Assalamualaikum. My lovely readers makasih ya support kalian buat novel Pie. Ah, ya, untuk Ka Adhitya Bagitaningtyas silahkan DM untuk klaim pulsanya. Kalau misalkan nama akun Instagr*m beda dengan nama akun Goodnovel, mohon konfirmasi. Biar langsung Pie kirim pulsanya.
Malati menarik sudut bibirnya saat mereka tiba di suatu tempat yang mungkin menurut Aldino ialah ‘tempat kencan’. Ingin sekali ia tertawa namun ia sebisa mungkin menahannya, mengingat Aldino seorang yang temparamen sehingga akan mudah tersinggung. Ia menghargai usaha pria itu yang tengah berusaha memikat hatinya.Gadis itu menatap Aldino dengan senyum yang mengembang dari samping. Senyuman yang paling lebar seperti saat ia mendapat nilai seratus pada ujian Matematika. Atau saat ia menerima gaji pertama sebagai tutor Matematika.“Suamiku ganteng ya,” imbuh Aldino narsis saat merasa memang dirinya tengah diperhatikan gadis itu.Malati tak merespon pria bertubuh besar itu. Ia memalingkan wajahnya pada sebuah batu besar dengan pahatan kuno di hadapannya.Saat ini mereka tengah berada di sebuah museum Pasir Angin yang terletak di daerah Cemplang, Cibungbulang. Bukan tanpa alasan Aldino mengajak istri kecilnya pergi ke sana. Ia berpikir secara matang bahwasanya tipikal gadis cerdas semacam
Ali menatap kolam ikan di depannya dengan tatapan merana. Ia merasakan dadanya terasa panas. Sesuatu seakan membakarnya dari dalam. “Argh, sialan!” Ali ingin sekali melempar gelas kaca yang dipegangnya pada aquarium kesayangan ayahnya. Bisa-bisa ia dimutilasi jika berani melakukannya. Pria berwajah Arab itu benar-benar merasa muntab. Tak pernah menyangka jika Aldino bisa senekat itu. Saat Aldino menjemput Malati di kampus, ia melihat mereka bertepatan ia keluar dari gedung rektorat. “Apa benar Aldino sudah sejauh itu?” gumamnya dengan perasaan pedih hatinya. “Putri, apa kau juga memiliki perasaan yang sama pada pria brengsek itu? Rasanya tak mungkin kau menggoda Aldino. Aldino pasti sudah menekan dan mengancammu.” Ali mendengus kasar mengingat pemandangan yang menyesakkan dada tadi. “Ali, kau sudah pulang?” sapa Hanum yang baru saja tiba dari salon dengan Ana. “Tumben, Mustafa Ali nongkrong di depan aquarium. Biasanya nongkrong di perpustakaan.” Ana berkomentar lalu duduk dek
Malati memakai stetoskop yang sudah dipersiapkan oleh Mr Bon untuknya. Beruntung Mr Bon sudah memikirkan hal sedetail itu untuk memudahkan misi gadis itu.Ia menempelkan bagian earpieces pada telinganya dan meletakan bell pada dinding dekat knop brankas. Beberapa tukang kunci profesional melakukan hal serupa untuk membongkar brankas yang macet. Hal itu dilakukan untuk bisa mendengar pergerakan dalam poros.Malati memulai aksinya. Ia mulai menekan angka kombinasi searah jarum jam. Sudah dua kali ia gagal. Tak menyerah, ia mencoba angka lainnya.Sesekali ia memutar angka berlawanan arah jarum jam dan mendengarkan dengan seksama sampai terdengar suara klik yang saling berdekatan. Ia memutar knop perlahan untuk mencatat posisi knop.“Mala, sudah belum?”Dari bibir pintu Sulis bertanya dengan harap-harap cemas. Jantungnya berdegup kencang sebab mendengar panggilan telepon dari Mr Bon bahwa target menuju ke sana.Malati mengabaikan Sulis. Ia fokus melakukan pekerjaannya. Ia masih memutar no
Malati menggeliat dalam tidurnya. Semalam ia tidur nyenyak setelah menjalankan misinya kendati gagal.Ia merasa hangat memeluk guling yang begitu besar. Dalam mimpinya, gadis itu tengah tidur di atas kasur berukuran sangat luas-berukuran stadion sepak bola sembari memeluk bantal dan guling yang sangat empuk.“Hum, nyaman sekali,” gumam gadis itu sembari tersenyum. Tangannya begitu erat memeluk guling itu.“Mala, singkirkan tanganmu!” imbuh Aldino setengah sadar saat ia merasa ada tangan mungil yang meraba-raba dadanya. Pria itu merasa geli.“Hum, gulingnya besar sekali,” ucap gadis itu mengigau. Tangannya menjalar pada bongkahan dada yang liat dan menyentuh sesuatu yang tampak mungil. Saat itu Aldino mengenakan kaos tipis.“Shit! Mala! Apa yang kaulakukan?” Aldino membuka matanya dan segera menangkap tangan gadis itu yang sudah berada tepat di bagian pucuk dadanya. Tangan dan kaki gadis itu membelit pada tubuhnya bagai akar.“Ya ampun, gadis ini sepertinya tengah bermimpi.”Aldino me
