Malati ditumbalkan oleh paman dan bibinya untuk membayar utang mereka. Untungnya, Aldino Tama Waluyo, kepala sekolah di mana Malati SMA dulu, mendadak menawarkan bantuan. Ia bersedia membayar utang paman dan bibinya dengan syarat Malati bersedia menikah kontrak dengannya. Lantas, akankah Malati menyanggupi permintaan dari seorang pria dewasa yang berusia lebih tua darinya itu? Dan mengapa ... Aldino memilihnya? (Spin-off novel Dinodai Sebelum Malam Pertama)
Lihat lebih banyak“Apa kau menceritakan pernikahan kita pada Ana?” telisik Aldino. “Maaf, saya bertanya masalah ini lagi,” imbuh Aldino tak biasanya menggunakan kata diksi ‘maaf’ untuk menjaga perasaan istri kecilnya. Aldino tahu jika seseorang akan gelisah saat berbohong dan langsung menyangkal hebat.Malati menatap Aldino dengan wajah datarnya. Padahal dalam hatinya ia kecewa mendengar pertanyaan itu, seakan-akan ia meragukan dirinya.“Tidak, Pak. Tentu saja aku tidak akan mengingkari janjiku, Pak. Bukankah pernikahan kita itu tidak boleh bocor ke publik, terutama kekasih Bapak dan keluarganya.”Aldino merasa tidak ada keraguan dalam jawaban Malati. Kesimpulannya ia berkata jujur. Sementara itu Malati merasa gugup mendengar pertanyaan itu meskipun ia berhasil menampakkan wajah datar. Satu yang pasti ia yakini, ia tidak pernah menceritakan pernikahannya pada siapapun. Sekalipun Ana mengetahuinya itu karena informasi dari orang lain. Bukan urusannya.Seketika Malati teringat dengan perjanjian kontrakn
Percakapan dengan Ana, membuat Aldino diserbu kegamangan hati. Saat ia berencana ingin mengakhiri hubungannya dengan Ana, Ana justru mengetahui pernikahan rahasia yang Aldino lakukan dengan Malati.Gadis itu tidak menunjukan reaksi marah dan kecewa berlebihan padanya. Namun sebaliknya, Ana memperlihatkan keikhlasan dan ketulusan cintanya pada Aldino. Ia memaafkan kebohongan Aldino. Ia tunjukan pada Aldino sikapnya untuk selalu mensupport apapun yang Aldino lakukan selama itu demi kebaikan. Bukankah pernikahan itu juga karena terpaksa?Dilematis, kini Aldino tak bisa memutuskan hubungannya dengan Ana begitu saja. Ia merasa tak tega melihat sikapnya yang bijak. Namun sebuah dorongan besar terus mengetuk jiwanya. Ia tidak bisa mundur lagi. Ia sudah menentukan pilihannya.Aldino mengabaikan semua cerita Ana. Ia tidak peduli dengan apa yang Ana sampaikan padanya tentang Putri Melati. Baginya, mengakhiri hubungan cinta kasih yang sudah terjalin lama dengan Ana adalah keputusan masak yang s
“Tidak ada yang menamparku, Pak. Aku alergi dingin jadi terkadang kulitku merah-merah dan gatal,” jawab Malati dengan tenang. “Bapak, makasih sudah menolongku.”Malati hanya mengucapkan terima kasih dengan wajah minim ekspresi.Namun Aldino tak lantas percaya pada perkataan gadis itu. Malati sering menyembunyikan sesuatu darinya.Tak ingin melihat Malati merasa terintimidasi, Aldino memberi waktu bagi gadis itu istirahat. Ia akan mencari tahunya sendiri. Sudah saatnya ia mencari tahu siapa sebenarnya istrinya itu.Namun sebelum itu, Aldino meminta ijin Malati untuk memijat kakinya yang kram.“Saya mau pijat kakimu boleh? Pelan-pelan untuk menghilangkan kram. Saya hanya mengompres dengan air hangat.”Malati mengangguk. Tak lama kemudian Aldino memijat kakinya yang kram hingga kondisi kaki Malati membaik. Aldino membiarkan istri kecilnya istirahat di kamar.Tak terasa malam beranjak, saat Malati duduk menikmati udara yang dingin di balkon, Aldino tiba-tiba teringat Ana.Perasaan Aldino
