"Di- dia..." Caroline terbata.
"Dia adalah Ariana Bellwood," ucap William."Siapa dia Yang Mulia? Dia sangat mirip dengan saya.""Bukan mirip, tapi sama persis. Dia adalah kekasihku, calon istriku yang seharusnya menjadi puteri kerajaan dua bulan lagi. Tapi seseorang mencoba mencelakainya hingga dia koma seperti sekarang."Caroline masih terdiam menunggu penjelasan lebih lanjut."Keadaannya yang koma telah aku rahasiakan dari semua orang. Mereka semua berpikir Ariana sedang membantuku menjalankan tugas negara ke New York. Siapa pun yang berusaha membunuhnya pasti sedang mengira bahwa usahanya gagal total. Dia mungkin sedang merencanakan cara lain untuk mencelakai Ariana setelah Ariana kembali.""Berminggu - minggu aku berusaha membuat dia sadar. Aku mendatangkan alat - alat canggih hingga dokter dari luar negeri, tapi semuanya gagal. Lalu, satu bulan yang lalu, aku menerima laporan dari salah satu orangku bahwa ada seorang wanita yang wajahnya sama persis dengan wajah Ariana. Itu adalah kau, Nona Walter."Caroline menatap Sang Pangeran lalu bertanya, "Lantas, apa yang Anda ingin saya lakukan?""Jika kau menerima tawaranku semalam, kau harus menggantikan Ariana sebagai pengantinku dua bulan lagi dan berperanlah menjadi Ariana selama dia belum sadar. Lalu, bantu aku dan timku menyelidiki siapa seseorang yang hendak mencelakainya. Hingga detik ini, timku masih belum menemukan orangnya. Dia pasti sangat cerdik dan juga berasal dari kalangan bangsawan. Jika tidak, akan sulit baginya mengecoh timku selama ini.""Maksud Yang Mulia, sa- saya harus berpura - pura menjadi Ariana Bellwood?""Benar. Segala kebutuhanmu akan aku urus. Uang, keluarga, dan juga yang lainnya. Kau juga harus mengikuti pelajaran tentang kehidupan Ariana, mengenal orang - orang yang dia kenal dan bertingkah laku sebagaimana dia agar orang - orang tidak curiga.""Tapi Yang Mulia, sekalipun wajah kami sama, namun Nona Ariana memiliki kulit yang indah dan cantik, sementara saya..." Caroline meletakkan tangannya pada bekas luka bakar di pipi kanannya. "Saya memiliki luka bakar jelek ini dan tangan saya kasar karena terbiasa kerja keras.""Aku sudah memikirkannya. Kau juga akan menjalani perawatan kecantikan selama dua bulan ke depan. Aku telah berkonsultasi dengan dokter kecantikan kepercayaanku, dan dia mengatakan bahwa luka bakarmu bisa dihilangkan tanpa sisa.""Lalu bagaimana dengan keluarga, teman dan semua orang yang mengenal saya sebagai Caroline Walter? Mereka semua tahu saya bukan Ariana Bellwood.""Itu juga sudah aku pikirkan. Pokoknya, kau tinggal mengikuti skenario yang kubuat. Dan tentu saja, jika kau setuju, kita bisa sekaligus memberi pelajaran pada Antonie Sebastian, adik, ibu dan paman bibimu," William mengedipkan matanya dengan usil saat dia mengatakan kalimat terakhirnya.Caroline tertunduk. Dia pikir William Harrington telah membuat penawaran yang sangat menggiurkan. Memangnya siapa yang tidak menginginkan 12 juta dolar pertahun, perawatan kecantikan, hidup mewah sebagai puteri kerajaan, dan balas dendam kepada orang - orang jahat?Caroline menginginkannya. Dia ingin hidup sebagai Ariana Bellwood dan bukannya Caroline Walter yang menyedihkan."Saya akan menerimanya. Saya akan menjalankan misi yang Anda berikan. Apa yang harus saya lakukan pertama kali?""Kau yakin? Kau tidak perlu waktu berpikir satu atau dua hari?"Caroline mengangguk. "Saya yakin Yang Mulia.""Kau sudah paham resikonya