Share

13. IRP

Penulis: Zaidhiya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-18 18:17:13

Di kamar Sallwa, Kaif sedang berbicara lewat telepon dengan kekasihnya, Hana.

"Kenapa harus ambil kontrak itu, Hana? Kamu baru saja keluar dari rumah sakit. Jika butuh uang, katakan saja padaku," kata Kaif dengan suara penuh kekhawatiran.

"Tidak, Kaif. Aku hanya akan menerima uangmu bila aku sudah resmi menjadi istrimu. Tapi saat ini," jawab Hana dari ujung sana, suaranya bergetar.

"Maaf, Hana. Aku juga tidak ingin menggantung hubungan kita, tapi kamu tahu sendirikan bagaimana mama. Apalagi, kamu tidak ingin menjadi istri kedua," ucap Kaif.

Kaif tak menyadari bahwa setiap kata yang terucap terdengar jelas oleh Salwa, gadis berhijab yang berdiri di balik pintu yang tak tertutup sempurna. Hati Salwa berdesir, merasakan luka yang mendalam; bibir bawahnya tergigit kuat, menahan ledakan emosi yang siap meledak.

Kaif menutup percakapannya dan menaruh teleponnya. Saat itulah Salwa memutuskan untuk masuk ke dalam kamar, Kaif seperti tidak peduli dengan kehadiran Salwa di kamar itu.

Kama
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Istri Rasa Pembantu    14. IRP

    Empat hari telah berlalu sejak Salwa dan Kaif menginjakkan kaki di kampung halaman, namun tak seorang pun di antara keluarga yang menyadari retaknya rumah tangga yang mereka sembunyikan. Di mata orang-orang, mereka tampak sebagai sepasang kekasih yang saling terpaut hati, meski dalam hati masing-masing, keduanya ahli dalam memerankan topeng yang menipu Hujan turun dengan derasnya hari itu, mengunci setiap keluarga di dalam rumah masing-masing. Ada yang memilih berlindung di balik selimut hangat, ada pula yang mengisi waktu dengan obrolan ringan. Namun, berbeda dengan Salwa bersama dua ponakannya, Diva dan Susi, yang asyik bermain di bawah guyuran hujan, tertawa lepas tanpa beban. Kaif, yang duduk terpaku di antara keluarga, terpikat pada keceriaan yang belum pernah ia lihat sebelumnya pada Salwa. Keindahan dan keceriaannya bagai membuka mata Kaif akan sosok wanita yang telah ia nikahi. Namun, begitu pikiran itu mengusik, segera ia kembali teringat pada Hana—gadis cantik yang ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Istri Rasa Pembantu    15. IRP

    "Kaif, ini yang kedua kalinya aku berpesan padamu, tolong jaga adikku dengan baik, Salwa itu adalah permata kami," ujar Shabir, ia menatap Kaif dengan sorot mata tegas."Sejak kecil kami sangat memanjakannya. Jadi kalau seandainya adikku membuat kesalahan, tolong jangan dibentak, nasihati dengan cara baik-baik, dia pasti akan mendengarkan kamu," lanjut Shabir.Laki-laki yang lebih dewasa dari Kaif itu hampir meneteskan air mata. Seorang Hasbipun akan menangis jika adik kecil yang selalu ia manjakan akan dibawa pergi oleh laki-laki asing yang sudah menjadi suami Salwa.Hasbi berat, tapi apa boleh buat, saat ini, adik kecilnya itu sudah dewasa dan memiliki suami, sudah menjadi kewajiban Salwa untuk berada di sisi suaminya."Abang, di sini rupanya." Segera, Hasbi mengusap matanya yang berkaca-kaca dan segera bangkit, meninggalkan Kaif di belakang.O Langkahnya terburu-buru menuju Salwa, perasaannya campur aduk antara kehilangan dan harapan baru bagi adik tercinta.Tubuh Kaif terpaku, ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Istri Rasa Pembantu    16. IRP

