Share

2. BERTENGKAR

Author: A mum to be
last update Last Updated: 2025-02-01 17:36:55

“Kau suruh aku sadar diri, hah?? Aku sudah banyak bersabar, Mas!!”

Feby semakin terisak. Tangan kanannya yang tidak mengupingi gawai mulai mengepal. Bahkan kini dadanya pun sudah bergerak naik-turun.

[“Maaf. Kita tidak seharusnya bertengkar dalam keadaan begini, Feb. Terlebih lagi kau sedang hamil.”]

“Mas, aku belum selesai ngomong,” rengek Feby tak terima.

[“Sayang, ini sudah malam. Sebaiknya kau istirahat ya. Ingat calon anak kita di dalam sana.”]

Percuma Feby mengiba. Panggilan via udara tadi pada akhirnya juga terputus begitu saja. Menyisakan kesakitan yang lagi-lagi harus dipendam seorang diri.

***

Drama percintaan yang terlihat di layar ponsel benar-benar membuat Feby jengah. Wanita berbadan dua itu berdecak saat sang aktor tengah membuktikan cintanya pada si pujaan hati.

Memuakkan. Begitu yang ada di dalam hati Feby. Namun, di relung kalbunya yang terdalam sungguh ingin diperlakukan demikian.

Oh ya ampun! Sampai kapan dia terus berkutat di dalam khayalan? Mustahil sekali pria yang dicintainya akan berlaku demikian.

“Si Marni tadi pagi ijin libur. Anaknya sakit,” gumam sang ibu sekaligus menyapa Feby yang baru ke luar dari kamar.

Feby mengangguk pelan. Lantas segera memalingkan wajah agar dirinya tak bertemu tatap dengan wanita paruh baya tersebut.

“Tumben Ibu sudah ke sini? Biasanya juga ‘kan sudah di sekolah.”

Ibunya berdecak pelan. “Ini ‘kan tanggal merah, Feb. Lihat tuh di kalender!”

“Oh,” gumam Feby kemudian.

“Kau enggak ada niatan mau makan sesuatu?” tanya ibunya.

“Enggak. Lagian kalau aku mau tinggal pesan. Banyak jasa delivery order ‘kan?”

Wanita paruh baya itu berdecak pelan. “Janganlah. Suruh aja si Zaki. Nanti kasih upah ke dia. Kasihan dia. Sampai sekarang masih belum dapat kerjaan.”

“Bukannya Ibu bilang dia diterima jadi staf TU di sekolah tempat Ibu ngajar?” Feby yang baru mendaratkan tubuhnya di sofa segera menoleh ke samping.

“Katanya enggak cocok, Feb.”

“Dasar dia manja! Dicoba dulu baru tahu gimana!” ketus Feby. “Ibu terlalu sayang sama anak lelaki yang satu itu. Padahal sifatnya sama kayak bapak.”

“Zaki beda, Feb!!” Suara sang ibu mulai meninggi. “Sudahlah. Kalau kau enggak mau bantu adikmu jangan begini. Sama saudara aja pelit!”

“Kapan aku pelit sih, Bu? Semua yang kalian perlukan aku kasih,” sanggah Feby tak terima.

Dan entah untuk yang kesekian kalinya kedua ibu dan anak itu terlibat adu mulut. Hingga beberapa menit ke depan suasana menjadi hening lantaran sang empu rumah sudah kembali ke kamar.

TING!

[Feb, anak kakak mau bayar uang perpisahan. Pinjam dulu uangmu sejuta ya.]

Pesan barusan hanyalah satu dari segelintir wacana yang sering diterima Feby setiap hari. Wanita itu terus mengiyakan tanpa pernah menolak untuk membantu para saudara yang sedang membutuhkan. Seolah-olah dirinyalah sang pencetak mata uang.

Suara bell dari pintu masuk membuat Feby mengerling malas. Beruntung di saat yang tepat Zaki sudah terlebih dahulu muncul. Jadilah dia cukup memberikan kode lewat gerakan mata agar adiknya itu berjalan ke arah sumber bunyi tersebut.

“Gimana, Feb? Ada ‘kan uangnya?” tanya wanita usia tiga puluh tahunan dengan wajah yang sudah memelas.

Feby mengangguk pelan. “Ada sih, tapi boleh Kakak rapikan tumpukan bajuku yang di sudut sana? Si Marni enggak datang hari ini.”

“Oh, tentu saja.”

Dengan penuh semangat sepupunya tadi segera berjalan ke arah yang Feby maksud. Sementara ia sendiri tersenyum penuh arti sembari melipat kedua tangan di depan dada.

“Kalau sudah selesai kabari ya, Kak. Aku tunggu di kamar,” gumam Feby yang langsung diiyakan oleh wanita tersebut.

Baru saja hendak melangkah, suara deheman Zaki menghentikan pergerakan Feby.