bukan? Kau bisa saja celaka karena ada orang yang ingin mencelakai Ariana.""Bukankah Yang Mulia akan melindungi saya?""Tentu saja.""Kalau begitu saya siap."William mengangguk dan tersenyum puas. Hatinya bergelora."Baiklah. Ayo kita ke ruanganku untuk membicarakan soal kontrak," William berjalan mendahului Caroline menuju ruangannya.Caroline mengikuti William dengan jantung berdebar. Setelah ini, dia akan jadi kaya raya, pikirnya."Duduklah Nona Walter," William menunjuk sebuah sofa empuk lalu dia sendiri duduk di hadapan Caroline. "Ingatlah Nona Walter, setelah kau menandatangani kontrak, kau tidak akan bisa mundur. Jangan mengeluh dan jangan berkhiatan. Aku paling benci orang yang suka mengeluh dan pengkhianat."Caroline mengangguk. "Akan saya ingat baik - baik Yang Mulia.""Bagus. Kalau begitu, bacalah kontrak ini dulu. Sebagian besar pasalnya adalah aturan standart seperti menjaga nama baik kerajaan, menjaga rahasia, tidak melakukan tindakan kriminal dan lain - lain. Tapi, ada hal - hal khusus yang harus kau beri perhatian lebih," tambah Sang Pangeran."Apa itu Yang Mulia?""Pertama, kau tidak bisa berhenti berpura - pura menjadi Ariana sebelum Ariana sadar. Kedua, selama berpura - pura menjadi Ariana, kau harus selalu siap menerima tugas penyelidikan dariku. Ketiga, jika Ariana sadar, entah misimu telah selesai atau belum, kau harus pergi dari negara ini dan jangan pernah kembali. Dan yang keempat adalah yang terpenting," William mencondongkan tubuhnya ke Caroline dan menatap gadis itu dengan serius."Yang keempat, jangan pernah jatuh cinta padaku."Caroline tersenyum. Sebenarnya dia ingin tertawa karena William terlalu percaya diri, tapi dia tahan mati - matian agar tidak menyinggung William. Bagaimanapun tidak baik menertawakan seorang pangeran, pikirnya.Caroline hanya mengangguk lalu melanjutkan membaca kontraknya."Saya sudah membaca semuanya dan saya setuju untuk menjalankan kontrak ini Yang Mulia. Saya akan menandatanganinya," Caroline meraih bolpoin yang sudah tersedia di meja dan menandatangani kontrak perjanjiannya.William tersenyum puas."Bagus. Satu juta dolar pertamamu akan segera aku transfer. Sekarang, mari, raihlah tanganku," William berdiri dan mengulurkan tangannya kepada Caroline.Caroline sedikit bingung dan canggung. Tapi karena William memintanya untuk meraih tangannya, maka dia menyambut uluran tangan William.Namun, saat tangan mereka tertaut, William menarik Caroline lalu mencium bibir wanita itu secara tiba - tiba.William merengkuh tubuh Caroline hingga tubuh mereka menempel. Satu tangannya melingkar di pinggul sementara tangan yang satu lagi menyentuh tengkuk Caroline. Caroline membeku dan tubuhnya terasa kaku. Dia bingung bagaimana akan merespon selain menerima ciuman itu dengan canggung. Setelah beberapa saat mengecup bibir manis Caroline, William melepas tautan bibir mereka dan berkata, "Apa yang kau rasakan Nona Walter?" Caroline mengerjapkan matanya. Sejujurnya dia bingung akan menjawab apa. Tidak ingin ambil pusing, Caroline hanya menjawab, "Tidak ada. Saya... tidak merasakan apapun Yang Mulia." "Bagus! Kau lulus ujian. Pertahankan seperti itu untuk seterusnya. Ke depannya, di saat - saat tertentu kita mungkin harus terpaksa berciuman. Saat itu terjadi, jangan pernah merasakan apapun. Ingat perjanjian kita, no love, no sex." Caroline mengangguk. "Baik Yang Mulia." "Oh ya, berlatihlah mulai sekarang memanggilku William. Atau mungkin Will. Panggil aku Will! Karena begitulah Ariana me
