Setelah pertengkaran antara Lunar dan Mia yang diciduk oleh atasan mereka. Kini keduanya sudah kembali pada pekerjaan masing-masing. Lunar juga bekerja, tetapi di dalam ruangan Bumi sambil duduk bersisian dengan lelaki yang memaksanya untuk di sana.
"Em, Tuan. Bolehkah saya kembali ke tempat kerja saya? Di sini, saya kurang fokus," ujar Lunar dengan suara pelan.Bagaimana bisa fokus kalau setiap dia mengerjakan pekerjaannya, sang atasan dengan nakal merangkul pinggangnya seraya dielus dengan pelan. Jelas saja Lunar merasa kegelian. Mau protes, dia takut jika lelaki itu marah padanya."Tanggung! Sebentar lagi jam pulang. Jadi, kamu di sini saja!" sahut Bumi tanpa menoleh pada lawan bicaranya.Perempuan itu hanya bisa pasrah, apalagi sebelah tangan lelaki itu masih saja mengelus pinggangnya. Lunar mencoba abai hingga jam pulang kantor. Toh, tidak ada yang bisa dia lakukan selain membiarkannya saja."Kenapa tadi kamu tidak mengatakan bahwa karyawan tadi mengatai kamu pelakor?" tanya Bumi yang kini melihat perempuan di sampingnya.Lunar menghentikan gerak jemarinnya di atas keyboard, lalu melihat ke samping. Tatapannya beradu dengan Bumi yang memiliki tatapan setajam elang."Jawab, Lunar? Aku tidak bisa membaca pikiran atau batinmu!" desak Bumi semakin mendekatkan tubuh Lunar padanya, bahkan membuat perempuan itu duduk di pangkuannya.Sontak saja mata Lunar melotot hendak turun, tetapi Bumi dengan erat memegang pinggangnya. Lelaki itu terlihat begitu senang dengan posisi seperti itu."Tu-tuan, nanti ada yang masuk," seru Lunar dengan bulir keringat di dahinya.Jika Bumi melakukan hal itu di apartemen, mungkin tidak masalah. Jika di kantor, jujur dia suka deg-degan jika nanti ada yang tiba-tiba masuk. Mungkin saja nanti malah istri lelaki itu yang masuk ke sana."Tidak akan ada yang masuk ke sini, Lunar. So? Kenapa kamu melakukan hal itu? Dengan kamu mengatakan semuanya, aku bisa membuat wanita bernama Mia pergi dari perusahaan ini!" bisik Bumi pada Lunar yang duduk di pangkuannya dengan menyamping.Rasa geli membuat Lunar mengernyitkan sebelah bahunya. Hanya sekejap, lalu Bumi memegang dagunya agar mereka saling bertatapan."Katakan atau aku akan mencicipi bibirmu yang menggoda ini," kata Bumi yang mengusap bibir Lunar dengan begitu sensual."Ka-karena jika dia dipecat, artinya apa yang dia katakan pasti dibenarkan oleh semua karyawan. Saya tidak mau hal itu terjadi, Tuan," sahut Lunar menatap mata tajam di depannya."Baiklah! Namun, jika dia sangat keterlaluan, maka jangan salahkan jika nanti dia bukan hanya di pecat dari sini!""M-maksudnya?" tanya Lunar dengan dahi mengerut serta jantung yang berdebar, tanda perasaannya tidak nyaman dengan ucapan Bumi.Senyum miring di tunjukkan oleh lelaki itu seraya melepaskan pegangan pada dagu Lunar. "Kamu tidak perlu tahu. Bukankah sudah aku bilang bahwa apa pun yang terjadi nanti, biar aku yang akan mengurusnya. Kamu cukup diam dengan tenang!"Tenang? Jika nanti ada hal buruk yang terjadi serta berkaitan dengannya, bagaimana mungkin Lunar bisa tenang seraya diam saja. Sungguh, Bumi adalah lelaki yang cukup mengerikan. Sialnya, Bumi akan menjadi suaminya dalam beberapa minggu ke depan. Semua tidak dapat terelakkan."Tetapi ... dia tahu apa yang terjadi dengan saya. Apa mungkin jika dia memata-matai saya?" seru Lunar yang masih bingung dengan perihal Mia yang tahu tentang perceraiannya."Mungkin dia adalah teman dari sepupumu? Bisa saja 'kan?" sahut Bumi, hingga membuat Lunar mencoba mengingat apa mungkin jika Mella berteman dengan Mia? Namun, dia tidak pernah melihat mereka bertemu."Mungkin saja, tetapi saya tidak pernah melihatnya," ujar Lunar sembari melihat jam di dinding ruangan. "Em, sudah waktunya pulang, Tuan."Seketika perempuan tersebut berdiri