    "Assalamualaikum, kakak ipar," sapa Halik dengan nada berat, seakan membawa tujuan tertentu di balik kedatangannya. Suami Eriana ini bukan tipe yang sering mengunjungi rumah Salwa, apalagi di saat suaminya, Kaif, tengah berada di kantor. "Waalaikum salam," jawab Salwa dengan suara tercekat. Kejutan menggelayut di wajahnya, pertanda kedatangan adik iparnya ini tidak biasa. "Mas Kaif masih ada di kantor," sambungnya cepat, berusaha memberi kode bahwa ini bukan waktu yang tepat untuk berkunjung. "Gak menyuruh aku masuk nih, kakak ipar? Kakiku rasanya sudah pegel berdiri di depan pintu," desak Halik, suaranya menyisakan ruang untuk mendesak. Suasana menjadi semakin tegang ketika Salwa terpaksa membuka pintu, walau hatinya berat. Ruangannya terasa lebih sempit, dingin, hampa. Salwa menggigit bibirnya, cemas. Seorang diri di rumah, dengan Halik yang sering memberikan pandangan yang tidak senonoh padanya dan Salwa tidak suka itu. "Ada perlu apa?" tanyanya, mencoba mempertahankan keten

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Istri Rasa Pembantu    17. IRP

    Di tengah dinginnya malam yang sunyi, Kaif terburu-buru kembali dari kantor setelah telepon darurat dari adiknya, Eriana. "Dimana Salwa?" tanya Kaif dengan suara yang pada Bi Maryam yang membukakan pintu. "Ada di kamarnya, Tuan. Nona Salwa sedang sa—" ucapan Bi Maryam terpotong, seolah langit menurunkan larangan untuk meneruskannya, karena Tuan Kaif sudah berlari menaiki tangga dengan langkah-langkah yang bergema ke seluruh penjuru rumah. Bi Maryam hanya bisa berbisik lirih, "Semoga Tuan Kaif bisa menenangkan, Nyonya," doanya menggantung di udara yang dingin. Peristiwa sore itu, ketika Bi Maryam kembali dari luar, telah menyambutnya dengan raungan tangis yang menyayat dari kamar mandi. Salwa, yang biasa tersusun rapi dan tenang, kali ini terlihat hancur; rambutnya kusut dan matanya sembab merah, mencerminkan badai yang mengamuk di dalam hatinya. Dengan langkah pasti Kaif membuka pintu kamar Salwa. Dalam keheningan yang terasa menyengat, Salwa yang tengah terhanyut dalam ayat-aya

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Istri Rasa Pembantu    18. IRP

    Dua jam berlalu dalam hujan yang tak kunjung reda, Salwa masih terdampar di bawah guyuran hujan yang kian menggila. Angin bertiup kencang, mendesing di antara dedaunan, dan tanda-tanda petir seolah menggantung di udara, siap meledak. Ctarrrrrrr! Bunyi petir menggelegar, meresap hingga ke sumsum tulang, memaksa Salwa untuk segera menutup telinganya. Tubuh kecilnya gemetar tak terkendali sementara air mata mulai mengalir di pipi pucatnya. Dia terisak seorang diri di halaman rumah yang seolah menyatu dengan kesunyian malam yang menyesakkan. Memang, Salwa memiliki kecintaan terhadap hujan, namun tidak dengan petir. Ctarrr ... “Ibu, adek ta-kut,” suara Salwa yang lirih hampir tenggelam di bawah deru hujan dan guntur yang memecah kesenyapan, sebelum akhirnya, tubuh kecilnya tak lagi mampu menahan beban ketakutan dan kelelahan. Salwa jatuh pingsan, terkulai tak berdaya di depan halaman Istana Kaif, dengan hujan yang masih setia menemani, bagai penari yang tak kenal lelah mengita

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Istri Rasa Pembantu    19. IRP

