Ayana tampak membawa nampan berisi bubur ayam dan segelas air putih serta obat yang sudah di berikan dokter untuk Adira. Ia pun menaruhnya diatas nakas sebelah ranjang mereka. Ayana kini tampak membantu Adira untuk bisa duduk dengan nyaman. Adira sudah sadar sejak kedatangan dokter yang menanganinya tadi. Tentu saja ia mendapatkan amukan dari dokter karena terus mendapatkan keluhan tentang perut Adira. Sudah empat tahun terakhir Adira memiliki penyakit ini, dan baru tiga tahun ia menuruti perkataan dokter agar penyakitnya tidak kambuh. Adira tampak tersenyum tipis dengan bibirnya yang pucat.“Makan dulu Mas,” ucap Ayana dengan meraih semangkuk bubur hangat tersebut. Perlahan Ayana tampak mengarahkan sendok berisikan bubur tersebut pada mulut Adira. Adira pun menurutinya dan memakannya walau terasa sedikit pahit di dalam mulutnya. Seperti itu hingga makanannya habis tak tersisa. Kini Ayana pun berganti untuk memberikan minum kepada Adira sebelum meny
Langkah kaki besar milik Adira membawanya untuk masuk kedalam gedung besar milik RAJI'S COMPANNY. Sejak kedatangannya raut wajahnya nampak serius dan tidak menampakkan kesenangan sama sekali. Adira menghentikan langkahnya tepat pada lift yang masih tertutup dengan rapat. Ia pun tampak menunggu lift tersebut untuk segera terbuka. Diamnya membuat pikirannya terbawa pada percakapan semalam bersama Aji, Papa mertuanya. Saat itu Adira berada di taman dengan cuaca dingin di tengah-tengah tubuhnya yang masih belum pulih seutuhnya.-^Adira dapat email masuk, apa benar besok pengalihan CEO baru?^^Betul, nak. Papa akan serahkan perusahaan pada CEO baru agar bisa di kelola dengan baik,^^Siapa Pa?^ Marah Adira seolah teredam di balik saluran telephone di ponselnya. Ia tampak menunduk kesal, sembari mengepalkan tangannya dengan kuat setelah mendengarkan jawaban dari Aji tentang siapa yang akan menggantikannya.^Ngga bisa dong Pa. Ini ngga adil buat Ana,^ tegas Adira pada
Dalam sebuah kabin dengan sentuhan warna putih membuat ruangan terlihat sangat lebar. Disana terlihat Aji dan Elvina yang tampak berbaring diatas ranjang mereka, menikmati waktu santai seperti biasanya.“Beberapa hari ini badan ku tidak sesehat seperti dulu. Rasanya lemas sekali, sampai mikirin masalah perusahaan pun belum tentu bisa,” lirih Aji yang sedang membaringkan tubuhnya. Elvina yang sedari tadi nampak asik bermain ponsel pun kini mengalihkan pandangannya pada Aji yang nampak lemas.“Yaudah serahin aja perusahaan ke Tiara. Biar dia yang urus, kamu tinggal rebahan di rumah.” Jawab Elvina dengan wajah sumringahnya. Aji menggeleng, “Aku sudah memutuskan untuk memberikan kuasa perusahaan ini pada Ana. Tiara hanya akan mendapatkan beberapa persen saham saja,” balas Aji menolak. Raut kesal pun terpancar dengan jelas pada wajah Elvina. “Kamu kira lulusan SMA bisa memimpin sebuah perusahaan? Lagian Ana ngga akan bisa ambil kendali perusahaan, kamu i
Dentuman suara musik mengalun menyeruak kedalam telinga setiap orang yang datang. Lampu terang mampu memperlihatkan setiap insan yang datang dengan riasan wajah yang sudah mereka persiapkan. Dalam ruangan yang besar ini mampu menampung ribuan orang, dan saat ini sudah banyak orang yang datang untuk mengikuti Pesta Relasi di Perusahaan milik Adira. Ya, ini adalah hari sabtu. Dimana semua rekan kantornya menghadiri pesta yang sudah ia janjikan untuk lebih mempererat tali silaturahmi antara rekan kerja dan atasan. Semua mata pun tampak tertuju pada Adira yang berjalan dengan menggandeng Ayana di sampingnya. Bak seorang Raja dan Ratu, kini mereka menjadi pusat perhatian selama mereka berjalan masuk kedalam ruangan. Tatapan kagum terpancar dengan nyata di mata setiap orang yang menatap mereka. Ayana yang memakai dress Vero Navy Blue Smocked Off-Shoulder mini dress. Dress tersebut sangan pas untuk tubuh Ayana, karena mampu membentuk lekuk tubuhnya dengan sempurna. Ti