“Kak Feb, bagi duit dong!” pinta Zaki langsung pada intinya. “Ini ‘kan malam minggu. Aku mau ngapel ke rumah pacarku.”

“Kalau kau mau antarkan aku belanja bulanan ke mall. Bagaimana?” Feby membuat penawaran. Anggukan sang adik membuatnya mengangguk perlahan. “Nanti sore siapkan mobil.”

Rindu yang masih bersarang di dalam dada membuat Feby tak kuasa menahan diri untuk mengunjungi tempat penuh kenangan bersama sang suami. Dirinya terus mengitari pusat belanjaan tersebut seolah sedang berada di samping pria yang dicintai. Hingga teguran Zaki membuat wanita yang tengah hamil itu menggeram pelan.

“Kakak mau belanja apalagi sih? Bukannya stok buah-buahan masih banyak di kulkas?” tanya Zaki yang mulai gusar. Terlebih saat jam di pergelangan tangannya menunjukkan ke angka enam.

“Jangan banyak tanya. Kau ini menganggu saja,” ketus Feby dengan wajah masamnya.

Sang adik yang pintar memanfaatkan kesempatan pun berceletuk, “Aku mau beliin pacarku cokelat sama camilan juga. Boleh ya, Kak?”

“Terserahmu sajalah!”

Setelahnya Feby pergi begitu saja. Lantas dia pun melangkah ke sebuah restoran, tempat di mana sang suami membawanya pertama kali saat mereka berkencan dulu.

Perasaan bersalah perlahan muncul ketika dia menyadari perdebatan malam tadi. Feby pun berniat untuk mengirimkan pesan berupa pernyataan maaf untuk suaminya.

Sayang, ungkapan yang ia rangkai sedemikian rupa tadi masih tercentang satu. Tak mau ambil pusing lagi, Feby segera memesan minuman untuk menghilangkan dahaganya.

“Makasih ya,” ucap Feby pada sang pramusaji.

“Sama-sama, Mbak. Selamat menikmati.”

Tendangan sang janin di dalam sana membuat Feby terkesiap sejenak. Gegas wanita berambut sebahu itu menyentuh pelan perutnya. Tak pelak membuat lengkungan senyum sebagai rasa syukur kalau sekarang dia tidak akan sendirian lagi.

“Angga?” Monolog Feby begitu melihat seorang pria yang ia kenali.

Bertepatan pula orang yang ia tatap ikut menoleh juga. Keduanya saling berpandangan tanpa suara. Hingga pemandangan di sudut selatan ruangan membuat Feby terhenyak. Air matanya pun luruh seketika.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Rahasia SANG BUPATI    72. EXTRA BAB

    Empat tahun telah berlalu sejak malam penuh bintang itu. Kehidupan memang tak selalu mulus, tapi Feby dan Sandi telah membuktikan bahwa cinta dan kebersamaan adalah kunci untuk melewati segalanya.Pagi itu, rumah mereka dipenuhi aroma wangi kue yang baru dipanggang. Feby sedang menyiapkan sarapan di dapur sambil sesekali tertawa melihat tingkah Kayla yang kini sudah duduk di bangku SD dan sibuk membantu dengan celemek kebesaran. Haikal, yang kini mulai beranjak remaja, duduk di meja makan, menggambar sesuatu di bukunya."Haikal, kamu gambar apa, Nak?" tanya Feby sambil mengaduk adonan kue.Haikal mengangkat bukunya, memperlihatkan gambar sederhana keluarga mereka—Feby, Sandi, dirinya, dan Kayla berdiri di taman, dengan tulisan di bawahnya: Keluargaku adalah rumah terbaik.Feby tersenyum, hatinya meleleh."Bagus banget! Mama bangga sama kamu."Kayla langsung menyela, “Aku juga mau gambar, Ma! Tapi aku gambar rumah kita da

  • Istri Rahasia SANG BUPATI    71. AKHIRNYA

    “Rindu kami tidak berarti apapun jika dibandingkan kebahagian Kak Feby,” gumam Zaki dengan tulus.Feby menatap adik bungsunya dengan terkejut, tetapi juga tersentuh. "Zaki. Makasih ya. Kakak enggak akan bisa melewati semua ini tanpa dukungan kalian semua."Sandi yang duduk di sebelah Feby merangkul bahunya. "Benar. Kita sudah menjadi tim yang hebat."Malam itu, di bawah langit yang bertabur bintang, Feby merasakan kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Semua konflik yang pernah mengusik hidupnya telah usai. Bella telah meminta maaf, dan mereka telah berdamai.Sementara Ares, mantan suaminya itu telah menghilang dari hidup mereka setelah terlibat kasus korupsi besar, namun Feby merasa kuat untuk membesarkan Haikal dan Kayla tanpa bantuan Ares. Kini, hanya ada cinta dan kebahagiaan di rumah mereka.Di dalam hatinya, Feby tahu bahwa hidup akan terus membawa tantangan. Tetapi, dengan keluarga yang mencintainya dan suami ya

