Kini Adira berjalan diantara para tamu undangan dengan balutan Jas Hitam yang melekat pada tubuh sempurnanya untuk menjemput Ayana yang berdiri diujung karpet yang tengah ia pijak saat ini.
Senyumnya terpancar atas kebahagiaannya hari ini bisa menikahi Ayana. Adira tampak mengulurkan tangan kananya untuk menggandeng tangan Ayana menuju pusat tamu, dimana mereka akan melakukan dansa disana.
Aji tampak menyerahkan tangan kanan putrinya pada lelaki yang kini akan bertanggung jawab atas hidup anaknya sekarang. Adira pun menggenggamnya dengan kuat dan kini menuntun Ayana dengan perlahan untuk menuju tempat yang sedang mereka tuju.
Adira kini berdiri menghadap Ayana, tangan kanan dan kirinya perlahan memeluk pinggang ramping milik Ayana. Sedangkan Ayana tampak mengalungkan kedua tangannya pada pundak tinggi Adira.
Sorot lampu kini hanya berfokus pada mereka berdua, dentingan piano kini mengalun dengan romantis menemani dua insan ini yang sedang melakukan dansa. Semua tamu dibuat takjub dengan pasangan ini, tidak hanya tampan dan cantik, mereka berdua sangat cocok jika dilihat saat ini.
Semua orang berdecak kagum melihat pasangan pengantin ini. Mereka terlihat sangat bahagia di hari penikahannya. Adira pun tampak mendekatkan kepalanya pada telinga Ayana.
“Kamu cantik hari ini,” bisik Adira yang berhasil membuat hati Ayana merasa senang.
Adira pun menatap lekat wajah istrinya itu. Dahi, mata, hidung, dan mulut ia tatap lamat-lamat, seolah ia menikmati saat memandang wajah Ayana dari dekat. Kini Adira semakin mendekatkan wajahnya pada wajah milik Ayana, hingga ia menautkan bibirnya dengan bibir mungil Ayana.
Ayana tampak membelalakkan mata terkejut saat mendapati bibir Adira kini menyentuh bibirnya secara langsung. Para tamu seketika menahan sorakan yang akan mereka berikan untuk pasangan pengantin ini.
Perlahan Adira mulai melumat bibir milik Ayana, namun tidak ada reaksi dari Ayana. Hingga ia pun memutuskan untuk menggingit bibir bawah Ayana pelan agar ia mau membuka mulutnya, dan membalas lumatannya. Dan rencana itu berhasil, kini Ayana tampak memejamkan matanya dan menikmati setiap lumatan bibir yang diberikan oleh Adira.
Sorak tamu kini tidak bisa ditahan, membuat Adira dan Ayana semakin menikmati ciuman mereka berdua.
-
Adira mengantar Ayana untuk melihat kamarnya setelah mereka sampai di rumah milik Adira. Kamar dengan luas 175 meter itu terlihat sangat luas hanya dengan satu tempat tidur, lemari, dan kamar mandi dalam.
“Kamu tidur disini, dan temui saya di ruang makan setelah kamu membersihkan tubuhmu,” ucap Adira pada Ayana.
“Lalu Bapak?” tanya Ayana.
“Saya di kamar saya, ada di sebelah ruang kerja saya.” Jawab Adira dengan nada dingin.
Ayana mengangguk paham. Adira pun pergi meninggalkan Ayana di dalam ruangan kamarnya sendirian. Ayana terus menatap punggung Adira yang kini sudah lenyap dibalik dinding kamarnya.
Perasaan bahagaianya perlahan menghilang, kini sikap Adira sudah kembali seperti saat mereka sedang berdua. Rasanya tawa Adira selama pernikahan mereka berlangsung hanyalah tawa palsu yang sengaja ia berikan untuk para tamu dan keluarga mereka.
-
Ayana berjalan memasuki ruang makan, dan kini ia mendapati Adira yang sedang menyiapkan makan malam untuk mereka. Ayana berjalan mendekat dan meraih piring dari tangan Adira untuk membantunya.