    Hana buru-buru memperbaiki penampilannya yang berantakan dan merapikan pakaian, sementara Kaif juga terlihat cemas membetulkan kemejanya. Salwa masih terpaku, tubuhnya gemetar tak terkendali. Di hadapan adegan yang tidak sepatutnya itu, bukan hanya rasa malu yang membuncah dalam diri Salwa, tetapi juga kehinaan di hadapan sang pencipta. Sudah sering Salwa menyaksikan kemesraan mereka, namun yang barusan adalah sebuah pemandangan yang terlalu intim, terlalu nyata. Hana, dengan kepala tertunduk, keluar meninggalkan ruangan Kaif, seolah-olah lantai membara di bawah kakinya. Salwa, yang dilanda perasaan terhina dan berkecamuk, akhirnya mengumpulkan keberanian untuk mendekati Kaif yang berdiri sendu di depan jendela, pria itu mengalihkan keterkejutan dengan menyesap rokok dengan tatapan yang hilang. Aroma asap itu menyeruak, dan Salwa tahu, inilah pertama kalinya Kaif merokok di depannya, sebuah tanda betapa dalamnya keretakan di dalam dirinya. Setiap asap yang terhembus memperdalam l

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Istri Rasa Pembantu    20. IRP

    Sudah lima hari lima malam Kaif tidak pulang ke rumahnya, hal itu membuat Salwa kawatir. Telepon Kaif tidak diangkat, pria itu seperti sengaja untuk menjauh dari Salwa semenjak percakapan terakhir kali di kantor beberapa hari yang lalu."Non, sudahlah. Tuan Kaif sepertinya menginap di kantornya lagi. Non Salwa istirahat ya, ini sudah sangat malam." Bi' Maryam berusaha membujuk Salwa, tapi seperti di malam-malam biasanya, Salwa akan terus menunggu, hingga berakhir tidur sofa ruang tamu.Sekitar jam 2 pagi, Salwa yang sudah tertidur di sofa ruang tamu terbangun. Karena merasakan ada orang yang datang.Tubuh Salwa terlonjak kaget, saat tatapannya tertuju pada seorang laki-laki yang berdiri di depannya, laki-laki itu menatapnya."Astaghfirullahaladzim, Tuan." Salwa mengelus dadanya karena terkejut.setelah mengontrol diri dari keterkejutannya, Salwa kembali berucap."Tuan mau makan?" tanya Salwa, ada rasa gugup yang menggelayut hatinya karena tatapan Kaif yang tidak biasa.Kaif tidak menj

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Istri Rasa Pembantu    21. IRP

    Salwa perlahan membuka mata, kesakitan merambat di seluruh tubuhnya, hasil dari malam panas, malam tadi. Perutnya terasa berat, pandangannya jatuh pada tangan yang melingkar di sana, tangan Kaif, yang nafasnya terasa hangat di sisi tubuhnya. Malam itu Kaif telah mengikat dirinya sebagai istri seutuhnya, namun ada duri tajam yang tertancap di hati Salwa saat melihat wajah Kaif yang tenang dalam tidurnya. 'Miris sekali? Kamu meniduri aku tapi kamu membayangkan perempuan lain, Tuan,' batin Salwa. Kaif yang mabuk malam itu mengira Salwa adalah Hana, memanggil nama wanita itu dengan kasih sayang yang seharusnya menjadi hak Salwa. Betapa pahitnya bagi seorang istri, di malam yang seharusnya sakral, mendengar suaminya menyebut nama perempuan lain dengan penuh rasa sayang. Dadanya sesak, perih yang membuncah tak terkatakan. Apakah ini cinta atau hanya sebuah kesalahan yang terus membara di antara mereka? Salwa merenung dalam kepedihan dan kebingungan, terjebak dalam dilema antara menci