Ana menggeram pelan saat melihat pemandangan yang melukai hatinya. Tak jauh dari keberadaannya, ia melihat sosok Aldino bersama Putri Melati. Diam-diam Ana mendatangi rumah Aldino pagi itu. Ia merindukan kekasihnya.Setelah percakapan dengan Aldino terakhir kalinya, ia tidak pernah mengobrol lagi via telepon. Sekalipun Ana berusaha menghubunginya, namun Aldino selalu punya cara menghindarinya dengan seribu alasan.Mereka tengah berada di dalam kendaraan beroda empat. Rutinitas pagi Aldino mengantar istrinya kuliah. Ana baru menyadari satu hal.“Apa mereka tidur satu ruangan? Apa mereka melakukan aktifitas sebagaimana suami istri lakukan?” gumam Ana dengan air mata yang bercucuran.Mobil Aldino sudah melewatinya. Kaca jendelanya terbuka dan menampakkan ke dua sejoli itu tengah ngobrol seru. Aldino tampak ceria. Semua pemandangan itu tak luput dari tatapan Ana.Melihat raut sedih majikannya, Guntur merasa sedih dan iba.“Mbak Ana, lupakan saja pria seperti itu! Mbak Ana cantik dan pinta
“Di mana housekeeping card kalian?” tanya Abhizar sembari tatapan penuh telisik pada gadis bertubuh mungil di hadapannya. Putri Melati dan Sulis mengenakan seragam housekeeper berwarna hijau. Ke duanya memakai masker Sensi Convex Mask dan mengalungkan ID card di dada masing-masing. Perbedaannya Malati mengenakan jilbab sedangkan Sulis tidak. Sulis membiarkan rambutnya dicepol tinggi dengan hair bun namun terlihat rapi. Mereka profesional melakukan penyamaran dengan halus. Karena beberapa kali mengalami insiden buruk, Abhizar selalu menaruh curiga pada siapapun yang ditemuinya. Ia harus waspada. Ia pun meminta ke dua housekeeper untuk menunjukan ID sekaligus wajahnya mereka. Mereka pun kompak memperlihatkan ID masing-masing yang sudah dimanipulasi. Pun, pria itu meminta mereka menunjukan wajah di balik masker. “Buka masker kalian!” titah Abhizar tanpa basa-basi. Deg, Malati merasa jantungnya berdegup kencang. Jika ia melepas maskernya, ia pasti dikenali. Gagal sudah misi ke dua
“Maaf, aku kira ini untuk M-Mb…” Malati tidak melanjutkan kalimatnya. Ia takut Aldino marah saat ia menyebut nama mantan kekasihnya. Gadis itu mengira jika Aldino akan memberikan buket bunga itu untuk Ana. Bukan untuk dirinya. “Makasih, ini buatku ya,” imbuh gadis itu lagi meraih buket bunga berukuran besar dari tangan suaminya. Wajah Aldino berubah masam setelah mendengar pertanyaan Malati. Padahal sebelumnya ia antusias ingin memberikan surprise romantis pada istri kecilnya. Melihat respon Aldino, Malati merasa bersalah. Lantas ia menghidu aroma mawar putih dengan antusias. “Harum!” katanya namun sama sekali tidak membuat Aldino meresponnya. Pria besar yang sensitif itu berjalan menuju ranjangnya dan duduk di sana. Ia mengabaikan gadis itu. “Mas, makasih, bunganya. Aku suka sekali.” Gadis itu mengambil tempat duduk kosong di sisinya. “Mas Aldino marah?” tanya gadis itu dengan harap-harap cemas. Aldino masih mematung tak bersuara. Malati terkadang bingung menghadapi pria it
“Tangkap dia!” titah seorang pria berhidung bangir pada pengawalnya.Pengawalnya langsung mengangguk mantap mendengar perintah atasan mereka. Ia tidak akan berani membantah apalagi setelah melihat kemarahan atasannya tersebut. Furniture di dalam apartemennya hancur dirusak olehnya. Tak menutup kemungkinan wajah mereka pun akan ikut hancur dihajar habis-habisan seperti sebelumnya.Termasuk pengawalnya yang lain dihajar hingga babak belur karena dianggap tidak becus dalam menjaga kantornya.“Kau pikir akan lolos gadis kecil!”Abhizar menginjak sebuah tuspin berwarna silver yang tertinggal di kamarnya hingga tak berbentuk. Mudah baginya mengetahui siapa pemilik tuspin itu.“Hum, ternyata kau bekerja sama dengan Ana dan Ali.”Tuspin berbentuk bunga itu hancur menjadi kepingan yang tak berarti. “Aku akan membuatmu hancur seperti benda ini.”“Aku tak mau tahu, cepat kalian tangkap anak itu!” teriak Abhizar seraya menggebrak meja di depan pengawalnya.Gerak-gerik Malati sudah diketahui oleh