“Seharusnya bapak bilang kalau sedang lapar,” ucap Ayana pada Adira yang kini sedang menatapnya.
“Lalu kamu apa? Lagian saya sudah pesan makanan cepat saji, kita tinggal memakannya.” Sahut Adira dengan aura dinginnya.
Ayana hanya menghela napas dalam diamnya. “Setidaknya saya akan memasak untuk bapak,” lirih Ayana.
Adira kini mendudukkan dirinya diatas kursi di ruang makan. Sedangkan Ayana kini memindahkan makanan tersebut diatas piring saji untuk mereka santap berdua.
Mereka pun menikmati makanan dalam diam, tidak ada yang berbicara hingga makanan itu benar-benar tak tersisa. Ayana pun bangkit dan mengumpulkan semua piring kotor untuk dicucinya, namun ia gagal saat tangannya ditarik Adira agar ia duduk kembali ditempatnya.
“Saya mau cuci pi--”
“Ada yang mau saya bicarakan,” sahut Adira cepat disela-sela ucapan Ayana.
Wajah Ayana terlihat gelisah saat Adira ingin berbicara dengan raut wajah tegas dan dinginnya. Ini bahkan hari pertama mereka menikah, apa yang sebenarnya ingin Adira bicarakan?
Adira pun mengeluarkan map kertas berwarna merah dan membukanya tepat dihadapan Ayana. Dada Ayana kini kembali terasa sesak saat membaca judul yang tertulis di kertas itu.
“Itu adalah Perjanjian Pernikahan Kontrak kita selama satu tahun,” jelas Adira dengan menatap Ayana dingin.
Kini suasana dingin menyelimuti mereka berdua. Memang benar, tidak ada yang bisa dipertahankan untuk pernikahan pertama Ayana saat ini.
Sorot matanya menatap nanar setiap tulisan yang tergores diasat kertas putih tersebut. Setiap kali membacanya, hatinya seolah sedang diremuk oleh seseorang yang tidak bertanggung jawab. Rasanya sakit dan sesak sekali.
Perjanjian Pernikahan Kontrak
Adira Darsa Rajendra dan Nadira Ayana Wangsa
Dengan ini menyatakan bahwa pernikahan ini hanya terjadi selama satu tahun sejak tanggal pernikahan berlangsung yaitu tanggal 1 September 2019 hingga 1 Agustus 2020. Adapun beberapa syarat yang tidak boleh dilanggar selama pernikahan kontrak berlangsung:
1. Tidak boleh masuk kedalam ruang kamar ataupun ruang kerja pihak laki-laki
2. Mencampuri urusan pribadi pasangan
3. Harus bersikap baik saat dihadapan kedua orang tua pasangan
4. Harus hidup mandiri dan tidak bergantung pada pasangan
5. Boleh berselingkuh dengan memiliki pacar
6. Tidak boleh melakukan hubungan suami istri selama masa perkawinan Kontrak
7. Tidak boleh memiliki perasaan pada pasangan
8. Pihak laki-laki harus memenuhi setiap kebutuhan finansial pihak perempuan
9. Pihak laki-laki membiayai seluruh kebutuhan pendidikan untuk pihak perempuan
10. Pihak perempuan tidak perlu melakukan tugasnya sebagai seorang istri
Dengan ini Surat Perjanjian Pernikahan Kontrak dibuat. Apabila ada salah satu pihak yang melanggar, maka akan dijatuhi sanksi dengan tanggal perceraian yang dipercepat.
Ayana pun meraih pena yang sudah disediakan oleh Adira tepat disamping map berada. Setelah membaca semuanya, kini Ayana berganti menatap Adira yang sedari tadi sedang menatapnya.
“Apa kamu sanggup?” tanya Adira pada Ayana yang sedari tadi bungkam.
Ayana mengangguk, tetapi jarinya kini bergerak untuk menunjuk angka 9. Dimana ia tidak harus melakukan tugasnya sebagai seorang istri.