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30

Bab terbaru

  • Istri Rasa Pembantu    87. IRP

    "Kak Kaif sejak kapan suka makan mangga muda?" Perhatikan Salwa dan Kaif teralihkan dengan kedatangan Eriana, perempuan muda itu tampak heran melihat saudaranya. "Emangnya Mas Kaif tidak suka mangga, Eriana?" tanya Salwa dengan rasa ingin tahu. Eriana hanya mengangkat bahu sambil tersenyum tipis, "Setahu aku tidak, Mbak. Tapi mungkin lidahnya sekarang berpetualang mencari selera baru," katanya mencoba untuk menahan tawa. lucky sekali melihat wajah saudaranya yang menahan rasa masam. Salwa kembali menatap suaminya, kali ini dengan pandangan yang lebih mendalam dan penuh kecurigaan. Cahaya mata Salwa seolah menembus ruang dan waktu, mencari jawaban dari perubahan tak terduga yang terjadi pada suaminya. "Kalau mas gak suka mangga muda kenapa memakannya, Mas?" tanya Salwa, wajahnya sudah tampak sedih. Mudah sekali mood ibu hamil itu berubah-ubah."Gak apa, Salwa.""Gak apa, bagaimana? Lihat, wajah Mas itu udah memerah. Lain kali bilang, kalau mas gak suka, jangan hanya diam aja," ger

  • Istri Rasa Pembantu    86. IRP

    Berbeda dengan perkiraan Salwa, ia malah l larut dalam kenyamanan tak terduga di ruang kerja sang suami. Di ruangan itu, perempuan yang tengah berbadan dua itu asyik melihat tontonan kesukaannya sambil menikmati berbagai jenis makanan yang terhampar di meja. Kaif, sang suami, terbenam dalam tumpukan pekerjaan, namun matanya sesekali mencuri pandang ke arah Salwa. Ia merasakan semacam kehangatan baru yang dibawa oleh kehadiran istri tercinta di ruang kerjanya. Tok tok tok...Bunyi ketukan pada pintu mengalihkan suasana. Kaif tak langsung membuka pintu ia menoleh kembali ke Salwa yang telah terlelap dengan televisi masih menyala. Ketukan pintu berhenti beralih telepon Kaif yang berbunyi. "Hallo.""Pak, Tuan Deswaka sudah datang," ucap Rubi, sang sekertarisnya di balik telepon."Iya, arahkan dia ke ruang meeting, saya akan segera ke sana," ucap Kaif."Baik, Pak."Setelah panggilan itu terputus, Kaif melangkahkan mendekati istrinya. Mematikan televisi lalu mengangkat tubuh Salwa deng

  • Istri Rasa Pembantu    85. IRP

    Pagi yang cerah memantulkan sinar semangat di wajah Kaif, pria itu tampak bersemangat untuk menyambut hari dengan aktivitasnya, terutama karena sang istri, Salwa, yang telah setuju untuk menemaninya ke kantor. Kaif merasakan kebahagiaan luar biasa, seolah tidak ingin melepaskan bayang Salwa dari sisinya, bahkan meski dalam waktu berkerja pekerjaan. "Mas, aku tidak akan mengganggu pekerjaanmu, kan, jika aku ikut?" tanya Salwa, saat dia mencoba memakaikan dasi pada Kaif dengan berdiri di atas sebuah meja kecil, supaya dapat mencapai tinggi suaminya. "Tidak, malah kehadiranmu membuat Mas semakin semangat untuk menyelesaikan pekerjaan hari ini, Sayang," jawab Kaif, sambil mengelus lembut perut buncit Salwa yang mengandung buah hati mereka. Salwa tersenyum, merasa lega dan penuh cinta, "Iya deh," katanya akhirnya dengan penuh kehangatan.Lagi pula di rumah ia tidak ada kegiatan apapun, tapi berada di kantor Kaif seharian, apa ia tidak akan bosan, ini adalah kali pertama Salwa menemani

