pagi-pagi sekali hari ini karena ada test untuk masuk perguruan tinggi. Saya sudah mencoba membangungkan Bapak dengan mengetuk pintu berkali-kali, tapi Bapak tidak kunjung bangun jadi saya memutuskan untuk menulis surat ini, hehehee.
Adira membuka pintu rumahnya, tubuhnya sangat lelah hari ini karena sudah menemani Zayna sepanjang hari untuk menyenangkan hatinya. Adira mengernyit saat lampu di ruang tamu mati, karena Adira selalu menyalakannya sepanjang hari. Ia pun bergerak untuk menuju saklar lampu dan menekannya. Ia terkejut begitu lampu menyala, kini dihadapannya ada sosok gadis yang ia yakini adalah Ayana. Ayana duduk menghadap tv berada, dan menatap lurus dalam diam. “Kok kamu belum tidur?” tanya Adira sembari berjalan mendekat kearah Ayana Ayana menoleh kearah Adira, kini mata mereka saling bertemu tatap. “Saya nunggu suami pulang,” jawab Ayana. “Saya sudah pulang, sekarang kamu tidur.” Ucap Adira tegas. Adira pun melangkah untuk meninggalkan Ayana yang masih diam di ruang tamu. “Saya ngga bisa tidur Pak,” sahut Ayana cepat. Adira terus melangkah menghiraukan Ayana yang kini menatap punggungnya dalam. “Saya tadi lihat Bapak bersama wanita sedang berbela
Aku mengeliat saat ada sinar yang berusaha masuk menembus retinaku. Perlahan aku membuka mata, dan terkejut saat ada wajah dingin yang tidak pernah perduli padaku kini berada dihadapanku. Sorot matanya yang tajam, kini tidak menakutkan kala ia menutup matanya. Bulu matanya yang lentik, dan alisnya yang tebal serta hidung dan bibir yang proporsinya sangat pas dengan wajahnya, menjadikannya sangat tampan. Ditambah lagi aku bisa melihatnya sedekat ini, seolah bagaikan mimpi untuk ku. Tapi bagaimana bisa aku bisa berakhir tidur satu ranjang dengannya? Bukankah semalam aku tidur di Sofa? Aku segera menutup mata kembali saat melihat pergerakan tubuh dari Adira. Aku tidak mau ia merasa malu saat ku pandangi dari dekat. “Na bangun,” ucap Adira dengan suara seraknya. Dalam hati ku rasanya ratusan kupu-kupu telah terbang tinggi, senang sekali mendengarnya membangunkan ku untuk pertama kalinya dengan suaranya yang serak. Aku berakt
WARNING 18+ - Adira mengetuk pintu Apartemen milik sang kekasih berkali-kali, namun tidak kunjung di bukakan. Ia pun sesekali menelepon nomor milik Zayna, namun tidak kunjung mendapat jawaban. “Ke mana sih, ngga tahu apa aku lagi kangen,” lirih Adira dengan tangan yang terus mengetuk dan memencet bel Apartemen milik Zayna. Sudah hampir sepuluh menit ia berdiri, dan kini orang yang ditunggunya pun sudah datang dengan raut wajah berantakan. “Hai sayang,” ucap Zayna pada Adira. Adira mengikuti langkah kaki Zayna yang kini masuk kedalam Apartemen miliknya. Sorot mata Adira melihat sekeliling ruangan yang tampak berantakan. Seluruh bantal sofa berhamburan di lantai, dan banyak barang yang tidak berada di tempatnya. “Kok Apartnya berantakan sayang?” tanya Adira karena merasa penasaran apa yang sudah terjadi semalam di Apartemen miliknya ini. “Aku habis party semalam sama teman ku, dan belum sempat beresin paginya,” jawab Zayna cepat sembari membersihkan ruang
