Share

Sapu Tangan Sutera Emas

Aiden melonggarkan cengkramannya lalu memerintahkan pada pelayan untuk, "Buka gerbangnya dan undang para wartawan itu masuk. Kami akan menyambut mereka dengan baik. Lagi pula, aku punya berita untuk diumumkan."

Aiden meletakkan ibu jarinya di mulut Eva lalu membelai bibir bawahnya yang kemerahan secara bolak-balik.

"Karena kau yang telah membawa para wartawan itu ke sini," bisiknya, "kuharap kau bisa menanggung konsekuensinya, Eva."

Eva tersenyum dengan tenang dan merasakan para pelayan mengencangkan pegangan mereka di lengannya seolah mereka bisa membaca pikiran bos mereka.

Tiba-tiba Eva membuka mulut lalu menggigit jari Aiden yang perlahan menelusuri bibirnya. Eva terkejut karena alih-alih kesakitan dan menarik ibu jarinya keluar, Aiden justru mulai memasukkan jari itu lagi ke dalam mulut Eva seolah-olah tidak merasakan sakit dan menikmati sensasi lidah lembut Eva yang menyentuh ujung jarinya.

Eva mengerutkan dahi dan menggunakan ujung lidahnya untuk menekan jari itu sekuat yang dia bisa, tetapi pria itu memainkan permainan mengejar dan mundur di dalam mulutnya sehingga air liur mulai menetes ke sisi bibirnya. Alih-alih membuatnya jijik, adegan ini memancing hasrat pria.

Aiden ingin menjilat cairan manis di sudut mulut Eva. Salah satu pelayan melepaskan cengkeramannya di lengan Eva dan menawarkan Aiden nampan perak dengan saputangan sutra emas agar pria itu bisa menyeka jari-jarinya.

"Dasar pria iblis!"

Dia menjulurkan lidahnya yang lincah dan perlahan menjilat buku jari jempolnya seperti sedang menikmati es krim yang enak. Eva terengah-engah. Tidak heran Eva pernah jatuh cinta padanya, hanya sedikit wanita yang bisa menolak pria seperti itu. Sayang sekali Eva bukan lagi wanita yang sama yang merindukan perhatiannya dan memohon cinta pria ini lagi.

"Aku tahu kau sudah memiliki wanita lain dalam hidupmu," Eva berkata, "Karena itu, bukankah kau seharusnya senang dengan perceraian ini? Aku memiliki niat baik mengundang para wartawan di sini demi mengumumkan berita perceraian kita. Ini seperti latihan untuk pengumuman pernikahan yang kedua Anda, 'Yang Mulia'." Tak lupa Eva menambahkan sarkasme dalam kata-katanya.

Aiden memberi senyum penuh perhitungan, "Baiklah, karena kau begitu perhatian padaku, Istriku, aku juga tidak akan mengecewakanmu."

"Baguslah. Itu artinya, perceraian ini telah kita sepakati. Jangan berubah pikiran atau orang akan menganggapmu sebagai orang yang tidak beradab."

Mengetahui betapa sombongnya Aiden, Eva mencoba memanipulasinya untuk menjamin perceraian. Secara pribadi Aiden bisa berubah pikiran, tapi begitu para wartawan mengetahui perceraian pria itu akan dipaksa untuk menepati janjinya.

"Kau tidak berniat berbicara kepada pers setelah hari ini, bukan?" tanyanya.

"Tentu saja tidak."

Aiden mengangguk dan para pelayan melepaskan cengkeramannya. Eva berbalik untuk meninggalkan ruangan. Dia ingin memberikan penampilan yang terbaik untuk konferensi pers yang begitu penting dan dia perlu waktu untuk bersiap. Saat dia melewati ambang pintu, Eva berbalik dan berkata dengan nada ironis, "Ngomong-ngomong, tadi malam adalah pertama kalinya bagiku. Kamu bisa menganggapnya sebagai hadiah perpisahanku untukmu."

Aiden memiringkan kepalanya dan menyeringai saat Eva mundur.

Alfred kepala pelayan berdehem, "Nyonya Eva bertingkah sangat aneh akhir-akhir ini. Mungkin kita harus meminta dokter untuk memeriksa—"

Dia hendak mengatakan kesehatan mental, tetapi dengan cepat berpikir lebih baik untuk menelan kata-katanya.

"Aneh?" Aiden bertanya-tanya. "Ya benar, ini memang aneh. Wanita itu dulu sangat membutuhkanku, selalu memohon perhatian dan kasih sayangku. Dia bahkan pernah mencoba membuat keributan dengan mencoba bunuh diri. Lalu, mengapa sekarang dia berubah? Mengapa dia bersikeras pada perceraian ini? Apakah itu bagian dari strategi baru Eva untuk membuatku tertarik?"

Aiden bergumam dengan dingin, "Ah, biarkan saja wanita itu merasa puas dengan ilusi kecilnya yang penuh harapan. Bagaimanapun ini hanyalah permainan kekuatan dari orang yang putus asa."

Seperti lalat yang tidak bisa dia usir, sekelompok pelayan mengikuti Eva kembali ke kamarnya. Pelayan menelanjanginya, Eva lantas menenggelamkan dirinya di bak mandi besar, kelopak mawar mengapung di permukaan air susu.

Eva meminta pelayan untuk membawakan anggur merah. Memutar-mutar kelopak mawar, Eva melihat air mandi menetes ke jari-jarinya yang panjang. Semoga semuanya berjalan sesuai rencana.

Dalam dua tahun sejak dia menikah dengan Aiden Malik, suaminya memperlakukan Eva dengan perasaan muak. Jangankan memaksa pria itu menyentuhnya, melihat Eva saja pria itu seolah tak tahan. Setiap usaha yang Eva lakukan untuk merayu suaminya justru menjadi bumerang, membuat Aiden lebih jijik dari sebelumnya.