  • Istri Rasa Pembantu    84. IRP

    "Salwa," suara Kaif bergumam lirih, seraya ia memejamkan mata, seakan-akan berusaha meyakinkan diri bahwa apa yang dilihatnya bukan sekedar khayalan. Meski telah memastikan diri di kamar mandi tadi untuk bersabar terkait hubungan mereka, kini Kaif justru tak bisa menjauh dari Salwa yang terpaku duduk di ranjang, menatapnya dengan pandangan menggoda. "Salwa, kamu..." kata-kata Kaif tergantung, tercekat di tenggorokannya, tak mampu melanjutkan karena terpesona pada istrinya sendiri. "Kenapa? Mas tidak suka melihatku seperti ini?" raut wajah Salwa memelas, membuat Kaif menggeleng cepat, nyaris dalam kepanikan. Dia malah merasa terpikat lebih dalam. Dengan perlahan, Kaif mendekati dan duduk di samping Salwa, mata mereka bertemu dalam tatapan yang penuh kelembutan dan saling menginginkan. "Mas, jangan diami aku, ya?" pinta Salwa dengan suara yang tiba-tiba terdengar begitu rapuh. "Kapan Mas mendiamimu, hm?" balas Kaif, suaranya tercampur dengan rasa bingung "Tadi, sebelum Mas ma

  • Istri Rasa Pembantu    83. IRP

    Salwa dengan lembut mengambil Al Qur'an terjemah yang selalu berada di sampingnya setiap malam, sebuah ritual yang telah menjadi bagian dari jiwa dan rutinitasnya. Di bawah sinar rembulan yang menerobos jendela, momen itu terasa begitu sakral, berbeda dari sebelumnya. Dahulu, Salwa selalu seorang diri dalam keteduhan malam, namun malam ini, ia ditemani oleh sang suami tercinta, Kaif, meskipun ia hanya terlelap dalam tidurnya. Sambil membaca ayat-ayat suci dengan lirih, Salwa merasakan kedamaian yang menyelubungi ruang hatinya. Tangan kirinya bergerak lembut, mengelus kepala Kaif dengan penuh kasih, memberi rasa tenang dan kedamaian pada tidurnya. Kehadiran Kaif, meski dalam kebisuan tidur, memberikan kebahagiaan yang tidak terkira bagi Salwa. Suasana hening malam itu semakin membuat setiap kata yang terucap dari Al Qur'an membawa Salwa ke dalam kedalaman kontemplasi dan rasa syukur yang mendalam. Kehadiran mereka berdua dalam doa dan cinta, menjadikan malam itu tak terlupakan, s

  • Istri Rasa Pembantu    82. IRP

    Salwa terjaga dari tidurnya yang tidak biasanya begitu lelap. Ada perasaan aneh menggelayuti pikirannya saat ia menyadari ada sesuatu yang berbeda malam ini. Meski biasanya ia sering terbangun di tengah malam, namun kali ini tubuhnya begitu nyaman dan tidak terganggu sama sekali. Seraya mencoba bangkit, tiba-tiba Salwa terhenyak, sebuah tangan kuat melingkar di perutnya. Dengan detak jantung yang berpacu, ia menoleh dan mendapati Kaif, pria yang kini ada di sampingnya. Dalam kebingungan dan sedikit rasa sesal, Salwa menyesali dirinya sendiri karena telah melupakan bahwa ia kini berada di Jakarta, dan lebih lagi, di kamar Kaif, rumah ibunya, Sofia. Salwa menatap Kaif yang masih terlelap di sampingnya, tangan besar pria itu hangat di perutnya. Mungkin, pikirnya, itulah yang membuat tidurnya terasa berbeda malam ini. Perlahan, dengan gerakan yang hampir tidak terdengar, Salwa berusaha melepaskan tangan Kaif dari perutnya. Ia berniat pergi ke kamar mandi, namun baru saja menyentu

