'Bagaimana mungkin? Ini sama sekali bukan Angkasa yang aku kenal!'Seorang yang begitu angkuh seperti Angkasa tidak akan membiarkan orang bermain tangan padanya. Dia masih ingat beberapa tahun lalu ketika ada orang yang sengaja menabraknya, hampir saja dia mematahkan kedua kaki orang itu.Tadi dia begitu takut, takut Angkasa akan mengoyakkannya, tapi apa maksud sikapnya sekarang ini?Sorot matanya begitu lembut, seperti sedang menatap kekasih hatinya. Sorot mata seperti ini pernah dilihatnya ketika melihat Angkasa menatap Angelina, dan tiba-tiba dia merasa sakit.Tasya buru-buru mengalihkan pandangannya, menghindari aura Angkasa, dadanya berdegup tak karuan, hatinya berkecamuk tak menentu."Angkasa, kamu kira sikapmu ini berguna? Jangan kira dengan kamu berlaku seperti itu, aku akan memaafkanmu!" Gerutu Tasya dengan gemetar. "Cemoohan dan kesakitan yang diberikan olehmu dan pacarmu itu, ditambah lagi dengan kecelakaan saat test drive, aku tidak akan melupakannya. Dan lagi, apa kamu su
"Tidak perlu, aku bisa sendiri." Untuk menghindari bersentuhan fisik dengannya, Tasya buru-buru menerima handuk itu.Angkasa yang sekarang entah kerasukan apa, begitu memperhatikannya, ini benar-benar membuatnya heran."Apa kamu tidak perlu ke kantor? Di kantor begitu banyak urusan, apalagi kita berdua hanya sebatas hubungan kerjasama, sekarang aku mendapat masalah seperti ini, rasanya reporter sudah sejak pagi ribut di kantor, kan? Apa kamu tidak perlu ke sana untuk menjelaskannya?" Tasya benar-benar berharap Angkasa segera meninggalkannya.Pria ini terlalu aneh, tidak seperti biasanya, membuat orang merasa tertekan, dia berdiri di sini saja membuatnya tak bisa berpikir dengan baik. Dengan kecut, dia menyadarinya, Tasya masih tak mampu bertahan menghadapi kharisma pria ini.Dulu, Angkasa begitu dingin terhadapnya, memperlakukannya dengan tidak baik. Tapi sekarang, pria itu tiba-tiba berubah menjadi lembut, begitu penyayang, dia ….Tasya menggelengkan kepala.Apa yang dipikirkannya?A
Melihat ponsel Tasya yang berada di sampingnya itu berbunyi, spontan dia ingin mengambilnya. Namun Tasya lebih cepat selangkah, dia segera mengambil ponsel itu."Khiar?" Seluruh imajinasi dan mimpi Tasya lenyap ketika melihat nama Khiar di layar ponsel.Barusan dia sangat terlena! Bagaimana mungkin dia masih bisa berimajinasi seperti itu terhadap Angkasa? Tasya buru-buru duduk.Meskipun sedikit kesulitan, dia menolak bantuan Angkasa dan menolak bersentuhan dengannya. Diangkatnya telepon, terdengar suara Khiar dari seberang sana."Helen, kamu tidak apa-apa, kan? Kudengar kamu mengalami kecelakaan di sana?! Tadinya aku mau ke sana untuk menjengukmu, tapi Putri di sini ada sedikit masalah, aku tak bisa pergi." Suara Khiar begitu panik, atmosfer yang penuh perasaan itu membuat Angkasa yang mendengarnya tidak nyaman.Tasya saat itu bukannya tidak melihat wajah dan pikiran Angkasa, namun begitu mendengar kondisi Putri tidak baik, Tasya menjadi panik. "Ada apa dengan Putri? Apakah parah?""J
Dan tentu saja, wajah Angkasa perlahan membengkak. Tapi Angkasa seperti tidak merasakan apapun, pria itu hanya menatap Tasya, menatap matanya yang penuh kebencian. Hal itu membuatnya teringat lagi bagaimana tadi mengangkat telepon Khiar dengan tergesa-gesa dan suara yang lembut, tapi amarahnya kembali membludak."Aku? Bajingan?! Tak peduli apa yang ingin kamu lakukan, apa yang ingin kamu dapatkan dariku, asalkan kamu mengatakannya, aku akan memberikannya. Tapi aku pasti tidak akan meninggalkanmu, tidak akan!" Selesai mengatakannya, Angkasa bangkit berdiri dan melankahkan kakinya.Kebetulan Ethan datang dan menabrak Angkasa. "Tuan Angkasa, wajahmu—""Bukan urusanmu!" Angkasa melotot padanya, menghentakkan kaki dan pergi dari kamar pasien.Udara dalam kamar masih tersisa akan aroma tubuh Angkasa, Tasya tidak membiarkan dirinya terhanyut dalam perkataan Angkasa. Dulu, Angkasa tidak mungkin mengatakan kalimat seperti itu, jadi ketika saat ini Angkasa mengatakannya padanya, pasti karena di
