Share

Saya Bukan Bapak Kamu!

Clara segera berbalik mengambil kunci mobil lalu melangkah pergi menuju pintu keluar kamar.

Melihat kepergian sang istri, Arkan segera bergerak menyusul dan menghadang langkahnya. "Clara! Clara, tolong kamu jangan gegabah. Ingat, impian dan mimpi kecil yang telah kita susun dan akan lewati bersama dengan anak kita. Aku mencintaimu, tolong jangan pergi dan bertahanlah."

"Aku muak, Arkan! Aku capek! Tapi kamu tidak pernah mengerti berada di posisi aku! Sekarang aku tanya dan minta kamu untuk memilih, kamu pilih aku atau anak itu dan kita bercerai?"

Arkan terdiam terpaku, disaat dirinya langsung dihadapkan dengan dua pilihan yang sama beratnya. Arkan merasa kini semesta tak lagi berpihak kepadanya.

Cintanya kepada Clara begitu besar, namun ia juga tidak bisa meninggalkan anaknya, darah dagingnya sendiri demi memenuhi keegoisan Clara yang sudah tak memiliki hati untuk keutuhan rumah tangganya. 

"Ayo jawab, kenapa hanya diam saja?"

Kedua telapak tangan Arkan terkepal kuat, dia tertunduk membisu. Sungguh sangat disayangkan, kisah yang dulu ia mulai dengan satu harapan untuk bahagia selamanya dengan orang yang dia cintai, kini seolah menunjukkan sudah tidak pantas untuk ia perjuangkan lagi.

Arkan kembali menegakkan kepalanya menatap wanita itu yang telah berhasil membuatnya untuk tidak lagi mempercayai adanya cinta di dunia.

“Jika itu yang kamu inginkan ... pergilah, aku melepaskan mu dari semua jeratan dan tuntutan pernikahan ini. Tapi ingat satu hal, saat setelah kamu keluar angkat kaki dari rumah ini kamu tidak akan pernah lagi diterima dan tak akan pernah aku biarkan kamu bertemu dengan anakku lagi. Saya, Fahreza Arkan Adhyatma menalak tiga kamu Clara Madison! Silakan pergi, karena mulai sekarang kamu bukan lagi bagian dari hidup saya dan anakku, selamanya!”

“Ck! Jadi begitu keputusanmu? Kamu lebih memilih anak cacat dan pembawa sial itu! Baik, aku akan segera mengurus surat perceraian lalu pergi jauh dari sini untuk melanjutkan hidup bebas yang aku korbankan dulu hanya untuk menikah dengan pria sepertimu!”

Clara pergi melanjutkan langkahnya keluar dari kamar itu, keputusannya untuk pergi dan bercerai dengan Arkan sudah sangat ia tekadkan.

Satu hal yang Arkan sadari setelah kejadian ini, ternyata dia telah salah menempatkan hati. Arkan pikir dengan memiliki istri cantik, berbakat, dan berasal dari keluarga terpandang itu akan membuat hidupnya berajalan sempurna.

Tapi ternyata dia salah besar, pernikahan yang dia junjung tinggi keharmonisannya, kini telah dihancurkan oleh Clara istrinya sendiri. Rasa sakit karena dibuang bagaikan sampah seperti ini tidak akan pernah Arkan lupakan seumur hidupnya.

Malam harinya setelah pertengkaran itu terjadi, Arkan kembali ke rumah sakit dengan keadaan lesu dan tangan kosong.

“Arkan, ke mana asinya? Perawat sudah menunggu kamu sejak tadi,” ucap Ibu Stela setelah melihat putranya tiba di depan ruang NICU.

Tanpa bicara apapun, Arkan langsung memeluk sang Ibu. Pria itu menangis tergugu dipelukan wanita yang melahirkannya.

Selama ini dia terus berusaha menutupi sikap buruk dan arogan Clara, namun hari ini semuanya telah selesai. Arkan sudah tidak ingin lagi menutupinya, biarkan wanita itu akan menerima pandangan buruk dari keluarganya.

“Maafkan Arkan, Ibu. Maafkan Arkan ...”

“Nak, kamu kenapa, hah? Di mana istrimu itu? segera berikan asinya karena anak kalian membutuhkannya,” ucap Ibu Dtela berusaha melepaskan pelukan arkan.

Arkan tidak bisa bicara apapun. Dia terus menangis tanpa suara, Arkan merasa gagal menjadi seorang suami serta kepala keluarga untuk mempertahankan rumah tangganya, juga merasa gagal karena tidak bisa berbuat apa-apa untuk bayi kecilnya.

Hari ini adalah hari paling menyakitkan yang tidak akan pernah Arkan lupakan seumur hidupnya sampai dia mati. Arkan bersumpah, jika kelak putranya selamat, dia tidak akan pernah memberitahu siapa ibunya.

~~~~~~~~~~~~~~

Setelah mengetahui jika anaknya masih hidup, Clara tiba-tiba dilanda rasa penasaran yang teramat sangat. Dia penasaran bagiamana wajah putranya, dan bagaimana kehidupan Arkan saat itu tanpa dirinya.

“Ayah, aku minta alamat kantor Arkan sekarang. Aku ingin menemuinya dan membicarakan kembali ini semua.”

*****

Hari pertama untuk Hanum kembali lagi beraktivitas seperti biasa di area kampus setelah mengambil cuti pernikahan beberapa hari. Arkan dan Hanum setelah mengantar Sean lebih dulu ke sekolah, kedua pasangan itu beralih menuju kampus.

Mereka akan menjalani kehidupan seperti sedia kala jika berada di area kampus, demi menutupi status pernikahan Arkan dan Arkan harus melakukannya dengan menjadi Dosen dan mahasiswi yang tidak saling mengenal.

“Tidak usah sampai masuk area kampus, Bapak turunkan saja aku di belokan tikungan sana. Aku tidak mau sampai ada yang melihat kita berada di satu mobil,” ucap Hanum.

Arkan hanya terdiam dengan wajah datar saja tidak menanggapi. Pria itu masih terfokus dengan kendali mengemudinya.

“Bapak dengar tidak sih?!” ucap Hanum mulai kesal, dia menatap berang pada Arkan.

Arkan balas hanya meliriknya sekilas, lalu kembali menghadap depan.

“Pak! Bapak budek ya?!”

“Saya bukan bapak kamu,” sahut Arkan datar.

Hanum dibuat cengo mendengar jawaban Arkan. Hanya karena panggilan saja dipermasalahkan, Hanum sendiri tidak paham dengan perubahan yang ditunjukkan oleh Arkan dari semalam.

"Ya terus aku haru panggil apa? biasanya juga panggil gitu," ujar Hanum heran.

Arkan tidak menjawab lagi, pria itu hanya terus fokus dengan menyetir. Hanum menghela nafas panjang, merasa pusing jika harus berhadapan dengan Arkan yang bersifat dingin seperti saat ini.

"Heran, itu muka datar terus tidak ada ekspresi lain, apa," lirih Hanum gerutuannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status