dari pangkuan sang atasan. Perasaan lega hinggap dalam diri Lunar yang bisa bebas dari Bumi."S-saya ijin keluar dulu, Tuan," kata Lunar yang membereskan peralatan kerjanya. "S-saya pulang ya, Tuan.""Hm, pulang dan jangan mampir ke mana pun!" ujar Bumi yang ikut berdiri.Cup!Kening Lunar dikecup oleh lelaki itu, membuat si empunya melihat Bumi dengan pandangan yang ... bingung."Apakah perlu kecupan di bagian wajah yang lain?" tanpa Bumi yang wajahnya begitu dekat dengan Lunar. Bahkan, seru nafasnya bisa dirasakan oleh perempuan tersebut.Gelengan dilakukan oleh Lunar. Dia segera melipir pergi dari ruangan itu agar apa yang dikatakan oleh atasannya tidak jadi kenyataan. Bumi bukan orang yang bisa dianggap remeh, setiap ucapannya bisa saja menjadi kenyataan.*****Lunar melangkah keluar dari perusahaan tempatnya bekerja. Sedari tadi banyak orang yang melihat padanya, tetapi hal tersebut sudah biasa dia terima sejak menjadi sekretaris dadakan CEO. Ditambah lagi, tadi dia sudah bertengkar dengan Mia di depan banyak orang. Sudah pasti ada yang iseng merekam dan menyebarkannya di grup kantor. Sayangnya, Lunar sudah dikeluarkan dari grup itu sejak naik jabatan."Lunar, kamu naik apa? Mau pulang bersama?" tawar seorang pria yang naik sepeda motor."Aku sudah pesan taksi online, mungkin lain kali saja. Terima kasih tawarannya, Bima," balas Lunar sambil tersenyum pada pria tersebut."Ya sudah, aku temani sampai taksimu datang." Bima turun dari motornya sampai parkir di pinggir jalan.Lunar melihat pada Bima yang sudah berdiri di sampingnya. "Kamu pulang duluan tidak apa, Bim. Nanti kamu telat sampai di rumah."Pria itu tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. "Tidak apa Lunar, santai saja. Oh ya, soal Mia yang sering membully kamu ... jangan di dengar. Dia iri padamu yang jadi sekretaris Tuan Bumi dan juga ... .""Juga apa, Bim?" tanya Lunar dengan penasaran."Dia itu di ... ."Tin ... tin ... tin ...Sebuah mobil berhenti di depan Lunar dan Bima. Pintu bagian depannya terbuka seraya muncul seorang laki-laki mengenakan seragam khas sopir orang kaya."Nona Lunar, Tuan Bumi meminta anda ikut ke tempat meeting," kata sopir itu dengan sopan.'Meeting? Apa mungkin ... ." Lunar membatin dalam hatinya hingga pintu mobil dibuka.Perempuan itu melihat ke dalam mobil, di mana ada Bumi yang duduk seraya fokus pada ponselnya. Lunar berpamitan pada Bima seraya masuk ke dalam mobil."Tu-tuan Bumi? An-anda ... .""Jalan!" Perintah Bumi pada sopirnya, hingga kendaraan roda empat itu melaju dengan cukup pelan.Tidak ada perbincangan di antara Lunar dan atasannya. Lelaki itu begitu dingin sampai membuatnya memeluk tubuhnya sendiri."Siapa tadi?!" tanya Bumi yang membuka suaranya lebih dulu, tetapi pandangannya masih pada ponsel yang dipegang.Lunar menoleh pada lelaki itu sambil mengerutkan dahi. "Tadi? Yang berdiri bersamaku?"Seketika Bumi memandang perempuan di sampingnya sambil berkata, "Memangnya yang mana lagi?!"Lunar menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Tadi itu Bima, Tuan. Dia dulu teman satu staff dengan saya.""Begitukah?"Perempuan itu mengangguk dengan sangat kuat. "Iya, kami hanya sebatas teman kerja saja!""Jangan lagi dekat dengannya! Termasuk pria lainnya!"Mata Lunar melotot sambil berkedip. "Maksudnya?"Lunar melihat pada Bumi yang juga melihat padanya. Tatapan tajam dari lelaki itu membuatnya tidak sadar bahwa tangan Bumi terulur memegang pinggangnya. "Ah!" seru Lunar sedikit kaget karena tubuhnya semakin dengan dengan sang atasan. Bumi mengelus wajah cantik di depannya dengan jari telunjuk. "Kamu tahu maksudku, Lunar. Aku tidak suka, apa yang sudah menjadi milikku dekat bahwa disentuh oleh orang lain! Terutama kaum laki-laki!"Lunar yang mendengar ucapan Bumi meringis pelan. Selain kejam, dia tidak menyangka bahwa Bumi juga bisa posesif. Padahal, mereka masih belum sah. Tidak terbayang kalau mereka sudah sah nanti. Pasti, lelaki itu akan lebih dari saat ini. "Kenapa diam?" bisik Bumi tepat di telinga perempuan dalam dekapannya. "Jangan hilang kalau kamu sedang bergumam dalam hati?"Mata perempuan itu membola. Baginya Bumi seperti cenayang yang seolah tahu apa yang ada dalam pikirannya. "Katakan apa yang ingin kamu katakan! Aku tidak suka jika kamu menyimpan sesuatu dariku!" des