“Apa? Kau tak becus sama sekali! Kau hanya tinggal membuka password laptopnya! Atau kau membongkarnya, mengambil hardisknya? Mengambil laptop itu kalau perlu? Masa kau tak bisa? Kau tak melakukan apapun?” salak Ana pada salah satu orang suruhannya. Sepulang dari kafe, Ana langsung memanggil orang itu, untuk membicarakan soal keberhasilan tugasnya. Pria itu gemetar saat melihat majikannya. Tak pernah menyangka wanita cantik nan lembut di depannya bisa menjadi impulsif dan frontal. Ia sangat terkejut. Ana meminta seseorang untuk mengambil file video dirinya dengan Abhizar atau menghapusnya. Namun jauh panggang dari api, orang itu tak mampu mewujudkan keinginan Ana karena sistem keamanan di kantor Abhizar sangatlah baik. Jangankan membuka laptopnya, memasuki ruangannya saja tidak bisa. “Maaf, Nona Ana. Keamanan kantor Pak Abhi ketat. Soalnya sebelumnya pernah terjadi perampokan dan dilakukan oleh orang dalam yang bekerja sama dengan perampok tersebut. Oleh karena itu sistem keamananny
Malati syok belum bisa mencerna apa yang baru saja terjadi.Tak hanya itu, kembali Ana menamparnya untuk ke dua kalinya.Barulah Malati menyadari sesuatu.“Mbak!! Apa yang kau lakukan?” imbuh Malati dengan meringis pelan memegangi pipinya yang terasa sangat kebas. Bekas tamparannya langsung membekas di pipinya.Tanpa tedeng aling-aling, Ana mencengkeram dagu gadis itu dan menatapnya dengan tatapan menghunus. Perbedaan tubuh Malati dan Ana yang berbeda membuat Malati tak berdaya. Postur tubuh Ana mencapai 170 cm.“Katakan! Berapa Aldino membayarmu?” tanya Ana dengan wajah penuh emosi.Mendengar pertanyaan itu, jantung Malati berdegup kencang dengan segala pikiran rumit yang berkecamuk di kepalanya.‘Apakah Mbak Ana sudah mengetahui pernikahanku dengan Pak Aldino? Siapa yang membocorkannya? Tidak, jangan sampai itu terjadi, Pak Aldino akan marah besar padaku.’ Malati bermonolog dalam batinnya.“Jangan pura-pura bego, jalang kecil! Jilbab ini hanyalah sekedar topeng,” seru Ana dengan se
Tubuh Ana nyaris oleng jika Guntur tak buru-buru menangkapnya.“Mbak Ana, kau tidak apa-apa?” tanya Guntur dengan perasaan cemas.Air mata gadis berhidung bangir itu sudah menganak sungai. Pundaknya berguncang.Perasaan Guntur makin kalang kabut. Ia benar-benar tidak tahu persoalan apa yang menimpa majikannya. Ia terbilang pengawal baru karena baru beberapa bulan bekerja di kediaman Sulaiman Basalamah.“Mas Aldino, Gun! Mas Aldino …” imbuh Ana tak bisa menguasai dirinya. Ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Cara Aldino menatap dan berbicara pada gadis itu terlihat penuh sayang.Ana yang memang masih belum pulih kondisi fisik dan psikisnya pasca koma membuatnya mudah terguncang.Itulah alasan mengapa Aldino belum berbicara dengannya soal hubungan mereka sebab kondisi Ana belum memungkinkan menerima kabar itu.Naasnya, di luar dugaan, Ana sudah keburu tahu pernikahan Aldino dan Malati.‘Sejak kapan mereka menikah? Apa mungkin mereka menjalani pernikahan kontrak? Tapi mengapa cara