“Tapi saya tidak bisa untuk melakukan nomer sembilan,” ucap Ayana.
Adira mengernyit setelah membaca tulisan di nomor sembilan. Kini ia kembali menatap Ayana dengan sorot mata dingin.
“Kenapa?” tanya Adira.
Ayana menggedikkan bahu, lalu ia tersenyum tulus kearah Adira. “Ini adalah pernikahan pertama untuk saya, setidaknya saya bisa belajar untuk menjadi seorang istri yang baik sekarang. Jadi saat saya sudah cerai dengan bapak, saya bisa menjadi seorang istri yang baik untuk suami kedua saya kelak,” jawab Ayana dengan suara tegas.
Adira mengangguk paham. “Tapi jangan salahkan saya jika saya mengabaikan kehadiranmu.” Ucap Adira sembari bangkit dari tempat duduknya.
Tangan Adira dengan cepat menunjuk tempat kosong dimana tempat itu disediakan untuk tanda tangan Ayana. Ayana paham, dan ia pun langsung menggoreskan tanda tangannya diatas kertas putih.
Adira meraih map tersebut dan pergi meninggalkan Ayana yang masih diam diatas tempat duduknya. Sorot mata Ayana kini telah berubah menjadi sendu, wajahnya yang ceria seolah sirna dan berganti sedih. Hatinya kembali sakit, dan dadanya terasa sangat sesak.
Tangannya ia gunakan untuk mencengkram benda-benda disekitarnya, seolah ia sedang menyalurkan rasa sakitnya yang kini ia keluarkan dalam diam. Memendam memanglah bukan hal baik, namun perlahan Ayana sudah membiasakan diri dengan semua ini.
Setelah mencuci piring, Ayana kini membaringkan tubuhnya diatas ranjang queen size miliknya. Seolah ranjang ini memang sengaja hanya di dedikasikan untuknya. Ayana menutup matanya perlahan karena merasa panas, ia ingin mengistirahatkan tubuhnya sejenak dari kejamnya dunia yang ia lalui.
-
Suara dering Alarm mendominasi ruang kamar milik Ayana. Ayana pun tampak meraba sekitar untuk mematikan Alarm tersebut. Ia melirik jam dan kini menunjukkan pukul 05:00 AM. Ia segera bangkit dan membersihkan diri sebelum pergi menuju dapur.
Ini adalah hari pertamanya untuk menjadi istri seorang Adira Darsa Rajendra. Walaupun ia tidak tahu apa respon yang akan diberikan oleh Adira nanti, tetapi Ayana tetap akan memasak untuk Adira sarapan sebelum pergi ke kantor.
Sejak kecil Ayana memang sudah mandiri. Mama tirinya tidak pernah mengurusnya dengan baik, sehingga Ayana mengerjakan semuanya sendiri. Termasuk hal rumah tangga.
Ayana tampak mengikat rambutnya dan memasang Apron pada tubuhnya, agar baju yang ia kenakan tidak kotor terciprat oleh minyak.
Ia tampak menyiapkan seluruh bahan, dan mulai memasak semua bahan untuk menjadikannya makanan. Ayana menghabiskan waktu tiga puluh menit untuk memasak ayam kecap dengan sayur sop. Kini ia tampak sedang menyajikan masakannya diatas piring.
Ayana telah menyelesaikan pekerjaannya, kini ia melirik jam dinding yang terdapat di dapur. Sudah jam 07:00 AM. Apa Adira sudah bangun?
Tak lama Adira keluar dari ruang kamarnya dan sudah siap dengan seragamnya. Ayana tersenyum menyambut Adira yang kini berjalan kearahnya.
“Sarapan dulu pak, saya sudah masak,”
Adira menghentikan langkah kakinya untuk bertemu pandang dengan Ayana sebentar. Ia menggeleng setelah matanya berputar melihat masakan yang baru saja selesai Ayana masak pagi ini.
