Share

Lamaran Datang

Kini semua orang sudah terkumpul. Suasana seketika menjadi hening, hingga pada akhirnya Ayah Bara langsung membuka perbincangan antara mereka.

“Hanum, kenalkan mereka adalah sahabat Ayah dan Bunda, namanya Om Bagas dan Tante Stela. Kalau pria itu, anaknya, putra sulung beliau, orang yang Ayah jodohkan dan akan menjadi suami kamu nanti, namanya Arkan. Lalu, bocah kecil yang tengah kamu pangku itu adalah putra Nak Arkan. Ya, dia adalah duda satu anak,” ucap Ayah memperkenalkan keluarga yang bertamu di rumahnya.

“Apa?! Apa Ayah tidak salah? Ayah, dia itu bahkan dosen Hanum sendiri di kampus!” Kaget Hanum tanpa sadar memekikkan suaranya.

“Ya, Ayah tau itu,” sambung Ayah.

Hanum tambah terkejut. Yang benar saja, tuhan. – batin Hanum.

“Nak Arkan, ini anak perempuan satu-satunya saya yang bernama Arsyila Hanum Khayla.” Ayah Bara kini memperkenalkan Hanum pada pria tersebut.

“Ayah, apa yang Ayah lakukan? Hanum bahkan belum menjawab titah Ayah yang tadi pagi,” ucap Hanum pada sang Ayah agar berhenti melakukan semua ini.

“Baik, sekarang kamu bisa memberikan jawabannya setelah Om Bagas dan Arkan selesai berbicara,” sambut sang Ayah Bara.

Mendengar itu Hanum hanya berpasrah diri dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Ayahnya benar-benar sangat susah untuk diajak dalam pihaknya.

“Silakan, sudah saatnya untuk Pak Bagas berbicara.” Ayah mempersilakan pada Om Bagas dengan sopan untuk berbicara.

“Baik, saya dan orang tua kamu sepakat akan menjodohkan kamu dengan Fahreza Arkana Adhyatma, putra sulung saya,” ungkap Om Bagas.

“Arkan, dilanjutkan.” Om Bagas mempersilakan sang putra untuk berbicara langsung.

Arkan mengangguk mengerti. Ia duduk dengan kedua tangan yang bertumpu pada pahanya. “Bismillah ... izinkan saya memperkenalkan diri, saya Fahreza ArkanaAdhyatma. Maaf sebelumnya, saya ini adalah seorang single father dengan satu anak yaitu Sean Alexander Adhyatma.” Arkan menunjuk pada Sean yang duduk nyaman di atas pangku Hanum.

Sejak Arkan berbicara semua tengah menatapnya, termasuk Hanum yang tiba-tiba saja shock mendapat kenyataan ternyata pria yang dijodohkan dengannya adalah seorang duda? Ia pikir, bocah kecil yang duduk di seberangnya ponakan Arkan, tapi ternyata dia salah besar.

“Langsung saja, maksud dan tujuan kami sekeluarga datang ke sini adalah untuk meminang putri dari Om Bara untuk menjadi istri dan ibu sambung Sean,” sambung Arkan.

Ya Allah ... kenapa sudah seperti ini?! – batin Hanum menjerit.

“Sebelum dilanjutkan, mungkin ada pertanyaan yang ingin ditanyakan oleh putri Ayah?” Ayah memberi kesempatan untuk Hanum berbicara atau menanyakan sesuatu jika ada.

Sang Bunda mengusap bahu sang putri, lalu bertanya dengan lembut. “Apa ada yang ingin Hanum tanyakan?”

Hanum menggeleng, tidak ada kata-kata yang bisa ia ucapkan saat ini karena sedari awal ia memberikan suara pun tidak diindahkan oleh sang Ayah.

“Baik, untuk pertanyaan dari saya pribadi. Apakah Nak Arkan mampu menuntun putri saya untuk ke jalan surga, kelak? Dan apakah Nak Arkan bisa berjanji untuk tidak akan ada niat menyakiti putri saya baik hati, mental maupun fisiknya?” tanya Ayah Bara sungguh-sungguh pada Arkan.

“Insya Allah, saya akan berusaha semampu mungkin untuk bisa menuntun serta membimbing putri Om ke jalan surganya. Untuk berjanji, saya tidak bisa melakukannya ... tapi saya akan langsung membuktikannya bahwa saya tidak akan mengecewakan Om dan Tante. Saya akan menjaganya, dan menjadi suami siaga sekaligus teman hidupnya dalam keadaan sedih maupun bahagia,” jawab Arkan dengan mantap dan percaya diri.

Semua yang ada di satu ruangan itu tersenyum dan merasa salut dengan jawaban yang diberikan oleh Arkan itu. Dikecualikan Hanum saja yang masih terdiam dengan pikirannya.

“Apa boleh, saya juga ingin mengajukan satu pertanyaan untuk Hanum?” pinta Arkan pada semua orang.

“Tentu, silakan Nak Arkan.” Persilakan Ayah Bara.

“Jika ... Hanum menerima pinangan dari saya, apakah Hanum tidak keberatan dengan status saya sebagai duda satu anak? Dan, apakah Hanum bisa menerima Sean dan memperlakukannya dengan baik seperti anak kandungnya sendiri?” Tidak disangka-sangka, pertanyaan itu terlontar begitu saja dari bibir seorang duda itu.

Hanum meneguk susah salivanya, serasa ia sedang menelan batu kerikil saja. Tangannya mencengkram erat kedua tangannya sendiri.

Saat ini, Hanum merasa sudah benar-benar berada diambang jurang. Antara jurang keraguan, dan ketakutan.

“Tante cantik, mau ya jadi Mommy, Sean dan menikah dengan Daddy?” tanya Sean pada hanum dengan pandangan mata penuh harapan.

Melihat Sean, Hanum menjadi semakin bimbang dengan semua ini.

Arkan pun hanya diam menunggu jawaban dari Hanum saat putranya berucap memohon pada gadis itu.

Hanum membuang nafas beratnya, kemudian menjawab. “Bagaimana pun, jika memang saya menerima pinangan Bapak, otomatis saya juga akan bersedia menerima keberadaan anak Bapak. Mau sekuat apapun saya menolaknya juga Sean akan tetap menjadi anak saya, meski bukan saya sendiri yang melahirkannya.” Hanum menjawab dengan lugas walau dalam kondisi suara yang terdengar bergetar, dan jawabannya itu telah berhasil membuat semua orang tertampar dengan kenyataan.

“Jadi apakah Hanum sudah menerima pinangan dari Nak Arkan?” tanya Ayah Bara pada putrinya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status