Dua bulan sudah berlalu, tak terasa jika sudah selama itu juga Lunar menjadi sekretaris Bumi. Tidak banyak hal yang berubah kecuali, sikap beberapa karyawan yang sudah tidak lagi menggunjingkannya. Termasuk Mia yang tidak pernah lagi merundungnya, hanya bisa melihat dengan tatapan tajam. "Nona Lunar," panggil asisten Bumi sambil tersenyum ramah. "Anda di minta masuk ke dalam."Perasaan Lunar jadi tidak enak. Bagaimana tidak? Jika dia sudah masuk ke dalam ruangan Bumi, sudah pasti asistennya akan berada di luar. Di saat itu sang atasan pasti akan mengambil kesempatan untuk membuatnya menuruti apa pun yang lelaki itu lakukan. Ya, walaupun tidak sampai keluar batas. Tetap saja, dia merasa risi, tetapi takut untuk membantah dan protes. "Nona Lunar," seru asisten Bumi bernama Septian yang menyadarkan perempuan tersebut dari lamunannya. Lunar tersenyum dengan kaki sambil berdiri. Dia menghela nafas pelan, lalu masuk ke dalam ruangan sang atasan yang duduk di singgasananya. "Tuan," seru
Lunar melihat seseorang yang menyampirkan jas hitam padanya. Dia pun berdiri sambil melepas jas itu. "Aku tidak butuh jas darimu!" tolak Lunar mengembalikan dengan kasar benda di tangannya. Pria yang memberikan jas cukup kaget dengan perlakuan mantan istrinya. "Aku hanya berusaha mmembantumu! Sudahlah, jangan jual mahal!"Jas itu kembali terulur di depan Lunar, tetapi dia tidak sudi menerima apa pun dari pria yang sudah membuatnya menderita. "Kamu bersikap seperti ini pasti karena punya tujuan tertentu 'kan? Ah, atau karena kamu ingin perusahaan tempatku bekerja menerima kerja sama dari pabrik itu?" tanya Lunar dengan nada mengejek. Pria itu, Satrian duduk di kursi yang ada di dekatnya seraya meminta mantan istrinya juga duduk agar tidak menjadi tontonan orang-orang yang ada di sana. Dengan kasar perempuan itu duduk sediki menjauh dari mantan suaminya. "Apa? Aku rasa urusan kita sudah selesai! Kecuali masalah pabrik dan harta peninggalan Papaku!""Ayolah, Lunar! Aku akan membagi
Waktu demi waktu terus bergulir. Pertemuan yang direncanakan oleh Bumi dengan pihak dari pabrik yang dipimpin oleh Satria baru saja terjadi berdasarkan permintaan dari pihak Satria. Kini, Lunar berhadapan dengan mantan suaminya ditemani oleh Septian yang diminta atasannya untuk menangani hal tersebut. Sedangkan, Bumi bolak-balik ke luar negeri untuk mengurus perusahaan cabang di sana. "Saya suka dengan hasil kayu dari pabrik anda bahkan dengan hasil kerajinannya, Pak Satria. Hanya saja, saat ini kami masih terikat kontrak dengan pabrik kayu lain yang hasilnya sama bagus dengan hasil milik anda," jelas Septian dengan senyum ramahnya. "Lalu, selanjutnya bagaimana Pak Septian? Apakah kita masih bisa tetap bekerja sama? Saya sangat berharap bisa bekerja dengan perusahaan besar seperti milik Mahendra, karena saya yakin kita bisa saling menguntungkan. Anda bisa tanyakan hal tersebut dengan perusahaan lain yang bekerja sama dengan kami," timpal Satria dengan nada sombong dalam ucapannya. L
