Jantung Caroline berdetak kencang menunggu bukti apa gerangan yang akan Daniel berikan. "Aku punya banyak foto dan video kebersamaan kita. Kau bisa menilai sedekat apa kita. Kau juga bisa melihat tanggal foto dan video ini diambil. Kau akan tahu bahwa kita masih bersama saat kau sudah menjadi tunangan William," Daniel menyerahkan ponselnya yang telah membuka sebuah folder kepada Caroline. Caroline dibuat terperangah oleh foto - foto dan video itu. Siapapun yang melihat gambar - gambar ini tidak akan percaya bahwa Daniel dan Ariana hanya teman biasa. "Ki- kita terlihat sangat akrab," komentar Caroline."Akrab? Menurutmu hanya akrab?" Daniel mengulas senyum miringnya. "Bagaimana dengan video yang ini?" Daniel menunjukkan satu video lagi. Hanya saja, video kali ini tidak dia simpan di folder yang sama dengan video sebelumnya, melainkan tersimpan di folder privat yang memerlukan kata sandi saat membukanya. Caroline memutar video itu dan jantungnya serasa nyaris melompat dari dadanya.
"Eeengh...," Caroline merintih saat dirinya berusaha keras untuk tersadar dari koma. "Kau sudah bangun?" William segera menekan tombol perawat saat melihat tanda - tanda kesadaran pada Caroline. Segera, dokter kerajaan masuk bersama beberapa orang perawat. Mereka melakukan beberapa pemeriksaan pada Caroline. Suara para tenaga kesehatan dan juga gumaman William terdengar samar - samar di telinga Caroline. Pergerakan mereka juga tidak lebih dari sekedar bayangan yang saling bekelebat. Caroline masih belum punya tenaga untuk tersadar sepenuhnya. Matanya masih berat dan badannya masih sulit digerakkan. Dalam waktu singkat, dia kembali pingsan. *****Caroline terbangun lagi di ruangan yang berbeda dari sebelumnya. Tidak seperti percobaan pertama, tubuhnya kali ini terasa lebih ringan walaupun masih susah digerakkan. "Caroline, kau sudah sadar? Apa kau bisa mendengarku?" tanya William. "Ya, aku bisa mendengarmu," jawab C
Caroline terus mendesah. Mengeluarkan suara seksi yang membuat gairah William semakin memuncak. Dia memiliki keinginan yang besar untuk menghentikan aktifitas ini secepatnya agar mereka tidak semakin jauh. Namun sentuhan William seolah menjadi candu yang baru bagi Caroline. "Aku... tidak bisa..." ucap Caroline yang tentu saja berkebalikan dengan isi hatinya. Kini, William telah melepaskan celana dalam Victoria Secret yang dia kenakan dan mulai memainkan jari - jarinya di antara kedua paha Caroline. "Ini sangat basah, ternyata kau juga menginginkannya Caroline," ucap William lirih. Kalimat - kalimat erotis yang keluar dari bisikan William membuat Caroline semakin sulit untuk menguasai dirinya. "Hentikan William, kita tidak boleh begini... kita tidak bisa aakh..." ucapan Caroline terputus dengan lenguhan nikmatnya karena William tiba - tiba melesakkan miliknya di bawah sana. "Akh... William, apa yang kau lakukan? Itu... sakit..." Caroline merintih. William sedikit terkejut karena
"Maafkan anakku, seharusnya aku tidak membawanya naik cable car," Seorang ibu menatap Caroline yang sedang membersihkan muntahan anaknya di dalam sebuah kereta gantung dengan penuh penyesalan. "Tidak mengapa, ini sudah menjadi tugasku. Cukup sering ada yang muntah di dalam cable car. Anak Anda bukan yang pertama kali. Jadi, tidak perlu khawatir," ucap Caroline dengan senyum hangatnya sambil terus membersihkan lantai dari muntahan sang anak. "Sekali lagi maafkan kami. Semoga harimu menyenangkan," ucap Sang Ibu sebelum berlalu pergi. "Wow lihat! Siapa yang sedang membersihkan muntahan di sini! Bukankah dia Caroline Walter?" celoteh seorang gadis yang cukup familiar di telinga Caroline. Caroline hanya menghela nafasnya, tidak berniat memberi respon apapun. "Ya benar, itu Caroline Walter. Lihat betapa menyedihkannya dia sekarang," saut seorang gadis lain sambil terkikik. Dua gadis itu lalu menghampiri Caroline yang sudah selesai dengan tugasnya. Mereka berdiri di pintu kereta gantun