"Lihatlah dia! Dia masih terus mengigau tentang pangeran," cibir Casandra. "Biarkah saja. Nanti juga dia lelah sendiri. Ayo kita bersiap untuk arisan saja," ucap Jessica. Tok! Tok! Tok!Seseorang mengetuk pintu. "Siapa itu?" gumam Jessica. "Casandra coba bukalah pintunya!" Casandra mengikuti perintah Jessica untuk membuka pintu. Dia mendapati seorang pria muda berpakaian jas berdiri tepat di depan pintu. "Siapa ya? Mencari siapa?" tanya Casandra. "Saya ditugaskan untuk menjemput Nona Caroline Walter dan membantunya pindah ke rumah baru," jawab pria itu. "Caroline Walter? Siapa itu? Tidak ada yang bernama Carolin di sini," saut Jessica saat Casandra terlihat kebingungan dan tidak memberi jawaban apapun. "Bukankah ini kediaman keluarga Walter?" "Benar. Tapi tidak ada yang bernama Caroline," Jessica terus berpura - pura. "Nyonya, kemarin saya menjemput Nona Caroline di rumah ini juga. Kau lihatlah ini," Pria itu menunjukkan lencana kerajaan di dadanya kirinya. "Aku ditugaskan
Casandra menelan ludahnya. Tubuhnya menjadi kaku seperti patung. Dia syok mendengar penuturan William. Jessica tidak ada pilihan lain selain bangkit dan dengan tergesa membuka pintu kamar Caroline. Caroline segera berlari menuju William."Will!" panggilnya. Sengaja ingin menunjukkan kedekatannya dengan William. "Kau baik - baik saja Carol?" William merangkul Caroline di hadapan semua orang, membuat semua mata melotot tidak percaya. Caroline hanya mengangguk. "Apa kita akan berangkat sekarang?" "Tentu saja. Ayo!" William menuntun Caroline. "Tunggu!" ucap Jessica. "Yang Mulia, bukankah Anda mengatakan akan menikahi Caroline kami? Lantas, bukankah itu artinya kita akan menjadi keluarga? Lebih baik kita makan bersama untuk saling mengakrabkan diri bukan?" Casandra mengangguk - angguk dengan semangat. "Hmm... itu tergantung jawaban Caroline. Carol, katakan padaku, apa mereka keluargamu?" Caroline men
"Sudah matang semuanya, sini makanlah!" William meletakkan hasil masakannya di meja makan. "Wah! Kelihatan enak," Caroline mendudukkan dirinya di kursi makan. William mulai melahap isi makanan dalam piringnya. "Ayo makanlah! Apa kau tidak suka pasta?" "Tidak. Aku sangat suka pasta. Aku hanya sedikit canggung. Aku makan semeja dengan seorang putera mahkota dan makanan ini dia yang masak." "Bukankah aku sudah bilang untuk membiasakan dirimu?" William terlihat cuek dan terus menyantap makanannya. "Kau benar. Aku hanya belum terbiasa. Dan... kau agak berbeda dengan citra pangeran yang ada di pikiranku." "Memangnya seperti apa citra pangeran yang kau tahu?" William menatap Caroline dengan penasaran. "Hmm... aku pikir seorang pangeran hanya ingin dilayani. Lalu jika dia keluar, akan ada banyak bodyguard yang mengikutinya. Dan terhadap para perempuan, dia akan bersikap sedingin es." William tertawa. Ini bukan k
Malam ini tepat tujuh hari Caroline berada di rumah sakit Westbay. Dokter Harry adalah dokter kecantikan kepercayaan William. Dan atas sarannya, Caroline menjalani prosedur pencangkokan kulit di wajahnya yang terdapat luka bakar. William tidak terlalu sering menjenguk. Namun, lelaki itu sudah menyiapkan penjagaan yang ketat dan perawat yang kompeten untuk Caroline. Untungnya, si cerewet Vivian dengan rajin menjenguk Caroline setiap malam sepulang kerja. "Aku sudah mencari tahu di internet, ternyata Dokter Harry adalah dokter bedah kecantikan terbaik di negeri kita. Dia mendapatkan gelar dan penghargaan di Amerika, pengalamannya banyak dan reputasinya sangat baik. Kau sungguh beruntung calon tuan puteri," celoteh Vivian suatu malam di rumah sakit. "Kau benar. Keberuntunganku benar - benar berada di level yang tidak masuk akal. Dokter Harry juga ramah sampai - sampai aku ingin menjadikannya ayah." "Aku tidak sabar melihat penampilan barumu. Kau pasti sangat cantik. Traktirlah aku m