  • Istri Rahasia SANG BUPATI    70. INDAH

    Tiga bulan kemudian …Feby berdiri di depan cermin, mengenakan gaun sederhana namun elegan. Kilauan gaun itu memantulkan cahaya lembut dari jendela, memberi kesan bahwa hari ini adalah hari yang spesial. Meskipun hari ini bukanlah hari besar untuk dirinya, Feby tetap merasakan kebahagiaan yang begitu dalam. Pernikahan Rania—anak tirinya, yang sudah seperti anak kandungnya sendiri—telah membuat segala ketegangan yang dulu menyelimuti mereka berubah menjadi ketenangan."Dulu, rasanya semua masalah tak ada habisnya," gumam Feby sambil tersenyum kecil kepada dirinya sendiri. Gaun itu sempurna, dan semua sudah siap untuk perayaan hari ini.Feby tersentak ketika mendengar suara langkah kaki mendekat dari belakang. Itu adalah Sandi, suaminya. "Kau sudah siap, Sayang?" tanyanya lembut, berdiri di ambang pintu.Feby berbalik dan tersenyum, menatap Sandi yang tampak gagah dengan setelan jasnya. "Siap, tapi aku masih merasa sedikit gugup," jawabny

  • Istri Rahasia SANG BUPATI    69. BERDAMAI

    “SURPRISE!!”Feby tertegun. Di hadapannya berdiri Sukma dan Zaki, adik-adik yang sudah lama tak ia jumpai. Sukma yang kini sibuk dengan pekerjaannya sebagai ASN dan Zaki terakhir kali ia dengar balik dari perantauan, tampak membawa tumpukan kado di tangan mereka. Namun, yang membuat Feby lebih terkejut adalah dua anak kecil yang berlari menghampirinya dengan tawa riang. Siapa lagi kalau bukan Haikal dan Kayla, buah hatinya yang sudah lama tinggal bersama Ares, mantan suaminya."Mama!" pekik Haikal. Tawa mereka menggema, dan seketika hati Feby mencair bersamaan dengan air bening yang menggenang di pelupuk matanya.Feby tersenyum penuh haru, matanya mulai memanas oleh air mata yang tak terbendung. "Kalian... kalian semua di sini?"Sukma mengangguk, menepuk bahu kakaknya. "Tentu saja, Kak. Hari ini ulang tahunmu. Kami enggak akan melewatkan kesempatan buat kasih kejutan."Zaki tersenyum jahil, menyerahkan sebuket bunga mawar merah. "Happy

  • Istri Rahasia SANG BUPATI    68. MIMPIKAH??

    “Sudahlah, Ran. Jangan dengerin ayahmu. Dia ngawur,” ucap Feby dengan begitu cepat. Rania yang tadinya menggerutu seketika terbahak. Terlebih setelah melihat wajah ibu tirinya yang bersemu merah itu. Dia pun paham maksud dari omongan sang papa.“Iya iya. Ya udah nih!” Rania menyerahkan kotak P3K yang ada di tangannya. “Mbak, hmm maksudku Mbak Feby, eh mama ya? Atau —““Panggil aku seperti biasanya aja, Ran,” potong Feby cepat. Tangannya mengusap lembut pundak Rania dengan penuh kasih sayang. “Kau hanya punya satu ibu di dunia ini dan aku enggak akan bisa menggantikannya. Jadi meskipun aku adalah istri ayahmu, kita masih bisa menjadi teman ‘kan?”“Feby, kenapa gitu?” protes Sandi yang merasa keberatan.Feby terbahak lalu berkata, “Apa s

  • Istri Rahasia SANG BUPATI    67. GETARAN

    Feby menelan ludahnya dengan gugup. Udara malam terasa semakin menyesakkan, meski angin dingin menyentuh kulitnya. Sandi menariknya semakin dekat, hingga wajah mereka hanya beberapa inci terpisah.Kini mata Feby bergetar, tidak yakin dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Dia bisa merasakan napas suaminya yang hangat menyapu pipinya.“Kenapa harus panggil Om, hmm?” bisik Sandi, matanya tajam namun lembut. “Aku ini suamimu, bukan ‘Om’.”Feby mencoba mengalihkan pandangannya, tetapi tidak bisa. Mata mereka saling terkunci, dan dia tahu jika Sandi sedang menantinya. Menunggu sesuatu yang lebih dari sekadar kata-kata. Perasaan pun menjadi campur aduk, antara rasa canggung, ragu, dan keinginan untuk menyerahkan diri pada momen ini.Dengan lembut, Sandi mengusap pipi Feby menggunakan ibu jarinya. Sentuhan barusan membuat jantung Feby berdegup kencang, begitu keras hingga rasanya bisa terdengar. Perlahan, Sandi menundukkan wajahnya lebih dekat lagi, bibirnya hampir menyentuh bibir Feby ya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status