Tasya buru-buru menghapus air matanya, namun sekali lagi tertangkap basah oleh Angkasa. "Ada apa?"Dia buru-buru mendekat, melihat tangan Tasya yang masih menggenggam ponsel. Layar ponsel saat itu belum mati, dia dapat melihat dengan jelas bahwa Tasya sedang mengobrol dengan Khiar, dia bahkan masih dapat melihat dengan jelas video call yang mereka lakukan.Melihat Tasya yang menangis hebat, lalu sekali lagi Tasya menatapnya dengan penuh kebencian seperti ingin membunuh, api amarah yang telah diredam Angkasa sejak tadi akhirnya membara. "Kamu, sedang video call dengan Khiar dan memelas padanya, bukan? Memberitahu dia bahwa aku, seorang CEO Wijaya Company, tidak sanggup menjagamu dengan baik bukan?" Dengus Angkasa debgan kesal. "Sampai-sampai kamu langsung mengalami kecelakaan ketika kembali ke sini. Khiar menghiburmu? Dia memintamu langsung pulang ke Prancis? Atau aku memberitahunya bahwa tadi aku memaksa menciummu, dan dia akan segera terbang kemari dan menghajarku?" timpalnya dengan
'Mungkingkah dia?'Belum selesai Tasya berbicara, dia sudah kembali digendong oleh Angkasa, dan kembali ke atas ranjang."Kalau kamu lelah, tidur saja dulu, beritahu aku kalau ingin melakukan sesuatu, jangan pikir aku akan meninggalkan tempat ini." Selesai mengatakannya, Angkasa duduk di sofa di samping Tasya, mengeluarkan laptop dan mengerjakan urusannya.Tasya yang melihatnya memulai video conference merasa tidak enak mengganggu. Tapi tampaknya Angkasa tidak berniat menyembunyikannya dari Tasya, kondisi kantor saat ini seluruhnya terpampang jelas di hadapan Tasya."Tuan Angkasa, data rahasia perusahaan kita terbongkar, saat ini sudah tidak keburu menariknya kembali. Saat ini, baru perhitungan kasar di atas kertas saja perusahaan kita sudah rugi sekitar 2 miliar. Rencana investasi kita kedepannya pun sudah menyebar, apa yang harus kita lakukan sekarang?""Tuan Angkasa, saat ini perusahaan saingan kita sudah mulai menarik orang-orang kita, harga saham kita menurun drastis, saat ini ke
"Tuan Angkasa, sakit tuan muda tidak separah itu, dia akan sembuh seiring berjalannya waktu. Anak seusianya memang sering membuat orang khawatir." Dokter berusaha bersikap profesional dan menjelaskannya.Angkasa membuka laci meja, mengeluarkan sebuah sapu tangan. Di dalam sapu tangan itu ada rambut Tasya yang tertinggal di sisir rumah mereka enam tahun lalu setelah Tasya diketahui telah terbakar mati.Saat itu, dia sama sekali tidak melihat jasad Tasya, dan demi mengabadikan kenangan bersamanya, dia menyimpan rambut panjangnya dan meletakkannya dalam laci meja, tak seorangpun boleh memindahkannya. Dan saat ini, dia mengeluarkan sapu tangan tersebut, kemudian mengeluarkan sehelai rambut yang diambilnya tadi dari Tasya, lalu memberikannya pada Dokter."Dokter, aku ingin minta tolong satu hal padamu, tolong bantu aku memeriksa apakah pemilik dua helai rambut ini adalah orang yang sama," suara Angkasa terdengar dingin dan tegas.Dokter Huang tercengang sejenak, lalu bertanya pelan. "Tuan
'Zayn?' kening Angelina berkerut mendengar nama itu. "Aku tidak pernah mendengar David menyebut nama Zayn, tuan muda dari keluarga manakah dia?" Tanya Angelina mendetail.Namun Angkasa justru mengangkat alisnya lalu berkata dengan pelan. "Sudahlah, lebih baik tunggu David sembuh, baru bertemu dengan temannya itu. Jaga dia baik-baik, kecelakaan yang menimpa desainer Helen kali ini mendorong Wijaya Company sampai ke ujung tanduk, aku harus ke rumah sakit untuk mengawasinya."Selesai mengatakannya, Angkasa hendak beranjak pergi, tapi Angelina menahan lengannya. "Angkasa, di perusahaan ada banyak orang yang bisa pergi mengawasinya, lagipula desainer Helen adalah seorang wanita, pasti tidak nyaman bagimu seorang pria dewasa untuk merawatnya, bagaimana kalau aku menggantikanmu menjaganya? Lagipula aku seorang wanita, aku dan dia tidak mungkin saling sungkan, kan?" Mata Angelina bersinar.Tapi Angkasa berkata dengan datar. "Tidak, meskipun kamu adalah wanita, tapi diantara kalian pernah ada