Demi mendapatkan biaya untuk operasi ayahnya, Sari rela menikah dengan Tuan Adam, pria tampan yang tidak dikenalnya sama sekali. Namun, Sari tidak tahu. Bahwa dirinya hanya dijadikan pemuas nafsu dalam pernikahan oleh pengusaha kaya raya yang luar biasa dingin itu. Tuan Adam tidak ingin memiliki anak, bahkan tidak mau terikat secara hukum. Namun, seiring berjalannya waktu benih-benih cinta mulai tumbuh di hati Sari. Bagaimana nasib Sari? Dapatkah dia hidup bahagia jika cintanya berubah perlahan menjadi benci akibat terluka teramat dalam?
View MoreSalah satu rumah makan di daerah Bogor itu tampak ramai oleh pengunjung dari berbagai kalangan. Mungkin karena harganya yang terjangkau dan rasa yang lezat, membuat tempat itu tidak pernah sepi. Selain itu para pelayan di sana masih muda dan cantik-cantik sehingga, menjadi daya pikat sendiri untuk membuat para pelanggan datang lagi.
Puspa Sari adalah seorang pelayan di sana. Gadis berusia 20 tahun itu cantik dan berkulit putih bersih. Banyak lelaki yang suka kepada Sari bahkan ada yang mengajaknya untuk menikah, tetapi dengan tegas gadis itu menolaknya karena kebanyakan para pria penggodanya adalah lelaki yang sudah beristri, meskipun Sari dijanjikan akan diberi uang yang banyak. Ia tetap tidak mau menjual harga dirinya demi harta.“Ce, Sari mau pinjam uang dua ratus ribu,” ujar Sari kepada Ce Lilis pemilik warung makan.“Apa kamu mau pinjam uang lagi Sari?” tanya Ce Lilis dengan serius.“Iya Ce, buat biaya abah berobat,” jawab Sari sambil tertunduk.Ce Lilis tampak menarik nafas panjang sambil menatap Sari dengan prihatin. Ia tahu jika Sari menjadi tulang punggung keluarganya. Jika saja Ce Lilis punya anak perjaka, pasti ia sudah meminta gadis itu untuk menjadi menantunya.“Sari apakah kamu tidak mau mengubah nasib?” tanya Ce Lilis dengan serius.Sari tampak tidak mengerti dengan pertanyaan bosnya itu, kemudian ia pun balik bertanya, “Maksud Ce Lilis apa?”“Jika kamu mau, aku bisa membantumu untuk mendapatkan hidup yang lebih layak,” iming Ce Lilis yang sangat menggiurkan.“Tidak, Ce, terima kasih,” tolak Sari seolah tahu arah pembicaraan Bosnya.Begitu pun dengan Ce Lilis yang mengerti jalan pemikiran Sari sehingga ia pun bertanya, “Kamu lihat pria yang tadi duduk di pojokkan?” Yang dijawab anggukan oleh Sari, “Lelaki itu sedang mencari calon istri. Dia masih lajang juga mapan dan berani memberi mahar 50 juta, jika kamu mau menjadi pendampingnya,” tuturnya yang membuat Sari sangat terkejut mendengar hal itu.Sejenak Sari terdiam ia tampak berpikir lalu menjawab dengan apa adanya, “Sari belum siap untuk menikah muda Ce. Lagi pula mana ada pria kaya yang mau menikah dengan gadis kampung seperti saya, kalau bukan karena sesuatu.”Ce Lilis tampak mengangguk, sepertinya Sari gadis yang tidak mudah percaya begitu saja. Kemudian ia memberikan dua lembar uang merah kepada gadis itu sambil berpesan, “Ingat Sari, kesempatan tidak datang dua kali! Oh ya, bulan depan kamu tidak gajian ya.” Ce Lilis mengingatkan kembali. Sari segera menerima uang itu sambil mengangguk.