“Saya sudah kesiangan,” ucap Adira dengan menunjukkan jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya.
“Itu semua kamu makan aja sampai nanti siang, kalau ada sisa buang aja. Soalnya saya tidak makan dirumah.” Lanjut Adira sebelum ia kembali melangkahkan kakinya menuju pintu rumahnya.
Ayana mengekor dibelakang Adira yang kini berhenti sebentar untuk mengenakan sepatu. Ayana tampak menjulurkan tangannya, namun Adira tidak menggubrisnya dan malah membuka pintu melenggang keluar dari rumahnya untuk pergi menuju kantor.
Ayana menghela napas berat, ia menatap miris tangan kanannya yang tidak mendapatkan sahutan. “Seenggaknya pamit dan salam dulu,” lirih Ayana.
Semoga kalian suka ^^
Terdengar suara ricuh dalam suatu ruangan. Teriakan dan goresan antar benda sangat terdengar dengan jelas. Terdapat empat orang di dalamnya yang tampak sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.“Kak, itu balonnya kurang gede,” peringat gadis berusia lima belas tahun itu dengan meneriaki salah satu kakak laki-lakinya.“Jangan gede-gede, nanti meletus. Terus habis balonnya,” jawabnya yang enggan mendengarkan suara adiknya.“Tapi ngga sekecil ini juga bego,” sahut lainnya dengan menoyor kepala orang yang di panggil Kak tadi. Ry, mendengus kesal setelah mendapatkan toyoran keras di kepala oleh Theo. Theo pun mengambil balon yang sudah di tiup oleh Ry dan menunjukkannya pada Ayah mereka. Adira yang tadi berada di dapur pun keluar menuju ruang tamu saat mendengar anak-anak mereka bertengkar seperti biasa.“Yah, lihat deh. Balonnya terlalu kecil kan?” tanya Theo pada Adira. Adira tertawa melihat balon seukuran tangan yang bisa di genggamnya itu. “Siapa yang tiup?” tany
Dentuman suara musik mengalun menyeruak kedalam telinga setiap orang yang datang. Lampu terang mampu memperlihatkan setiap insan yang datang dengan riasan wajah yang sudah mereka persiapkan. Dalam ruangan yang besar ini mampu menampung ribuan orang, dan saat ini sudah banyak orang yang datang untuk mengikuti Pesta Relasi di Perusahaan milik Adira. Ya, ini adalah hari sabtu. Dimana semua rekan kantornya menghadiri pesta yang sudah ia janjikan untuk lebih mempererat tali silaturahmi antara rekan kerja dan atasan. Semua mata pun tampak tertuju pada Adira yang berjalan dengan menggandeng Ayana di sampingnya. Bak seorang Raja dan Ratu, kini mereka menjadi pusat perhatian selama mereka berjalan masuk kedalam ruangan. Tatapan kagum terpancar dengan nyata di mata setiap orang yang menatap mereka. Ayana yang memakai dress Vero Navy Blue Smocked Off-Shoulder mini dress. Dress tersebut sangan pas untuk tubuh Ayana, karena mampu membentuk lekuk tubuhnya dengan sempurna. Ti
Dalam sebuah kabin dengan sentuhan warna putih membuat ruangan terlihat sangat lebar. Disana terlihat Aji dan Elvina yang tampak berbaring diatas ranjang mereka, menikmati waktu santai seperti biasanya.“Beberapa hari ini badan ku tidak sesehat seperti dulu. Rasanya lemas sekali, sampai mikirin masalah perusahaan pun belum tentu bisa,” lirih Aji yang sedang membaringkan tubuhnya. Elvina yang sedari tadi nampak asik bermain ponsel pun kini mengalihkan pandangannya pada Aji yang nampak lemas.“Yaudah serahin aja perusahaan ke Tiara. Biar dia yang urus, kamu tinggal rebahan di rumah.” Jawab Elvina dengan wajah sumringahnya. Aji menggeleng, “Aku sudah memutuskan untuk memberikan kuasa perusahaan ini pada Ana. Tiara hanya akan mendapatkan beberapa persen saham saja,” balas Aji menolak. Raut kesal pun terpancar dengan jelas pada wajah Elvina. “Kamu kira lulusan SMA bisa memimpin sebuah perusahaan? Lagian Ana ngga akan bisa ambil kendali perusahaan, kamu i
