Sovia tampak menunggu di depan di ruang UGD. Ia telihat gelisah dengan tubuh yang gemetar merasa takut. Jika sampai Tuan Adam tahu jika ia yang telah menabrak anak itu. Pasti dirinya akan disuruh pulang sekarang juga. Sovia tidak mau hal itu terjadi. Apa pun caranya ia akan tetap bertahan untuk menemani suaminya di sini.Setelah beberapa saat seorang dokter ke luar dari ruang itu dan bertanya,“Siapa tadi yang telah membawa seorang anak korban kecelakaan?” tanya dokter itu dengan serius.Sovia segera menenangkan dirinya dan menjawab dengan gugup, “Sa … saya Dok.”"Apakah ibu keluarga korban?" tanya dokter itu kembali."Bukan Dok, saya yang telah menolongnya," jawab Sovia dengan berusaha agar tetap tenang. "Sebaiknya ibu segera menghubungi keluarga korban karena anak itu butuh transfusi darah secepatnya!" saran dokter itu sambil memberitahu.“Iya Dok, tolong berikan perawatan yang terbaik! Berapa pun biayanya akan saya bayar,” sahut Sovia dengan penuh rasa tanggung jawab.“Bukan itu
Dengan memberikan berbagai alasan kepada Dokter. Akhirnya sehari kemudian, Sovia sudah boleh membawa anak itu pulang, tetapi bukan ke rumah korban melainkan ke vila suaminya. Tuan Adam tampak terkejut melihat istrinya pulang sambil menggendong seorang bocah. Tuan Adam laIu menatap ke arah Sovia dan bertanya, “Kenapa kamu bawa anak itu ke rumah ini? Bukankah dia masih butuh perawatan?” Tuan Adam terlihat heran.“Keluarga korban tidak ada yang datang Al dan aku tidak tahu di mana rumahnya,” jawab Sovia yang membuat Tuan Adam menggeleng.“Kamu bisa tunggu sampai anak itu siuman Sov. Lagi pula ada security yang bisa mencari tahu dengan datang ke lokasi kejadian,” ujar Tuan Adam yang tidak mengerti jalan pikiran istrinya.“Maaf tidak terpikirkan, sepertinya lebih baik anak ini menginap dulu di vila kita sampai ia siuman. Jadi bisa ditanya di mana rumahnya," saran Sovia yang terdengar masuk akal.Setelah berpikir sejenak, akhirnya Tuan Adam pun menyetujui, "Baiklah, tapi sebelum 2×24 jam
Sang Surya baru saja meninggi, cahayanya mulai memancar memeluk pagi dengan sinarnya yang hangat. Sovia tampak berjalan dengan menggendong seorang bocah lelaki. Kemudian mereka berhenti di meja makan untuk sarapan. Di mana Tuan Adam sudah terlebih dahulu duduk di sana.“Sekarang kamu makan ya, habis itu minum obat! Baru tante akan antar kamu pulang!” ujar Sovia sambil hendak menyuapi bubur.Anak itu tampak menggeleng sambil mengunci mulut mungilnya.“Ayo, buka mulutnya!” seru Sovia kembali, tetapi Yusuf kembali menggeleng, “Ya sudah kalau tidak mau.” Sovia terlihat putus asa untuk membujuk anak itu supaya mau makan, “Oh ya, nama kamu siapa?” tanyanya kembali sambil tersenyum.Bocah itu tidak menjawab dan tetap membungkam mulutnya dengan rapat.“Namanya Yusuf,” sahut Tuan sambil Adam menyeruput wedang jahe kesukaannya.“Kamu tahu dari mana, kalau namanya Yusuf?” tanya Sovia dengan heran.“Semalam dia menyebutnya ketika mengigau,” jawab Tuan Adam sambil menatap Yusuf yang tertunduk. K
Ketika Yusuf akan memberitahu nama ibunya, tiba-tiba pintu terbuka dan Sovia pulang dari mal."Yusuf sudah bangun?" tanya Sovia sambil tersenyum melihat bocah itu. Yusuf balik bertanya, "Tante beli mainan ya?" "Iya, ini buat kamu!" sahut Sovia sambil menyodorkan plastik belanjaannya. Yusuf menerima pemberian Sovia dengan senangnya. Sebuah mobil-mobilan truk dari plastik. Melihat itu Tuan Adam tampak mengernyitkan dahinya dan bertanya, "Jadi kamu ke mal cuma beli itu?" "Aku nggak jadi ke mal Al, ada pohon tumbang tadi di jalan. Jalanan macet dan putar arahnya susah. Jadi aku beli mainan yang ada saja di sepanjang jalan sambil pulang ke vila," jawab Sovia menjelaskan. "Pantes lama, terus bagaimana ini kita antar Yusuf pulang?" tanya Tuan Adam sambil berpikir. "Kita tunda saja, sampai pohon itu dibereskan oleh petugas!" saran Sovia yang dijawab anggukan oleh Tuan Adam. ***Waktu telah menunjukan hampir 2x24 jam. Sari dan Bayu sepakat untuk membuat laporan kehilangan Yusuf ke po
