Share

Istri Polos Mas Duda
Istri Polos Mas Duda
Author: Vitalyn

Awal Mulanya Kehancuran Bagi Hanum!

“Ayah, sudah menjodohkan kamu dengan pria pilihan Ayah, dia juga anak sahabat Ayah. Namanya Arkan. Dia seorang pria dewasa yang sudah mapan, keluarganya juga sangat terpandang, dan Ayah yakin kamu akan hidup bahagia jika menikah dengannya,” jelas Ayah.

Hanum terdiam mematung. Entah perbuatan dosa apa yang sudah ia lakukan sehingga sekarang ia mendapat karma yang sangat menyakitkan hati.

“Ayah, Hanum masih kuliah ... Ba—bahkan baru setengah jalan. Ba—bagaimana dengan cita-cita, Hanum?” tanya Hanum dengan suara yang sudah bergetar. Apa yang ia pernah takutkan pun kini terjadi juga.

“Hanum, kamu masih akan tetap bisa kuliah sampai lulus, Ayah tidak akan buat kamu putus ditengah jalan. Yang pasti, karena Ayah telah menjodohkan kamu, Ayah berharap kamu menerimanya,” ujar Ayah seraya menatap sang putri dengan lekat, Bunda pun tidak mampu berkata-kata karena beliau juga hanya bisa pasrah dan menyerahkan semua keputusan terbaik itu pada sang suami.

Hanum tergugu, sebisa mungkin ia mencerna apa yang baru saja Ayahnya katakan. Tanpa bisa dicegah rasa sesak mulai melingkupi dalam dirinya.

"Tidak! Hanum tidak bisa menerima perjodohan ini, Ayah." Tolak Hanum langsung tanpa perlu memikirkan lebih dulu.

"Kenapa?! Ayah melakukannya juga itu karena kamu, anak gadis Ayah satu-satunya! Jadi karena ini sudah menjadi keputusan Ayah, tidak ada kata menolak. terima atau tidak terima, kamu harus melakukannya!" Putus Ayah dengan tegas.

Ayah Bara melakukan perjodohan anak gadis satu-satunya dengan anak sulung sahabatnya sendiri. Pria tersebut yang katanya sudah mapan, artinya sudah memiliki pekerjaan tetap dan jangan lupakan kata bahwa keluarga besarnya sangatlah terpandang.

Perjodohan ini terjadi karena satu kejadian Ayah Bara pernah melakukan perjanjian resmi dengan sang sahabat, niatnya pun hanya karena keduanya ingin lebih mempererat hubungan antara persahabatan menjadi keluarga.

Maka dari itu sekarang Ayah Bara melakukannya saat ini agar tidak terlalu lama lagi ia terus memegang janji dengan sang sahabat.

“Kenapa? Kenapa Ayah melakukan perjodohan tanpa meminta pendapat Hanum lebih dulu?! Apa Ayah tidak menghargai adanya Hanum di sini?!” Luap sudah amarah Hanum yang sedari tadi ia tahan.

“Hanum bukan lagi anak kecil Ayah, Hanum masih harus capai cita-cita dan kesuksesan yang Hanum inginkan. Bukan seperti ini!”

“Ayah hanya ingin yang terbaik untuk kamu, Hanum. Apa susahnya kamu tinggal menerimanya dan segera mungkin Ayah akan mengurus semuanya. Kamu tidak perlu susah-susah lagi mencari pekerjaan, dan akan hidup dengan nyaman lalu bahagia,” ucap sang Ayah tetap teguh dalam keinginannya.

"Aku tidak membutuhkan itu, Ayah! Aku tidak butuh hidup dengan mewah dan bergelimang harta! mengapa Ayah sangat susah hanya untuk mengerti pada posisiku?"

Pecah sudah tangis Hanum dengan suara yang sedikit melengking pada pria yang selama ini selalu ia hormati itu.