Eva mengingatkan dirinya sendiri bahwa semua itu hampir berakhir dan dalam beberapa jam, Eva akan menjadi wanita bebas, tidak dibatasi lagi oleh suasana hati Aiden yang berubah-ubah.

Seorang pelayan menyela pikirannya, "Nyonya Eva, ada telepon untukmu."

Dengan lesu, Eva bersandar di sisi bak mandi dan membuka matanya sebelum memasang headset Bluetooth.

"Kami telah memastikan bahwa ada racun yang baru dikembangkan dalam darah Anda," suara laki-laki berkata, "Jika berlebihan, itu dapat menyebabkan perubahan besar dalam kepribadian serta penurunan daya ingat.

Akumulasi racun yang begitu besar menunjukkan kalau racun itu telah dikonsumsi dalam waktu yang lama," suara itu melanjutkan, "Saya sarankan untuk memeriksa makanan dan barang-barang pribadi Anda untuk melihat apakah itu telah diracuni. Dan jangan lupa untuk minum obat. Obat itu tidak akan mengembalikan kepribadian atau ingatan yang terhapus sebagian, tapi paling tidak akan membantu Anda tetap aman untuk saat ini."

"Aku tidak perlu memeriksanya karena malam ini adalah malam terakhirku di kediaman Malik," jawab Eva.

Eva mengakhiri panggilan lalu melilitkan jari-jarinya di batang gelas anggur. Dia menyipitkan matanya yang indah dan dengan santai mengaduk cairan merah di gelas. Kristal bersinar terang di bawah lampu gantung Swarovski.

Eva lalu mengangkat gelas dan beralih ke kamera di dinding. Hanya orang mesum seperti Aiden yang punya ide memasang kamera di kamar mandi. Dia bersulang untuk pria itu dan orang tak dikenal yang telah meracuninya hingga menyebabkan perubahan kepribadian dirinya yang drastis dan kehilangan sebagian ingatan.

Bibir merah muda Eva mengucapkan "Cheers" tanpa suara.

Seakan pernikahannya dengan Aiden tidak cukup mengerikan, sekarang seseorang telah meracuninya.

"Semakin banyak alasan untuk bercerai!" Eva memantapkan hati.

Sementara itu, di ruang pengawasan, Aiden menatap layar komputer dengan mata tajamnya. Kulit Eva yang halus dan cerah, seperti sinar bulan murni, sangat memikat saat keluar dari bawah air susu.

Aiden tidak bisa tidak mengingat penampilan istrinya tadi malam ketika Eva berada di bawahnya. Intensitas ingatannya membuat darah Aiden mengalir ke bagian tubuh tertentu dan dia bisa merasakannya sesuatu di celananya menjadi sekeras besi.

Aiden mengekang dorongan untuk menghancurkan layar yang menunjukkan wajah sombong Eva yang tersenyum. Pria itu lebih suka menunggu dan melihat apa yang istrinya mainkan. Eva tiba-tiba melihat ke kamera seolah dia tahu sedang dimata-matai oleh Aiden.

Mengejek, Eva mengucapkan satu kata, "Cheers."

Aiden bertanya-tanya apa yang wanita itu pikirkan. Apakah dia merayakan karena dia pikir akan mencapai keinginannya? Apakah ayahnya menekannya untuk menceraikannya? Atau apakah ini benar-benar hal yang diinginkan oleh wanita itu?

Aiden mematikan layar.

"Dengan siapa dia berbicara di telepon tadi?" tanya Aiden.

"Kami belum mengetahuinya, Tuan," jawab Alfred.

"Kalau begitu cari tahu segera. Jika tidak, ucapkan selamat tinggal pada pekerjaanmu."

Suara Aiden yang tenang dan mengancam membuat Alfred bergetar. Dia menunduk dan buru-buru menjawab, "Saya akan segera mengetahuinya, Tuan."

Lalu Alfred mengangkat kepalanya. Dia menatap Neil yang ada di sebelahnya dengan spekulasi, "Oh ya, para pelayan juga berkata …"

"Apa?"

"Mereka mengatakan kalau Nyonya Eva sedang berbicara dengan seorang pria."

Setiap aspek kehidupan Eva diawasi dan diatur untuknya. Eva bahkan tidak menelepon ke Abraham tanpa sepengetahuannya. Sekarang kepala pelayannya memberitahu bahwa seorang pria telah berbicara dengan istrinya?

Dua pelayan Eva masuk untuk melapor kepada Aiden, "Nyonya Eva telah selesai mandi, Tuan. Dia memintaku untuk membawakan ini untukmu."

Pelayan yang lebih muda memegang telepon dengan kedua tangan dan mengintip ke arah Aiden dengan kekaguman dan ketertarikan yang semakin besar.

Aiden mengambil telepon. Layar menampilkan video langsung Eva berpakaian. Pelayan membantunya mengancingkan bajunya. Dia mengenakan gaun sutra berwarna merah tanpa punggung yang memperlihatkan gelombang pucat di payudaranya.

Dia memiliki jenis kecantikan yang membuat orang berperang karena kulit bercahaya, sosok jam pasir, dan wajah tanpa cela yang bahkan riasan minimalnya tampak berlebihan. Dia sempurna.

Kemudian Eva berbalik menghadap kamera. Dia dengan sengaja menarik bagian depan gaunnya ke bawah dan memamerkan payudara telanjangnya ke kamera. Bibirnya, diwarnai dengan lipstik merah retro, mengerut dalam ciuman ke kamera.

"Aiden sayangku, apakah kau menyukainya?" dia bertanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status