***Malam mulai merambat jauh ketika Sari sampai di rumah. Untung ia punya teman dekat bernama Bayu yang selalu mengantar jemputnya bekerja. Selain itu Bayu adalah seorang pemuda yang baik dan sopan. Sehingga Sari merasa aman jika pulang malam dan tidak perlu mengeluarkan ongkos karena Bayu ikhlas tanpa pamrih.“Mampir Kang?” tanya Sari ketika turun dari motor.“Lain waktu saja, salam untuk abah dan ambu ya!” tolak Bayu dengan halus.Sambil mengangguk Sari pun mengucapkan, “Terima kasih ya Kang, hati-hati di jalan!” terlihat seulas senyum dari bibir Sari yang mungil.“Sama-sama,” jawab Bayu sambil membalas senyum manis itu kemudian ia memacu motor giginya dengan perlahan.Sari tampak memandangi Bayu sampai hilang di kegelapan malam. Lalu ia berbalik dan melangkah masuk ke rumah sambil mengucapkan, “Assalamualaikum ...."“Waalaikumsalam ..,” jawab Bu Asih ibunda Sari.“Bagaimana kondisi Abah, Bu?” tanya Sari sambil menatap ayahnya yang terbaring lemah.“Semakin buruk,” jawab Bu Asih terlihat sedih.Kemudian Sari mengeluarkan uang dan memberikan kepada ibunya seraya berkata, “Ini ada uang untuk berobat Abah.”Bu Asih menerima uang itu dan mengucapkan, “Alhamdulillah ….”Namun, Sari masih melihat ibunya sedang memikirkan banyak beban. Kemudian ia pun bertanya, “Kurang ya Bu?”Bu Asih menarik senyum getir dan menjawab, “Mudah-mudahan cukup.”Tiba-tiba dua orang adik Sari yang masih duduk di SLTA dan SLTP datang mengadu.“Teh, Ning belum beli buku pelajaran,” ujar Ningsih si bungsu memberitahu.“Aku juga belum bayar uang ujian, Teh.” Jaka berkata dengan raut wajah yang murung.Sari tampak menghela nafas panjang, kepalanya terasa pusing ia tidak tahu harus mencari pinjaman ke mana lagi. Untuk membuat kedua adiknya senang gadis itu kemudian berjanji, “Sabar ya! Teteh akan lunasi semuanya.”“Kapan? Dari kemarin Teteh selalu bilang sabar terus,” celetuk Jaka meminta kepastian.“Sudah biarkan Teteh istirahat dulu! Besok ambu akan bayar sedikit,” seru Bu Asih yang membuat kedua anaknya terdiam dan berlalu.Setelah membersihkan diri, Sari tampak merebahkan tubuhnya di kasur. Gadis itu tampak menerawang ke langit-langit kamar. Tanpa terasa ia pun tertidur tanpa berkeluh kesah dengan beban hidup yang ditanggungnya.***Mentari tampak meninggi, cahayanya yang hangat memancar ke seluruh penjuru alam. Membelai lembut setiap tetesan embun di rerumputan lalu membawanya entah ke mana.Sari tampak giat sekali bekerja, gadis cantik itu terlihat bersemangat sekali untuk mencari rezeki. Ia berharap hari ini ada pengunjung yang memberinya tips. Hanya itulah satu-satu harapan karena gajinya sudah di potong untuk membayar utang semua.Tiba-tiba ponsel lamanya berdering dengan sigap gadis itu menerima panggilan masuk yang ternyata dari ibunya. [Halo Bu, ada apa?] tanya Sari membuka pembicaraan.[Sari, Abah kritis dan harus dioperasi,] sahut Bu Asih dengan suara yang terisak.[Ibu yang tenang ya! Sari akan cari pinjaman,] janji Sari dalam kepanikan.Tidak lama panggilan itu pun berakhir, Sari tampak memasukkan ponselnya kembali. Gadis itu terlihat bingung ia tidak tahu harus mencari pinjaman ke mana lagi. Tanpa berpikir panjang, Sari segera mencari pemilik warung untuk meminta bantuan. Ketika bertemu dengan Ce Lilis, Gadis itu pun mengutarakan maksud kedatangannya.