Terdengar suara ricuh dalam suatu ruangan. Teriakan dan goresan antar benda sangat terdengar dengan jelas. Terdapat empat orang di dalamnya yang tampak sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.“Kak, itu balonnya kurang gede,” peringat gadis berusia lima belas tahun itu dengan meneriaki salah satu kakak laki-lakinya.“Jangan gede-gede, nanti meletus. Terus habis balonnya,” jawabnya yang enggan mendengarkan suara adiknya.“Tapi ngga sekecil ini juga bego,” sahut lainnya dengan menoyor kepala orang yang di panggil Kak tadi. Ry, mendengus kesal setelah mendapatkan toyoran keras di kepala oleh Theo. Theo pun mengambil balon yang sudah di tiup oleh Ry dan menunjukkannya pada Ayah mereka. Adira yang tadi berada di dapur pun keluar menuju ruang tamu saat mendengar anak-anak mereka bertengkar seperti biasa.“Yah, lihat deh. Balonnya terlalu kecil kan?” tanya Theo pada Adira. Adira tertawa melihat balon seukuran tangan yang bisa di genggamnya itu. “Siapa yang tiup?” tany
Adira Darsa Rajendra, lelaki berusia 30 tahun yang mempunyai paras wajah tampan serta lesung pipit yang tersembunyi di balik pipi kanannya. Adira merupakan anak pertama dari keluarga konglomerat di Indonesia. Anak dari Jayantaka Kresna Rajendra ini sangat berpengaruh dan di segani oleh negaranya, karena mereka mampu membawa dampak begitu baik untuk kemajuan rakyat dan negara tempat tinggalnya. Adira mempunyai tanggung jawab besar sebagai pemegang perusahaan pusat milik ayahnya yang berjalan di sector properti. Ia harus bisa memimpin dan menghandle semua kegiatan, serta ia harus memberikan dampak besar untuk masyarakat sekitarnya. Tidak sulit untuk Adira melakukan itu semua, karena sejak kecil Adira sudah disibukkan dengan urusan masa depannya. Hari ini adalah Hari Kamis, di mana Adira sedang duduk di kursi kekuasaannya untuk memimpin rapat guna membahas evaluasi perusahaan selama tiga bulan terakhir. Wajahnya tampak dingin, sorot matanya melihat dengan tajam kearah layar proyektor ya
Adira tampak memijit pelipisnya setelah berjam-jam memandangi setumpuk berkas yang kini menyisakan sedikit. Ini adalah tugas yang setiap hari harus ia kerjakan tanpa henti. Baginya bekerja adalah hidupnya. Sehingga ia tidak pernah meninggalkan pekerjaan sedikitpun walaupun ia merasa lelah. Terdengar suara pintu terketuk dari dalam ruangan Adira. Pintu pun terbuka dan menampilkan seorang perempuan di balik sana. Kaki jenjang, rambut panjang yang ikal, wajah yang memiliki paras cantik serta badan yang proporsional itu masuk ke dalam ruangan pribadi milik Adira. “Bapak ada temu janji jam sepuluh pagi dengan klien dari J.Y Companny di Restaurant Roasted Beans nanti,” ucap perempuan itu dengan lembut pada atasannya. Adira mengangguk, ia melirik jam tangan yang melingkar tepat pada tangan kanannya. Ia menghela saat melihat jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Ia pun mendongak dan menatap sekretarisnya itu, “Siapkan semua berkasnya sekarang lalu beri pada
Ayana turun dari mobil milik Adira, kini ia melangkah tepat dibelakang punggung Adira yang tegap. Langkah kakinya perlahan membawanya pada sebuah gedung fashion yang memang ingin ditujunya hari ini. Hari ini adalah pertama kali mereka bertemu, dan mereka langsung pergi untuk menemui Designer yang akan mendandani mereka untuk pesta pernikahan yang akan digelar sebentar lagi. Sorot mata Ayana terus mengitari luasnya gedung. Banyak baju pengantin yang sekedar digantung dan di pasang pada Patung Manekuin untuk dijadikan sample model baju. “Selamat siang Tuan dan Nyonya Adira, saya Tarisa akan membantu anda untuk memilih baju pengantin,” ucap Tarisa sopan. Tarisa pun berjalan mendahului Adira dan Ayana menuntun mereka ke ruangan yang sudah disiapkan untuk mereka. Tarisa tersenyum kearah Ayana, menuntun tubuh mungil Ayana untuk masuk ke dalam bilik ganti. Ayana mengikuti setiap langkah Tarisa tanpa melawan ataupun menolaknya dengan perkata