"Jadi, kamu mau perusahaan kita memberikan proyek pada pabrik yang dipegang oleh mantan suamimu?" tanya seorang lelaki yang duduk di kursi besarnya. Lunar tidak menyangka bahwa atasan yang dia kira berada di luar negeri, ternyata sudah berada di perusahaan. Sehingga, dia dan dan Tian memaparkan bagaimana hasil pertemuan mereka dengan pihak Satria. "Iya, Tuan. Selain demi menjalankan masalah pribadi, saya juga ingin menunjukkan pada mereka terutama pimpinan di sana, Pak Satria. Bahwa bekerja dengan perusahaan besar seperti Mahendra Corp tidak sama dengan perusahaan yang selama ini bekerja sama dengan mereka!" kata Lunar dengan begitu yakin. Bumi menatap sekretaris sekaligus calon istri keduanya dengan begitu intens. "Bagaimana jika mereka bisa membuktikannya.""Saya tidak akan membiarkan hal itu terjadi!""Caranya?" tantang Bumi dengan senyum miringnya. Perempuan cantik dengan rambut dikuncir kuda menjelaskan apa saja yang akan dia lakukan agar pabrik milik Satria gagal. Dia pun aka
Wanita mana yang tidak bahagia jika dilamar oleh seseorang. Walaupun bukan orang yang dia cinta, tetapi pasti ada rasa bangga lamar dengan romantis. Begitupun Lunar yang merasa senang dengan lamaran yang dilakukan oleh Bumi. Hanya saja, mendengar kata 'istri rahasia' membuat perasaan sedikit meratapi nasib bahwa secara langsung dirinya tidak diakui sebagai seorang istri di depan banyak orang. "Lunar, kenapa kamu tidak membalas ucapanku? Apakah kamu masih ragu dengan pernikahan kita beberapa hari lagi?" tanya Bumi melihat calon istrinya yang terdiam. "Bu-bukan begitu, Mas. Hanya saja aku ... .""Sudahlah, aku tidak menerima penolakan. Jadi, mau tidak mau, kamu akan tetap menjadi istri rahasiaku!"Bumi memasangkan cincin yang dia beli pada jari manis Lunar. Sangat pas dan semakin cantik di jemari yang tepat. Cup! Dikecupnya tangan indah itu, lalu pandangannya terarah para netra yang juga melihat padanya. "Sekarang kamu makan dulu, setelah ini ... aku punya sesuatu untukmu," kata B
Melihat wanita di depannya mengepalkan tangan, Lunar pun tersenyum sambil berlalu masuk ke dalam gedung kantornya. Dia tidak peduli dengan tatapan orang-orang, toh sudah biasa. Biarkan saja mereka melakukan hal itu setiap hari, selama tidak menggangunya. yang capek juga diri mereka. Lunar harus segera ke sampai di lantainya agar bisa membuatkan minuman untuk sang atasan. Tidak perlu ke pantry, karena di tempat kerjanya sudah Bumi sediakan dispenser agar dia mudah membuat minuman. "Tuan, ini saya Lunar," ucapnya seraya mengetuk pintu ruangan Bumi. "Masuk!"Dia pun membuka pintu dengan pelan. Dibawanya sekotak bubur ayam dan kopi susu vanilla yang biasa dinikmati oleh atasannya. "Ada lagi yang Anda perlukan, Tuan?" tanya Lunar sebelum pergi dari sana. "Apakah paspor milikmu masih aktif?" Anggukan ditunjukkan sebagai jawaban. "Masih, Tuan.""Bagus! Kamu pesan tiket ke Bali untuk dua minggu lagi!" titah Bumi pada perempuan di depannya. Lunar sedikit memiringkan kepalanya tanda dia
Tepat dua minggu setelah kunjungan Lunar ke pabrik yang di handle Satria, kini dia sudah berada di Bali bersama atasannya, Bumi. Untuk urusan kantor dan lainnya jelas dipegang oleh Septian, termasuk yang berhubungan dengan pabrik itu. "Selamat datang, di kamar kita, Lunar," ucap Bumi saat sampai di kamar hotel paling mewah. "Ka-kamar kita? Bu-bukannya kita pisah kamar, Mas?" Lelaki itu tidak menjawab, justru membawa masuk Lunar ke dalam kamar dengan nuansa putih. Kamar tersebut sangat luas dan saat dibuka gordennya, nampaklah pemandangan indah lautan di depannya. "Bagus 'kan?" tanya Bumi yang sudah membawa Lunar ke depan balkon untuk melihat secara langsung pemandangan di depannya. "Sangat bagus. Aku belum pernah ke sini dan melihat pemandangan seperti ini," seru Lunar memandang kagum ke arah depan. Tanpa dia duga, seseorang memeluknya dari belakang seraya menumpu dagu pada bahunya. "Aku senang jika kamu menyukainya. Di sini kita akan mulai semuanya, Lunar. Aku mau kita mencipta