"Kalau kau bisa adil pada Caroline dan Casandra, kau mungkin tidak akan celaka. Itu karena kebodohanmu sendiri jika aku gelap mata. Aku hanya seorang ibu yang akan melakukan apapun untuk puterinya," Jessica kembali meracau. Langkah kakinya limbung dan kini badannya juga sudah mulai bergetar.Caroline menatap Jessica, dia membiarkan ibunya itu bicara. Dia tahu ucapan orang yang mabuk terkadang adalah isi hati yang tidak bisa terungkap di kala sadar. Sekalipun takut akan kenyataan yang akan dia dengar, tapi Caroline merasa sangat penasaran. "Ya benar, Casandra tidak sepintar Caroline. Tapi dia anak kandungmu. Caroline hanya anak orang asing yang kau temukan di bak sampah. Bagaimana kau bisa begitu membanggakannya?" JDAR!! Bagai ada guntur di siang bolong. Caroline syok mendengar penuturan ibunya. "A- aku bukan anak kandung kalian?" Caroline bertanya sekalipun tenggorokannya seperti tercekik. "Huek!" Jessica muntah mengeluarkan isi perutnya ke sepatu Caroline. Dia terus muntah hingg
Keesokan harinya, pagi - pagi buta Casandra sudah tidak berada di rumah. Sementara Jessica baru saja terbangun ketika Caroline menghampirinya. "Ibu, bagaimana keadaanmu?" "Biasa saja." "Aku sudah membuat bubur dan minuman herbal pereda mabuk. Akan kupanaskan dulu ""Tidak perlu. Biar kulakukan sendiri. Kau berangkatlah kerja." "Ibu baik - baik saja?" "Tidak. Badanku terasa lemah. Tapi aku tidak sekarat," Jessica meregangkan otot - ototnya. "Baiklah kalau begitu. Aku akan bersiap untuk kerja," Caroline meninggalkan ibunya di ruang tamu. Sebenarnya, dia ingin membicarakan soal peristiwa di makam, tapi dia merasa sekarang bukan waktu yang tepat. Cukup banyak yang mengganggu pikiran Caroline hari ini. Untungnya pekerjaan di kereta gantung sangat banyak, jadi kesibukannya cukup untuk mengalihkan pikirannya hingga sore menjelang jam kerjanya berakhir."DAR!" seorang gadis berusia akhir 20-an datang mengejutkan Caroline dari belakang secara tiba - tiba saat dia sedang merapikan perala
Caroline membeku. Pemandangan yang dilhatnya seperti bagian penutup dari semua mimpi buruknya tentang Antonie. Antonie, kekasih yang dia cintai, sedang bercumbu mesra dengan adiknya sendiri. "Hai kalian! Apa yang sedang kalian lakukan?" teriak Vivian membuat dua insan yang tubuh dan bibirnya saling bertaut itu otomatis saling melepaskan diri. Vivian dan Caroline menghampiri mereka berdua. "Inikah yang kalian lakukan di belakangku? Kalian menjalin hubungan?" Tidak ada nada tinggi atau bentakan dalam suara Caroline. Hanya kesedihan dan kekecewaan yang disembunyikan dalam ketegaran. Antonie terdiam. "Jawab! Mengapa kau diam saja? Antonie!" Nafas Caroline mulai menderu."Aku mencintainya," ucap Antonie. "Aku mencintai Casandra. Aku sudah tidak mencintaimu lagi." "Hah!" Vivian mendengus dengan nada sinis. "Sejak kapan?" tanya Caroline dengan wajah datarnya. Hanya itu pertanyaan yang mampu keluar dari mulut Caroline kendati hatinya terasa amat perih. "Sejak lama. Maksudku, kau terla
Jessica nyaris melepas genggamannya pada baskom. Jantungnya berdebar dan tangannya sedikit gemetar. "Apa itu juga kebenaran?" desak Caroline. "Kebenaran atau bukan, tidak ada yang bisa kau lakukan." "Aku akan mencari tahu. Dan jika itu benar, ibu harus mempertanggungjawabkannya di hadapan hukum kerajaan." Jessica tertawa getir. "Apa yang bisa kau lakukan? Kau bahkan tidak punya bukti. Berhenti berkhayal dan jalani hidupmu dengan normal. Kita bertiga bisa hidup normal dan baik - baik saja asal kau tidak serakah untuk mengambil apa yang bukan milikmu." "Tidak. Tidak ada hidup normal setelah ini Bu. Bagaimana bisa hidupku jadi seperti dulu saat aku tahu bahwa aku hanya anak pungut, kekasihku direbut dan kematian ayahku tidak jelas? Silahkan jika Ibu dan Casandra akan hidup normal, aku tidak akan sama seperti dulu," Caroline pergi meninggalkan Jessica yang pura - pura tenang tapi sebenarnya amat cemas. *****Tok Tok Tok! Seseorang mengetuk pintu rumah sore harinya. Jessica membuka p