"Tunggu, apa kau operasi plastik? Kemana bekas lukamu?" Jessica memandang wajah Caroline yang sudah mulus tanpa satu pun bintik hitam."Tentu saja. Aku akan jadi seorang puteri, mana mungkin William membiarkan wajahku jelek?" "Hah! Kau pasti senang sekarang hidupmu jauh lebih baik. Sebenarnya ke dukun mana kau membeli jimat hingga seorang pangeran jatuh kepadamu? Sebelum ini, laki - laki sekelas Antonie pun enggan bersamamu." "Aku tidak membayar dukun manapun. Tapi apa Ibu tahu di mana letak keberuntunganku? Keberuntunganku adalah saat Casandra merebut Antonie dariku. Terimakasih sudah membebaskanku dari Antonie dan membuatku menghadiri pasar pengantin." Jessica membuang muka. Caroline bisa merasakan kebencian dalam tatapan Jessica. "Tapi itu tidak penting. William bilang dia ingin membicarakan mengenai identitas baruku. Ya, tapi itu jika Ibu tertarik dan ingin melunasi hutang kepada Nyonya Debora. Tapi jika Ibu tidak suka, kami bisa
"Menurutmu apa mereka akan tahu bahwa itu surat adopsi palsu?" Caroline bertanya dengan bimbang saat dia dan William berada dalam perjalanan pulang dari rumah Jessica. William menggeleng dengan mantap. "Secara teknis itu bukanlah surat palsu karena itu dikeluarkan secara resmi oleh kerajaan. Cetakan, kop dan stempelnya asli. Hanya saja, peristiwa adopsi itu tidak pernah ada. Dan keluarga Walter tidak akan pernah mengetahuinya." "Aku harap begitu. Casandra dan Ibu bukan tipe orang yang kritis dan tidak terlalu cerdas. Kurasa kau benar." "Sekarang tinggal menghapus namamu di database sekolah. Setelahnya, semua teman yang pernah mengenalmu hanya perlu diberitahu bahwa mereka salah orang." Caroline mengangguk. Jauh di lubuk hatinya, dia merasa sedih sosok Caroline seperti dilenyapkan begitu saja. "Boleh aku tanya satu hal?" ucapnya. "Apa?" "Jika namaku dihilangkan dari database semua sekolahku, apa itu berarti ijazahku tidak akan berlaku?" "Sebelum menjawabnya, aku ingin tahu keman
Sudah lewat tengah malam, tapi Caroline belum juga tidur. Gadis itu membolak - balikkan badannya berharap menemukan posisi yang nyaman agar dia bisa terlelap. Tapi bukan masalah kenyamanan yang membuatnya tetap terjaga melainkan jantungnya yang terus berdetak kencang. Besok akan ada makan malam antara keluarga kerajaan dengan keluarga Bellwood. Bisa dibilang ini adalah pertama kalinya Caroline berinteraksi langsung dengan mereka sebagai Ariana. Kendati segala persiapan telah Caroline jalani mulai dari pelajaran hidup Ariana, table manner hingga gaya bicara dan berpakaian ala Ariana, tetap saja berperan menjadi orang lain artinya berakting secara langsung terus menerus tanpa toleransi kesalahan sedikit pun. [Aku tidak bisa tidur. Aku sangat nervous] Caroline mengirim pesan kepada William. Caroline pikir William pasti sudah tidur dan baru akan merespon pesannya esok hari. Tak disangka balasan dari William masuk kurang dari satu menit kemudian. [Aku juga. Cobalah minum coklat hanga