Langkah kaki besar milik Adira membawanya untuk masuk kedalam gedung besar milik RAJI'S COMPANNY. Sejak kedatangannya raut wajahnya nampak serius dan tidak menampakkan kesenangan sama sekali. Adira menghentikan langkahnya tepat pada lift yang masih tertutup dengan rapat. Ia pun tampak menunggu lift tersebut untuk segera terbuka. Diamnya membuat pikirannya terbawa pada percakapan semalam bersama Aji, Papa mertuanya. Saat itu Adira berada di taman dengan cuaca dingin di tengah-tengah tubuhnya yang masih belum pulih seutuhnya.-^Adira dapat email masuk, apa benar besok pengalihan CEO baru?^^Betul, nak. Papa akan serahkan perusahaan pada CEO baru agar bisa di kelola dengan baik,^^Siapa Pa?^ Marah Adira seolah teredam di balik saluran telephone di ponselnya. Ia tampak menunduk kesal, sembari mengepalkan tangannya dengan kuat setelah mendengarkan jawaban dari Aji tentang siapa yang akan menggantikannya.^Ngga bisa dong Pa. Ini ngga adil buat Ana,^ tegas Adira pada
Ayana tampak membawa nampan berisi bubur ayam dan segelas air putih serta obat yang sudah di berikan dokter untuk Adira. Ia pun menaruhnya diatas nakas sebelah ranjang mereka. Ayana kini tampak membantu Adira untuk bisa duduk dengan nyaman. Adira sudah sadar sejak kedatangan dokter yang menanganinya tadi. Tentu saja ia mendapatkan amukan dari dokter karena terus mendapatkan keluhan tentang perut Adira. Sudah empat tahun terakhir Adira memiliki penyakit ini, dan baru tiga tahun ia menuruti perkataan dokter agar penyakitnya tidak kambuh. Adira tampak tersenyum tipis dengan bibirnya yang pucat.“Makan dulu Mas,” ucap Ayana dengan meraih semangkuk bubur hangat tersebut. Perlahan Ayana tampak mengarahkan sendok berisikan bubur tersebut pada mulut Adira. Adira pun menurutinya dan memakannya walau terasa sedikit pahit di dalam mulutnya. Seperti itu hingga makanannya habis tak tersisa. Kini Ayana pun berganti untuk memberikan minum kepada Adira sebelum meny
Arsen berjalan masuk kedalam ruang kantor yang sudah lama tidak ia kunjungi. Setelah kepulangannya dari Paris, ia langsung memutuskan untuk kembali bekerja agar bisa membantu Adira yang pasti kewalahan mengurus kantornya sendiri. Tidak hanya itu, ia membantu Adira sebagai ucapan terima kasih telah memberikan banyak hal selama ia di Paris.“Selamat pagi, Pak Arsen.” Sapa seorang karyawan perusahaan.“Pagi.” Sahut Arsen. Ia pun terus melangkah menuju ruangan milik Adira, dimana itu adalah rumah kedua untuknya. Ia membukanya tanpa permisi, dan mendapati Adira yang sudah fokus pada pekerjaannya.“Gila, pagi banget lo. Tumben?” tanya Arsen alih-alih menyapa Adira yang sudah fokus pada pekerjaannya.“Banyak banget kerjaan yang terbengkalai selama gue ngga masuk kantor. Ngga ada yang backup gue juga,” jawab Adira tanpa mengalihkan fokusnya sama sekali.“Gue bisa bantu apa?” Adira diam. Ia sepertinya sedang memikirkan apa yang bisa dilakukan Arsen untuknya. “Minta tolo