Hanum bangkit dari posisi duduknya. “Ayah tega melakukan ini pada Hanum! Hanum bahkan tidak pernah meminta apapun pada kalian. Tapi ini, kalian dengan mudahnya menentang keinginan Hanum dalam kesuksesan berkarir, apa susahnya sih Ayah memberi dukungan walau hanya sencuil pun? Aku butuh itu Ayah ... tidak dengan yang lain.”

“tapi sekarang, semuanya hancur, musnah! Ayah dengan lantangnya sekarang telah menjatuhkan mental dan kepercayaan diri Hanum dalam hitungan menit!” seruan Hanum dengan sudah berderai air mata.

Setelah meluapkan isi hatinya Hanum langsung beranjak dari tempatnya, pergi meninggalkan kedua orangtuanya yang terdiam dalam heningnya.

Tidak dipungkiri hatinya merasakan sesak hingga rasanya ia tidak bisa bernafas. Satu-satunya harapan yang Hanum miliki telah direnggut dalam beberapa menit yang lalu.

‘Perjodohan’ sialan, satu kata itu telah membuat Hanum merasa hidupnya sangat tidak seberuntung orang di luar sana.

*****

Di taman yang asri, Hanum duduk termenung sendirian di kursi panjang di taman. Setelah berdebat dalam suasana tegang tadi, berakhir ia berada di tempat tersebut dengan pandangan kosong namun pikirannya penuh dengan ulasan perkataan sang Ayah.

Tanpa bisa dicegah air matanya luruh membasahi kulit putih mulusnya. Hanum ingin berteriak rasanya, berteriak sekencang-kencangnya pada sang penguasa takdir, kenapa kata perjodohan harus ada dalam hidupnya? Kenapa ia tidak bisa menjalani kehidupan seperti yang ia inginkan? Kata kenapa, kenapa, dan kenapa selalu ingin Hanum teriakkan.

Asik dengan lamunannya, Hanum dikejutkan dengan sapuan lembut pada pipinya, dan mendapati tangan mungil yang sedikit berisi. Hanum menoleh melihat seorang anak laki-laki yang gembul berdiri tepat di sampingnya, di atas kursi panjang tempat Hanum duduk tersebut.

“Tante cantik kenapa?” tanya anak laki-laki tersebut.

“Ah, tidak. Tante tidak apa-apa,” kelit Hanum sembari menunjukkan senyuman kecilnya.

Yang menjadi pertanyaannya adalah sejak kapan anak tersebut ada di sampingnya? Dan, kenapa ia tidak merasakan adanya pergerakan sedari tadi?

“Adek ini siapa? Kenapa bisa ada di sini, hm?” tanya Hanum.

“Nama ku Sean. Tidak ada, hanya jalan-jalan lalu melihat mereka yang bisa tertawa bahagia dengan keluarga yang lengkap,” jawab anak tersebut yang kini sudah duduk dengan baik di samping Hanum.

Hanum melihat pada arah pandangan anak itu, terlihat di sana memang ada satu keluarga yang beranggotakan tiga orang, dua orang antara pria dan wanita dewasa, lalu gadis kecil tengah tertawa lepas nampak sangat bahagia dari raut wajahnya.

Setelahnya Hanum kembali menatap wajah Sean, ia melihat dimata Sean menunjukkan ada ruang yang lama kososng, tapi entah apa itu Hanum tidak tahu.

“Tentu saja mereka bahagia dengan adanya seorang Ayah dan Ibu, gadis kecil itu akan selalu merasa aman dan nyaman. Sean juga seperti itu, memiliki kedua orang tua yang selalu sayang dan menyayangi Sean dengan tulus, jika tidak mana mungkin mereka mau melahirkan dan menghadirkan Sean di sini dengan wajah tampan dan menggemaskan ini,” ujar Hanum dengan sedikit gurauan diakhir kalimatnya dan tersenyum lembut pada anak itu.