“Maaf ya, Sar, Ce Lilis tidak bisa membantu karena baru kemarin kirim uang untuk Teh Gendis di kota.”“Tolong saya Ce, Sari tidak tahu harus minta bantuan kepada siapa lagi.” Sari tampak memohon kepada bosnya itu.Ce Lilis tampak berpikir sejenak untuk mencari jalan keluarnya lalu ia pun berkata, ”Tidak ada cara lain Sar, kecuali kamu mau menerima tawaran Ce Lilis waktu itu."Tanpa berpikir panjang Sari pun mengambil jalan pintas, “Baiklah Ce, Sari mau.”“Kamu yakin?” tanya Ce Lilis ketika Sari menyatakan menerima tawarannya tempo hari.“Iya ce, tapi saya minta maharnya dibayar di muka.” Sari mengajukan syarat karena terdesak.Kemudian Ce Lilis mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang. Lalu ia terlibat percakapan serius. Tidak lama kemudian pembicaraan pun itu berakhir.“Lelaki itu setuju, sebentar lagi ia akan datang untuk membawa uangnya,” ujar Ce Lilis memberitahu.Entah Sari harus merasa senang atau sedih yang pasti ia berharap abahnya bisa segera dioperasi.Beberapa jam kemudian seorang lelaki datang. Ce Lilis tampak menyambut dan mereka terlibat percakapan dengan serius. Pria hitam manis itu sempat menoleh ke arah Sari dengan seulas senyum.“Ini uangnya baru 50 juta Sari, sekarang tanda tangani kuitansi penerimaannya,” tutur Ce Lilis sambil menyodorkan sebuah amplop coklat dan selembar kertas kepada Sari.Dengan tangan gemetar sari menerima amplop itu sambil membubuhkan tanda tangannya. Ia berharap keputusannya ini benar karena tidak punya pilihan lagi. Demi keluarganya Sari pun terpaksa harus menikah di usia yang masih muda.Kemudian pria itu pun pergi tanpa memperkenalkan diri, tetapi ia berjanji akan menemui Sari secepatnya. Sari pun pamit untuk pulang karena harus segera ke rumah sakit.Ketika sampai di rumah sakit, Sari segera menemui ibunya yang sedang menangis tersedu."Bu, Sari sudah membawa uangnya," ujar Sari memberitahu."Sari, a-abah ...," Bu Asih segera memeluk putrinya dengan erat."Abah kenapa, Bu?" tanya Sari penuh khawatir."Abah sudah tiada Sari, hu .., hu ..." Bu Asih memberitahu kabar duka itu.Sari sangat terkejut mendengarnya, air matanya jatuh berderai."Abah ..., hu .., hu ....” Tangis Sari pun akhirnya pecah.***Mentari tampak cerah, angin pun berembus lembut, menggugurkan bunga-bunga Kamboja di atas tanah makam. Sari tampak mengusap batu nisan abah dengan perlahan. Dirinya sangat sedih, kehilangan sosok ayah yang sangat penyayang dan sabar."Abah beristirahatlah dengan tenang! Sari berjanji akan bekerja dengan rajin. Untuk menyekolahkan Ningsih dan Jaka agar kelak mereka jadi orang," janji Sari dengan sepenuh hati.Gadis itu kemudian melangkah pergi dengan menggenggam sebuah tekad yang kuat. Ketika sampai di rumah, Sari mendengar percakapan dari beberapa orang."Bu Asih, hutang-hutang abah siapa yang bayar?" tanya seorang perempuan paruh baya."Iya, sabar ya ibu-ibu! nanti saya akan lunasi," jawab Bu Asih dengan tidak tahu pasti."Yah, bagaimana kalau ibu jual saja rumah ini!" saran seorang lelaki tua."Jangan Pak, nanti kami mau tinggal di mana?" tolak Bu Asih dengan pilu."Saya akan bayar semua hutang-hutang