Hari berganti hari kondisi Yusuf mulai membaik. Sovia masih datang untuk menjenguk bocah itu dengan membawa berbagai macam makanan dan mainan. Wanita itu juga sangat royal kepada keluarga Bu Asih. Bahkan ia tidak pernah lupa mengantar Yusuf untuk kontrol.Sebenarnya Sari merasa keberatan dengan pemberian Sovia yang menurutnya terlalu berlebihan, tetapi ia merasa tidak enak untuk menolaknya. Mengingat wanita itulah yang telah menyelamatkan putranya. Sungguh sangat ironis jika Sari tahu yang sebenarnya.Setelah memeriksa luka bagian luar dan hasilnya cukup bagus, dengan diantar Sovia kini Sari menuju ruang dokter radiologi untuk mengetahui hasil rontgen kepala Yusuf.“Saya jadi tidak enak, Ibu sudah memberi kami terlalu banyak dan merepotkan,” ungkap Sari dengan sungkan.“Tidak apa-apa, saya sangat senang bisa membantu dan mengenal kalian semua,” jawab Sovia yang terlihat begitu tulus. "Sepertinya Yusuf haus Bu Puspa, lebih baik ibu beli minum untuknya!" saran Sovia sambil melihat ke a
Setelah Tuan Adam berangkat ke kantor, Sovia mulai sibuk dengan ponselnya. Ia kemudian terlihat menelepon seseorang. Dirinya sudah tidak sabar untuk mendapatkan kabar baik.[Assalamualaikum …,] ucap Sovia ketika panggilannya terhubung.[Waalaikumsalam …,] balas Sari dari seberang sana.[Bagaimana Ibu Puspa, apakah anda sudah memutuskannya?] tanya Sovia langsung pada pokok pembicaraan.Suasana tampak hening sejenak hingga Sari menjawab dengan suara yang berat, [Iya, Bu. tolong biayai operasi Yusuf.][Baiklah, kalau begitu saya akan menyiapkan berkas-berkas yang harus ibu tanda tangani!] ujar Sovia dengan senangnya.[Akan tetapi, bolehkan saya bertemu dengan Yusuf setelah dioperasi nanti?] tanya Sari dengan suara yang bergetar.[Tentu saja, lagi pula Yusuf juga perlu penyesuaian diri. Supaya ia bisa dekat dan menerima kami sebagai orang tua angkatnya,] jawab Sovia sambil menjelaskan.[Jadi kapan operasi Yusuf dilaksanakan?] tanya Sari ingin tahu.Setelah berpikir sejenak Sovia kemudia
Sari masih menatap kertas itu kembali dengan mengucapkan, “Bismillahirrahmanirrahim ...."ia kemudian meletakkan pulpen itu lalu menatap Sovia dan berkata, "Saya akan tanda tangani surat persetujuan ini, jika Yusuf sudah selesai dioperasi."Sovia tampak terkejut mendengarnya lalu ia pun bertanya, "Apakah ibu tidak percaya saya akan membiayai semua operasi Yusuf?""Bukan begitu Bu, sebagai seorang ibu tentu ingin melakukan yang terbaik untuk anaknya. Namun, saya butuh waktu untuk menyerahkan Yusuf kepada Ibu."Sovia tampak berpikir sesaat dan akhirnya menyetujui keinginan Sari, "Baiklah, begitu Yusuf pulang dari Singapura. Ibu harus segera menandatangani surat persetujuan itu.""Iya, terima kasih atas pengertian Ibu," ucap Sari sambil mengangguk."Oke, sekarang saya akan pergi dengan Yusuf. Nanti saya kabari lagi jika kami sudah pulang," ujar Sovia dan berlalu keluar yang diikuti oleh Sari, Bayu dan Yusuf.Sebenarnya Sari ingin ikut menemani putranya, tetapi ia tidak mau menjadi beban
Tiba-tiba sebuah Pajero hitam berhenti di halaman rumah Sari. Tidak lama kemudian seorang wanita cantik turun dari mobil itu sambil membawa dua paper bag yang cukup besar.Sovia tampak berjalan ke arah Sari yang berdiri seolah menyambut kedatangannya seraya berucap, “Assalamualaikum ...,” “Waalaikumsalam …,” sahut Sari dan Bayu bersamaan. "Yusuf," panggil Sovia sehingga bocah itu berdiri lalu menghampiri dan langsung menyalim tangan wanita itu.Sovia segera mengelus kepala Yusuf seraya bertanya, “Apa kabar ganteng?”“Alhamdulillah …Yusuf baik, Tante bawa apa?” jawab bocah itu sambil bertanya ketika melihat Sovia menenteng buah tangan.“Ini semua buat Yusuf, ada makanan dan mainan juga loh,” jawab Sovia sambil menyerahkan bawaannya ke tangan bocah itu.“Terima kasih Tante,” ucap Yusuf dengan senangnya.“Ya ampun Ibu Sovia kok repot-repot, silahkan masuk!” sapa Sari dengan ramah.“Tidak merepotkan sama sekali, cuma makanan kecil saja,” sahut Sovia sambil melangkah masuk dan duduk di r