Ayana POV Aku terus melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 00:25 AM. Malam semakin larut dan pagi segera datang, tapi kemana Adira pergi? Ia bahkan tidak mengirimi ku pesan untuk memberitahukan keberadaannya. Rasa cemas kini memenuhi pikiranku. Setidaknya Adira sudah menolongku semalam, jadi wajar jika aku mencemaskannya saat ini. Aku tersentak saat mendengar suara seseorang yang memasukkan kata sandi. Aku pun segera beranjak menuju pintu Apartemen. Aku kaget saat melihat tubuh Adira yang sempoyongan dan kini dibantu oleh Arsen. “Lo belum tidur?” tanya Arsen padaku yang masih segar dengan mataku yang lebar. “Gue nunggu Adira pulang Bang,” jawab ku dengan mengambil alih tubuh Adira agar berpindah bertopang pada tubuhku. “Biar gue bawa ke kamarnya aja,” ucap Arsen menolak. Ayana menggeleng, “Biar gue aja,” tolak ku. “Tapi berat Na,” lirih Arsen. “Ini kesempatan gue buat rawat dia Bang.” Sahut ku. Arsen pun mengalah d
Adira POV~ - “Kemana aja lo? Aku terus berjalan memasuki ruanganku tanpa memperdulikan Arsen yang terus mengomeliku. Pikiran ku kalut akan semalam, ada hal yang menganjal hati dan pikiranku. Seolah aku harus mencari tahu sebuah teka – teki ini. “Oh iya gue tahu, lo telat karena semalam lo mabuk berat kan,” ucap Arsen yang ikut duduk dikursi tepat dihadapan Adira. “Lo harus bersyukur sih Dir karena punya istri kayak Ayana yang selalu nungguin lo pulang biarpun itu sangat larut.” Lanjut Arsen. Benar, semalam aku mabuk. Tapi Ayana? Apa ia yang mengurusku semalam? Tapi kenapa aku bisa berakhir di kamar milik Ayana pagi ini? “Berkas untuk meeting sama Ratu Companny udah siapkan?” tanya Arsen lagi yang kini berhasil memecah seluruh isi teka – teki dipikiranku. Aku meraih tas kerja ku, mencari berkas yang sudah ku tanda tangani beberapa hari yang lalu. Aku membelalakkan kedua mataku terkejut saat tidak ada berkas satupun y
Ayana POV Aku duduk bersimpu, memeluk kedua lututku erat. Dinginnya lantai bisa ku rasakan melalui sentuhan kulitku. Saat ini aku sengaja untuk bolos kuliah, karena ingin menenangkan pikiran dan hati terlebih dahulu. Jangan tanya dimana aku sekarang. Ini adalah Apartemen yang diberikan papa padaku pada ulang tahun yang ke 17. Aku kesini saat papa tidak ada dirumah, karena aku sangat malas jika harus serumah dengan Elvina, mama tiriku. Sudah tiga jam aku duduk dengan keadaan terpuruk seperti ini. Suara deringan ponselpun mengalun dalam gelapnya ruangan Apartemen ku saat ini. Aku tersenyum tipis melihat adanya nama Arsen disana. Kenapa selalu Arsen yang datang padaku disaat aku merasa terpuruk? Aku mengangkatnya setelah berusaha menetralkan suaraku. Terdengar dari sebrang sana suara Arsen yang sepertinya sangat mengkhawatirkan keberadaan ku. Ada apa dengannya? Aku berpikir keras saat Arsen bertany
Aku masuk kedalam Apartemen milik Adira. Kaki ku melangkah perlahan kearah kamar ku bersinggah tanpa sepatah kata. Sejak diperjalanan menuju kemari, kami hanya diam saja. Tidak ada yang membuka suara, bahkan Adira pun tidak mengucapkan sepatah kata untuk mengiyakan permintaanku tadi. Langkah kaki ku terhenti saat tiba didepan pintu bilik ku yang tertutup. Rasanya aneh jika aku masuk kedalam lagi. Ada sebuah kenangan manis yang berujung pahit didalamnya. Aku pun mengatur napasku agar tenang, tangan kananku juga perlahan meraih ganggang pintu kabin. Perlahan aku membukanya, sorot mataku dibuat terkejut saat melihat kamarku yang semula berantakan menjadi sangat rapi. Siapa yang melakukan ini? “Kamu boleh tidur dikamar ku jika memang tidak ingin tidur dikamar mu lagi,” Aku tersentak saat mendengar suara Adira dari dekat. Ia ternyata sudah berdiri tepat dibelakangku. Memperhatikanku yang sedari tadi enggan masuk kedalam kamar ku sendiri.