  • Istri Rasa Pembantu    81. IRP

    "Istrimu sudah tidur, Kaif. Lebih baik l bermalam di sini saja," ucap Sofia lembut pada putranya yang baru saja tiba. Kaif mengangguk lelah. "Hari ini, energiku benar-benar terkuras habis, Ma."Jaga kesehatanmu, Nak. Kamu itu belum sembuh total," nasihat Sofia. "Kamu sudah makan malam belum?" Sofia bertanya pada putranya, penuh kekhawatiran. "Udah, Ma. Tadi sempat makan di kantor," jawab Kaif, suaranya lesu. "Baiklah, kamu mandi dan istirahatlah," kata Sofia. Kaif mengangguk, lalu melangkah menuju kamar. Begitu pintu kamar dibuka, suasana senyap menyambut Kaif. Di atas ranjang oper size, terlihat Salwa yang tertidur pulas, seolah sedang dalam pelukan mimpi. Cahaya kamar, menerangi wajah damai istrinya yang menjadi penawar lelah. Kaif tersenyum, seketika merasa semua kepenatan seolah terhapus. Berjalan hati-hati, ia meletakkan tas kerjanya, mengambil pakaian ganti dan melangkah ke kamar mandi, berusaha sebaik mungkin untuk tidak membangunkan mimpi indah yang sedang dijalani

  • Istri Rasa Pembantu    80. IRP

    "Ada apa, Bu?" tanya Bu Dokter dengan suara lembut sambil menatap Salwa yang terlihat sokKeterkejutan Salwa begitu nyata saat mendengar ucapan frontal Kaif, pria itu benar-benar tidak tahu tempat. Untuk saja dokter kandungan itu tidak mendengar."Oh, tidak, tidak ada yang salah, Dokter," jawab Salwa dengan suara kikuk, memaksakan senyum yang tak sempurna sementara Kaif hanya menampilkan senyum samar yang seolah menyembunyikan rahasia besar.Setelah meninggalkan ruangan dokter kandungan dan menebus obat, langkah mereka langsung pulang ke rumah. Tiba di depan pintu, Sofia, dengan tangan yang lembut, menarik lembut tangan menantunya."Kalian benaran tidak ingin menginap di rumah ini malam ini? Sungguh, rindu sekali Mama pada menantu cantik mama," tuturnya dengan suara yang meluapkan kerinduan mendalam.Salwa menoleh kepada suaminya, menunggu jawaban dari pria tampan itu. Raut wajah Kaif memendarkan keengganan, seakan mempertimbangkan seribu satu hal dalam benaknya sebelum akhirnya menja

  • Istri Rasa Pembantu    79. IRP

    "Oh, maaf maaf, Kak." Eriana segera berbalik, membelakangi Kaif dan Salwa."Ck, ganggu saja," gerutu Kaif tertuju pada Eriana. Sedangkan Salwa menunduk dengan wajah merona, Malu. Bagaimana ia tidak malu, jika adik iparnya itu melihat dirinya dan Kaif dalam posisi yang begitu intim."Maaf, Kak," ucap Eriana sekali lagi. Hubungan Eriana dan Kaif tidak terlalu baik, ia jadi semakin kawatir saudaranya itu akan semakin benci padanya."Itu, Kak. Di depan ada dokter yang mau memeriksa keadaan kak Kaif," ujar Eriana."Untuk apa dokter, suruh pulang saja dia. Saya sudah punya dokter pribadi," kata Kaif dengan santainya sembari melirik pada Salwa yang masih menunduk."Keluar kamu, dan tutup pintunya," perintah Kaif.Eriana nurut, perempuan itu langsung keluar dan menutup pintu kamar Salwa dengan rapat.Salwa melihat banyak perubahan yang terjadi pada Eriana. Dia tidak seperti Eriana yang Salwa kenal."Mas." Salwa terlonjak kaget, saat Kaif tiba-tiba menarik tubuhnya dalam pelukannya."Mas masi

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status