Hujan telah reda, menyisakan aroma petrichor yang membangkitkan kenangan indah. Sembari menyeruput bandrek hangat, Aldino menikmati bunga anggrek yang tengah mekar di teras rumah. Tak pernah ia merasa begitu tenang seperti saat itu sebelumnya. Ternyata tidur bersama orang yang kau sayangi, kau merasa nyaman. Tubuh mengeluarkan hormon endorfin. Malati tidak sadar, mereka tidur bersama dan berpelukan cukup lama siang itu. Bertambah syahdu dengan suhu udara yang dingin akibat hujan menyapa. Untungnya, Aldino bangun lebih dulu. Jika Malati yang bangun lebih dulu, alamak sedikit beradu mulut perkara siapa yang mengambil kesempatan dalam kesempitan. “Sudah bangun?” tanya Aldino saat melihat Malati dalam kondisi setengah mengantuk, menguyek matanya dan berjalan menuju teras. Ia seperti tengah melantur. “Mbok, sudah siang? Aduh, kenapa gak ada yang bangunin aku?” Alih-alih menjawab pertanyaan Aldino, Malati berbicara pada Mbok Darmi yang baru saja keluar sembari membawa goreng pisang untu
Malati mulai bosan tinggal di rumah seharian. Ia ingin cepat sembuh dan kembali beraktifitas. Ada banyak PR yang harus ia kerjakan. Tugas kuliah yang menumpuk, mencari bukti tentang kejahatan Abhizar dan mencari tahu sosok pembunuh ibunya.Aldino mendadak lebih protektif padanya. Ia hanya mengijinkan Malati istirahat di kamar, tidak boleh berjalan jauh dulu karena lukanya masih basah. Agar Malati diam, Aldino menyiapkan beberapa buku di kamar agar gadis itu bisa membacanya. Pun, ia menyiapkan beraneka macam camilan.Hingga akhirnya ia tertidur di kursi karena suasana sangat mendukung. Hujan lebat di luar rumah dan udara dingin. Gadis itu menjatuhkan bukunya begitu saja ke lantai saking mengantuk berat. Aldino yang sedari tadi berada di ruang kerjanya menyudahi pekerjaannya sebab ia ingin melihat kondisi istri kecilnya yang ditahan di kamar.Senyum terbit di wajahnya saat ia melihat betapa menggemaskannya istri kecilnya itu. Malati tertidur dengan kepala terkulai pada meja belajar. T
Di depan cermin kamar mandi, Malati mendengus kesal. Ada luka di sekujur tubuhnya. Mulai wajah yang lebam karena kena pukul Abhizar yang sedang mabuk. Lalu turun ke tangannya yang lebam hingga berwarna keunguan. Belum bekas kaca pada telapak tangannya yang sudah mengering.Tatapannya turun menuju pahanya lalu ke arah betisnya yang baru saja dijahit. Pun, kakinya sempat terkilir. Luka-luka itu mengingatkan Malati pada luka yang diperoleh atas tindakan kekerasan yang dilakukan oleh tantenya.“Aduh, aku belum bisa mandi normal sekarang,” keluhnya seraya melenguh pelan. Ia hanya mengelap bagian atas tubuhnya. Setelah itu ia keluar dari kamar mandi setelah memakai pakaian lengkap. Malati ijin tidak masuk kuliah hari itu karena masih merasa sakit di bagian betisnya.Setelah itu, ia pun menelepon Risa.[Assalamualaikum!][Waalaikumsalam, hei, kemana kau tidak masuk?][Ris, maaf hari ini aku tidak masuk kuliah. Kemarin aku jatuh dari motor. Motormu sekarang di bengkel. Maaf ya … nanti aku s
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.