abah, tunggu sebentar!" seru Sari sambil masuk ke dalam kamar.Sari membuka lemari dan mengambil sebuah amplop coklat. Sebenarnya ia ingin mengembalikan uang itu. Namun, sepertinya gadis itu tetap harus berkorban demi keluarga.BERSAMBUNG"Memakai hijab itu adalah salah satu kewajiban muslimah demi menjaga auratnya. Tapi mengenakan kerudung itu harus berdasarkan keimanan bukan karena sesuatu hal. Misalnya untuk menarik perhatian orang agar terlihat lebih baik," ujar Azza menjelaskan setelah mendengar keinginan Jelita yang mau memakai hijab. Jelita kemudian menegaskan,"Oh seperti itu, jadi kalau hati kita belum mantap sebaiknya jangan berhijab dulu?" "Boleh-boleh saja untuk belajar. Tapi amat disayangkan, kalau kita sudah memakai hijab karena alasan tertentu lalu melepasnya kembali, miris melihatnya," ujar Azza yang juga memberitahu bagaimana sikap seorang muslimah terutama dalam menjaga aurat dan pandangannya. "Ya sudah kalau begitu aku mau belajar sekarang," ujar Jelita dengan antusiasnya. Mendengar itu Azza tampak senang sekali dan mengajak, "Boleh, ayo sini aku ajarkan memakai hijab!" Azza kemudian memilah koleksi hijabnya dan mulai mengajarkan Jelita cara memakainya. "Masya Allah, kamu cantik sekal
"Jelita mana Tante?" tanya Fatih sambil mencari gadis itu dengan kedua mata elangnya. Dengan tetap tenang Tante Windi menjawab, "Ada di kamar sedang istirahat. Duduklah Fatih, sepertinya kita harus bicara!" Fatih segera duduk di sofa berhadapan dengan Tante Windi."Menurut Tante, kamu fokus saja urus perusahaan. Soal Jelita biar Tante yang tangani. Dia sudah dewasa Fatih, jadi sudah berani membangkang dan bisa melakukan perbuatan lebih nekat lagi, kalau terlalu dikekang!" ujar Tante Windi memberikan masukan ketika Fatih datang untuk menjemput Jelita.Fatih tampak berpikir sesaat dan menurut saran dari Tante Windi ada benarnya juga. Dengan tinggal di rumah ini, ia bisa bekerja dengan tenang dan tidak perlu khawatir lagi. "Baiklah, aku setuju Jelita tinggal bersama Tante. Tapi aku akan menambah beberapa orang keamanan lagi," ujar Fatih menyetujui."Oke, demi Jelita kamu boleh memperketat keamanan untuknya!" ujar Tante Windi sambil mengangguk kecil. "Sebelum pulang, aku mau bicara e
"Kamu harus pulang Nak, agar keluarga Jelita tidak cemas!" saran Sari setelah mendengar cerita Jelita.Jelita langsung terlihat sedih dan memohon, "Tolong Bu, izinkan aku menginap beberapa hari lagi!"Sari segera membelai kepala Jelita seraya berkata, "Maaf Nak, ibu dan abi bukan tidak suka kamu menginap di rumah kami. Tapi tanpa izin dari orang tua, kamu akan dianggap hilang. Jadi sebelum mereka lapor polisi sebaiknya kamu pulang dulu. Nanti boleh menginap lagi di sini kapan pun."Jelita tampak menghela napas panjang. Ia mana mungkin diizinkan menginap di rumah orang lain. Keluar dari pintu gerbang rumah saja dilarang. Gadis itu terus berpikir agar bisa tinggal lebih lama lagi di rumah ini. "Ya sudah, boleh aku pinjam telepon, untuk menghubungi mami di rumah?" pinta Jelita yang dijawab anggukan oleh Sari. Setelah dipinjami telepon, Jelita segera menjauh untuk menghubungi keluarganya. Jelita tentu tidak mau merepotkan Yusuf dan keluarganya yang begitu baik. Ia akan pulang dan kemba