“Tidak, Sean tidan seperti dia. Keberuntungnya bisa hadir dalam keluarga yang bahagia itu tidak pernah Sean dapatkan, Tante. Bagi dia, Sean hanyalah anak pembawa sial,” lontar Sean sembari tersenyum kecil setelah terdiam beberapa saat.

Hanum terdiam mendengar penuturan anak kecil itu, tidak tahu harus memberi respon seperti apa. Mendengarnya berkata demikian Hanum bisa langsung menyimpulkan jika Sean tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari sosok itu, sosok yang paling berpengaruh dalam hidup seorang anak.

“Apakah Tante cantik mau menjadi Mommy, Sean? Tapi Tante cantik harus menikah lebih dulu dengan Daddy, Sean, lalu kita akan menjadi seperti mereka,” ucap Sean sembari menunjuk arah keluarga yang tepat berhadapan keduanya.

“Eh?!” Mata Hanum langsung membola dan menatap Sean dengan keterkejutan yang luar biasa.

*****

Sesuai dengan ucapan bundanya semula ia kembali ke rumah secara tiba-tiba mengatakan bahwa malam ini keluarga pihak laki-laki yang telah dijodohkan dengannya akan datang untuk membahas kelanjutan masalah perjodohan.

Hanum saat ini sudah menggunakan busana muslimah dengan wajahnya yang sudah dilapisi make-up tipis. Hanum menatap kosong dirinya di pantulan cermin, ternyata ucapannya tadi pagi tidak membuat sang Ayah sadar jika ini bukanlah yang dia harapkan.

Hanum rasanya ingin kembali menangis, ingin menghilang dan pergi jauh dari rumah. Tapi ia tidak sampai hati untuk melakukan itu, karena berbuat nekat pun akan berakhir sia-sia saja.

“Hanum, ayo sayang. Di bawah keluarga laki-lakinya sudah datang.”

Hanum menuruni akan tangganya dengan didampingi Bunda. Hanum membasahi bibirnya pelan untuk menghilangkan rasa gugupnya, dengan langkan yang pelan Hanum dapat melihat beberapa orang yang sudah memenuhi ruang tamu.

“Astaga, ini Hanum, ya? Dari kecil Tante lihat kamu selalu cantik dan menggemaskan. Sekarang sudah dewasa dan semakin cantik saja,” ucap wanita paruh baya tersebut bernama Stela.

Hanum hanya menanggapi dengan senyum kecil. Ia merasa canggung dan sedikit kikuk dengan situasi ini.

“Hai, Tante cantik,” seru seorang tiba-tiba, dan suara yang terdengar masih belia.

Hanum menengok, seketika matanya membola lebar. “Oh, h— Hay!”

“Wah, ternyata Hanum sudah kenal dengan, Sean,” ucap Tante Stela.

“Hanya kebetulan saja, Tante,” jawab Hanum.

Perbincangan pun terus berlanjut, yang awal mulanya hanya sekedar basa-basi kini kedua keluarga itu langsung membahas inti dari apa saja dalam pernikahan.

Hingga tiba-tiba terdengar suara salam dan muncul seseorang yang sukses membuat Hanum terpaku di tempatnya.

“Assalamu’alaikum,” salam seseorang tersebut.

“Wa’allaikumusalam,” jawab semua orang, kecuali Hanum.

Hanum merasa seketika detak jantungnya berhenti saat itu juga ketika melihat wajah sosok itu. Bibirnya terkatup rapat tanpa bisa mengucapkan apa-apa lagi.

Ya, pria itu yang akan dijodohkan dengannya tidak lain adalah dosennya sendiri. Dia adalah Fahreza Arkan Adhyatma, yang akhir-akhir ini sering disapa dengan Pak Reza di wilayah kampus. Tidak ada yang tahu jika pria yang memiliki dua nama panggilan itu adalah orang yang sama.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status