Mentari tampak bersinar di ufuk timur. Bunga dan dedaunan terlihat segar dibalur sisa air hujan. Jelita sudah bangun dengan tubuh yang lebih bugar, meskipun kakinya masih terasa pegal akibat lari kemarin. Ia segera membasuh tubuhnya yang terasa lengket, meskipun air cukup dingin. Setelah itu segera memakai celana panjang dan sweater yang dibawakan Azza semalam. Setelah selesai, Azza datang lagi menemui Jelita. Tidak lama kemudian kedua gadis itu segera ke luar dari kamar dan menuju ke ruang makan. Di mana keluarga Tuan Adam terlihat sedang sarapan bersama. "Jelita kenalkan ini, Ibu, Abi dan Kang Yusuf," ujar Azza memperkenalkan keluarganya. Jelita segera menyalami Sari, sedangkan Tuan Adam dan Yusuf hanya mengatupkan tangan. "Nama yang cantik sesuai dengan orangnya. Bagaimana keadaan kamu Nak?" tanya Sari sambil tersenyum ramah. "Aku baik-baik saja Bu. Terima kasih, sudah memberikan izin untuk menginap di sini," ucap Jelita yang merasa disambut dengan hangat, padahal mereka baru
Hujan masih mengguyur kawasan puncak. Ketika sebuah mobil mewah tiba-tiba berhenti di jalan yang tampak macet. Seorang gadis cantik terlihat ke luar dari kendaraan itu dan berlari ke arah belakang. Tidak lama kemudian disusul oleh pria berbadan besar dan berpakaian rapi. "Tunggu, jangan pergi Non!" seru pria itu sambil mengejar.Gadis itu tampak ketakutan dan terus berlari sekencangnya. Sesekali ia berhenti di belakang kendaraan lain, sambil mengatur nafas dan berharap pria itu tidak mengejarnya lagi. Akan tetapi, doanya tidak terkabul. lelaki itu justru semakin dekat ke arahnya. Sehingga membuat gadis itu jadi kian panik."Pokoknya aku tidak mau kembali ke rumah," lirih gadis itu yang segera kembali berlari dengan nafas yang terengah. Namun, ketika di belakang mobil box Ia sudah tidak kuat lagi untuk melarikan diri. Kini dirinya hanya bisa pasrah akan apa yang terjadi. Alunan musik terdengar mengalun syahdu dari salah satu mobil sayur. Seorang pria bermata teduh tampak menikmati l
Lelaki sejati.Waktu terus bergulir, tidak terasa usiaku kian menua, raga ini juga mulai sakit-sakitan. Untung aku mempunyai seorang istri yang sangat perhatian sekali. Ia Seorang perempuan hebat yang Allah jodohkan dengan diriku ini yang jauh dari kata sempurna.Selama pernikahan kami tidak pernah sekalipun Sari mengeluh, ia selalu sabar dan ikhlas dalam mengurus dan merawatku anak-anak, dan ibuku. Sungguh aku sangat bersyukur karena semenjak kecelakaan 20 tahun yang lalu, seolah Allah memberikan aku kehidupan kedua untuk memperbaiki diri untuk menjadi lelaki sejati.Kini perkebunan sudah dipegang oleh Yusuf, sedangkan aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dan hanya sesekali ke kebun jika Yusuf sedang keteter atau pergi. Aku menjalani sisa hidupku dengan banyak beribadah dan sering ke masjid.Alhamdulillah … aku di percaya menjadi salah satu pengurus. Rasanya begitu damai hati ini banyak melakukan kegiatan di rumah Allah. Sungguh aku tidak pernah merasa hati ini begitu bahagia
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments