Dokter Cantik
Ayra adalah gadis cantik, berusia dua puluh lima tahun. Dari keluarga sederhana, berasal dari salah satu kota yang ada di pulau Jawa, yaitu Yogyakarta. Ayahnya hanya seorang buruh serabutan sedangkan ibunya pengrajin manik manik dengan penghasilan kecil. Potret keluarga biasa saja, tidak ada yang istimewa, kecuali sosok Ayra sendiri yang terlahir dengan luar biasa.Ayra berhasil mendapatkan beasiswa, untuk belajar di Jakarta, fakultas kedokteran, seperti cita citanya yang ingin menjadi seorang dokter hebat, supaya bisa membantu masyarakat kecil yang membutuhkan bantuan kesehatan, dimana semua orang tahu, sehat itu mahal, sakit itu menguras tenaga, kekayaan, dan hati.Ayra tidak perlu mengeluarkan biaya apapun, uang kuliah, tempat tinggal selama belajar, biaya makan, semua itu ditanggung oleh Abadi Group, perusahaan yang menyediakan program beasiswa. Bekerja sama dengan universitas tempat Ayra mendapatkan beasiswa.Ayra hanya perlu belajar giat, menjadi lulusan terbaik dan bekerja di salah satu anak perusahaan Abadi group yang bergerak di bidang kesehatan.Tanpa Ragu Ayra menerima beasiswa itu, dia meminta izin kepada kedua orang tuanya untuk pergi ke ibu kota, seorang diri, hanya berbekal keberanian dan tekad yang kuat untuk dapat merubah hidupnya, juga keluarganya.Ayra menjalani hari harinya sebagai mahasiswa, dengan sangat serius dan tulus. Hidup hemat sebagai seorang mahasiswa beasiswa.Tidak ada kata gengsi, untuk memenuhi kebutuhannya selama hidup di Jakarta, dia bekerja paruh waktu di beberapa tempat, di restoran sebagai asisten koki, di tempat binatu sebagai tukang gosok, di panti jompo dan beberapa tempat lain.Ya, walaupun kita tahu, mahasiswa kedokteran adalah mahasiswa tersibuk dan terlelah, karena konsentrasinya terpusat pada pelajaran yang begitu banyak dan praktek praktek melelahkan.Namun walau begitu, dia masih bisa melakukannya, di hari libur, di waktu luang, bahkan nyaris tidak pernah bermalas malasan, siang malam, makan dengan cepat, tidur secukupnya, ya, dia melakukannya, hal hal yang orang pikir sebagai sesuatu yang mustahil.Selama empat tahun, Ayra berusaha dengan sangat gigih, tidak lain adalah pantang menyerah dengan setiap keterbatasan yang ada, juga rintangan yang harus dihadapi.Belajar dan terus belajar, yang akhirnya membuat dia lulus sebagai predikat lulusan terbaik. Menjadi lulusan terbaik dari ratusan orang yang kebanyakan berasal dari keluarga mapan bahkan kaya.Sebagai lulusan terbaik, Ayra tidak perlu susah payah mencari pekerjaan, dia langsung direkrut oleh Abadi Group, ditempatkan di salah satu Rumah sakit yang merupakan anak perusahaan dari Abadi group. Rumah sakit Abadi Sehat.Ayra yang memiliki kecantikan alami membuat setiap orang yang melihatnya tertarik, selain cantik dia juga begitu santun dan ramah, seperti paket komplit yang semuanya ada di dalam dirinya.Wajahnya memancarkan kecantikan yang nyaris sempurna, mata bulat, hidung mancung walau tidak terlalu tinggi, kulit putih kekuningan, cukup bersih terawat, dengan postur tinggi semampai. Rambutnya panjang sebahu, berwarna hitam pekat alami, begitu khas wajah Asia yang teduh dan anggun.***Jam menunjukkan pukul 9 pagi.Seperti biasanya Ayra sudah berada di rumah sakit, berjaga di ruang unit gawat darurat."Ayra, kamu ikut saya ke Hotel Galaksi, saya ada meeting dengan presdir Herlambang, jangan lupa siapkan semua laporan, kamu akan menjadi asisten saya hari ini, memberikan laporan sebagai perwakilan dokter," ucap pak Herman, direktur rumah sakit tempat Ayra bekerja."Ba-baik pak, saya akan menyiapkan semuanya," ucap Ayra sedikit ragu, karena statusnya sebagai dokter magang. Setelahnya dia terlihat sibuk menyiapkan semua yang sekiranya dibutuhkan.Pukul 10, Ayra dan pak Herman sudah berada di Hotel Galaksi, mereka akan bertemu dengan presdir Herlambang dan ini adalah pertama kalinya Ayra bertemu dengan presdir Abadi Grup, yang telah memberi beasiswa penuh kepadanya."Selamat siang presdir," sapa pak Herman."Selamat siang pak Herman, silahkan, kita langsung saja membahas mengenai pembelian alat terbaru yang akan saya datangkan langsung dari Amerika," ucap presdir Herlambang."Baik pak, semua berkas sudah saya pelajari, saya turut bangga, karena rumah sakit Abadi Sehat akan menjadi rumah sakit satu satunya yang akan memiliki beberapa perlengkapan canggih ini," ucap Pak Herman memberi pujian."Iya, tentu saja, seperti cita cita saya, rumah sakit ini akan menjadi rumah sakit terbaik di Jakarta," ucap presdir Herlambang."Oh iya pak, perkenalkan ini Ayra, salah satu dokter yang dulu mendapat beasiswa dari Abadi Group, dia lulusan terbaik. Ayra baru saja menyelesaikan masa coas yang diadakan di rumah sakit kita dan sekarang menjadi dokter magang yang juga di rumah sakit kita pak, kebetulan kita bekerja sama dengan kementrian seperti yang pernah saya sampaikan beberapa bulan lalu," ucap pak Herman seraya mengenalkan Ayra."Selesai magang, saya juga berencana untuk meminta Ayra menjadi dokter tetap di rumah sakit Abadi Sehat, banyak pasien yang menyukainya pak, dia sangat multitalenta," lanjut pak Herman yang menyiratkan kekaguman secara rinci.Mendengar itu, Ayra mengulaskan senyum dan menundukkan badan."Oh iya, babagaimana kabar istrimu, aku dengar istrimu mengalami perdarahan pada kehamilannya," tanya presdir Herlambang pada pak Herman."Benar pak, istri saya sempat mengalami perdarahan pada kehamilan keduanya, dia harus istirahat total selama hampir empat bulan. Saya juga bersyukur karena adanya Ayra, dia yang telah membantu merawat istri saya selama masa istirahatnya," penjelasan pak Herman seraya melirik kearah Ayra."Benarkah?" tanya pak Herlambang terlihat cukup antusias."Iya, selama kuliah, Ayra sempat beberapa waktu bekerja di panti jompo, hanya beberapa jam sehari, juga di rumah sakit Abadi Sehat sebagai relawan, mengurus beberapa orang sakit, jadi dia cukup berpengalaman dalam merawat orang sakit, dan itu terbukti dengan kondisi istri saya yang semakin membaik," ucap pak Herman."Benarkah? Apa mahasiswa kedokteran yang sangat sibuk bisa melakukan itu?" tanya pak Herlambang dengan wajah tidak percaya."Mungkin bagi mahasiswa lain tidak mungkin pak, tapi Ayra berbeda, Karna itu juga dia dijuluki tangan ajaib," ucap pak Herman yang masih dengan pujiannya.Presdir Herlambang mengangguk anggukkan kepala, berusaha mempercayai apa yang pak Herman katakan."Syukurlah jika istrimu sudah membaik," ucap presdir Herlambang.Presdir Herlambang dan tim yang terlibat dalam meeting duduk di bangku dengan meja bulat besar, presdir Herlambang duduk berhadapan dengan Ayra. Setelah mendengar cerita dari pak Herman, presdir Herlambang seolah memiliki ketertarikan pada Ayra.Presdir Herlambang berusia sekitar tujuh puluh tahun, masih sehat dan bugar. Hari harinya diisi dengan olahraga rutin dan diet ketat, semua dilakukan guna menjaga stamina tubuh agar tetap sehat dan segar di usianya yang sudah tidak lagi muda.Rambutnya masih terlihat hitam mengkilap, itu karena semir rambut yang selalu digunakan rutin setiap tiga bulan sekali. Membuatnya terlihat lebih muda dari usianya.Wajahnya cukup tampan, teduh dan kharismatik, bisa jadi saat muda dia termasuk pria tampan yang banyak digilai kaum hawa.Hidung mancung dengan sorot mata tajam. Kulitnya masih terlihat kencang di usianya yang sudah cukup tua. Jalannya pun masih tegap, sungguh idaman bagi semua orang seusianya.Kondisi ekonominya yang termasuk sepuluh pria terkaya di Asia menurut majalah bisnis, membuatnya bisa melakukan apa saja, jangankan untuk membuatnya terlihat muda, mungkin untuk membeli segala hal yang disentuhnya pun bukan menjadi masalah besar.Presdir Herlambang mengamati Ayra dengan begitu serius, ada ketertarikan yang muncul dari dalam hatinya, dia berencana untuk menyelidiki segala hal tentang Ayra, gadis cantik yang rencananya akan dijodohkan dengan putra kesayangannya yang tahun ini akan menggantikannya sebagai presdir di Abadi Group.Setelah selesai meeting, presdir Herlambang memanggil pak Herman untuk menemuinya di salah satu ruang rapat hotel. Presdir Herlambang terlihat duduk di kursi sofa putih, sepertinya akan membicarakan masalah serius dengan pak Herman."Presdir memanggil saya?" tanya pak Herman."Pak Herman, saya ingin menanyakan sesuatu," ucap presdir Herlambang."Iya pak, apa itu?" tanya pak Herman."Duduklah dulu, kita akan berbincang sekitar Lima belas menit," ucap presdir Herlambang.Pak Herman menuruti apa yang presdir Herlambang perintahkan, duduk di sebelah presdir Herlambang dan menunggu kira kira hal apa yang akan mereka diskusikan."Pak Herman, ceritakan kepadaku tentang Ayra," ucap presdir Herlambang."A-Ayra?" tanya pak Herman cukup heran.Menang TelakIsabela masuk ke dalam kamar Loly ada bibi Esti yang membereskan barang barang peninggalan Loly.“Nyonya,” sapa bibi Esti“Apa bibi sedang membereskan barang barang Loly?” tanya Isabela.“I-iya nyonya, kata nyonya Sisca, ini akan disumbangkan,” ucap bibi Esti.“Begitu ya, aneh sekali, Loly baru meninggal beberapa hari, tapi mereka sudah menyingkirkan semua ini,” ucap Isabela.“Ya, saya juga berpikir seperti itu nyonya, tapi bagaimana lagi, ini yang nyonya Sisca perintahkan,” ucap bibi Esti.“Wah, wanita itu benar benar luar bisa, sepertinya dia tidak sedih sedikitpun dengan kepergian putrinya,” gumam Isabela.“Iya nyonya, nyonya Sisca memang sangat menyayangi non Loly, tapi dia juga tidak menyayangi non Loly. Hmmm, seperti apa ya, ya dia menyayangi non Loly, sangat sayang, tapi tidak pernah menganggap non Loly ada, tidak pernah dikenalkan pada orang orang, ya begitu. Setiap ada tamu, nyonya Sisca pasti seperti menyembunyikan non Loly,” ucap Bibi Esti.“Wah, rupanya kamu j
Kepergian LolyAlana terlihat datang di kediaman keluarga Herlambang, memakai pakaian serba hitam. Dia berusaha menyembunyikan kesedihan juga rasa kehilangannya. Dari balik kaca mata hitam itu, tersembunyi mata yang terus saja mengalirkan air mata, sedikit membengkak dan memerah, bahkan sisa air mata masih begitu jelas di sudut sudut matanya. Alana benar benar kehilangan, sangat sedih dengan kepergian Loly yang tiba tiba.“Terimakasih Alana sudah datang untuk mengantarkan Loly ke peristirahatan terakhirnya,” ucap nyonya Sisca.“Semoga Loly mendapat tempat terbaik,” ucap Alana. Nyonya Sisca terlihat menangis, ada rasa kehilangan tergambar jelas di wajahnya.Pak Herlambang terlihat begitu terpukul, duduk di kursi dengan mata yang sudah begitu bengkak. Dia berusaha terlihat tegar, namun kerapuhan itu tergambar sempurna. Di sebelahnya ada Ardian, dia terlihat benar benar tidak bisa mengendalikan diri, dia menangis, tangisannya tulus, dia begitu menyayangi adiknya.Di sebelah Ardian ada I
Kehilangan“Apa yang harus aku lakukan, Evan tidak boleh mencari tahu tentang Amora, tidak boleh. Sampai kapanpun, Amora adalah anakku dan juga Ardian, tidak ada fakta lain,” ucap Isabela di dalam hatinya.“Apa yang harus aku lakukan,” gumamnya bingung.Isabela terlihat meyakinkan hatinya.“Amora anak Ardian, untuk apa aku takut, aku hanya perlu membuat Evan tidak menggangguku lagi. Aku yakin Amora adalah anakku dan Ardian,” ucap Isabela yakin.***Esok harinya, Isabela terlihat menemui Evan di kantornya.“Apa yang kamu katakan, omong kosong apa itu,” ucap Isabela kesal.“Omong kosong?” ucap Evan menyeringai.“Aku tidak mengatakan omong kosong apapun,” lanjut Evan.“Bagaimana kamu bisa memiliki pemikiran seperti itu? Itu sangat tidak masuk akal. Aku minta tolong jangan ganggu aku lagi, juga putriku, aku tidak ingin menemuimu lagi,” ucap Isabela.Evan terlihat berdiri dari kursi kerjanya, mendekat ke arah Isabela berdiri.“Apa kamu bilang?” ucap Evan seraya mencengkram pergelangan tang
Fakta Yang SebenarnyaArsen mendatangi kantor Evan, firma hukum yang cukup terkenal untuk kasus perceraian. “Arsen, ayo duduk, untuk apa kamu datang? tumben sekali,” ucap Evan.“Apa aku tidak boleh mengunjungimu?” tanya Evan seraya duduk di kursi client yang ada di ruang kerja Evan.“Pengacara Evan yang saya hormati,” ucap Arsen seraya tersenyum.“Tentu saja, kamu boleh mengunjungiku kapanpun, aku hanya heran saja, tidak biasanya kamu begitu,” ucap Evan.“Kita baru saja bertemu beberapa hari lalu, jadi pasti ada sesuatu yang penting,” lanjut Evan.“Ya, mungkin ini penting bagimu,” ucap Arsen.Arsen dan Evan membicarakan hal yang cukup serius, ini mengenai kecurigaan Arsen mengenai sesuatu yang mengganjal di pikirannya. Amora, mengenai Amora. Arsen memiliki kekhawatiran bahwa Amora bukan anak biologis dari Ardian, melainkan Evan. Ini sesuai dengan yang Evan sampaikan, fakta mereka masih sering bertemu.Mendengar semua itu, Evan mulai memiliki kecurigaan. Dia berencana untuk mencari keb
Menuju KebangkrutanArsen terlihat makan siang dengan Alana, di sebuah restoran yang tidak jauh dari kantor Rumah Sakit Keluarga Sehat.“Arsen, apa orang orang itu akan benar benar menghilang tanpa jejak?” tanya Alana.“Ya, setelah kontrak selesai dan pembangunan akan dilaksanakan, mereka akan menghilang dan jika Ardian menuntut kasus, itu akan menjadi kasus penipuan, namun Ardian tidak akan bisa menuntut itu, karena jika beberapa eksekutif tahu mengenai berita itu, nama baik Abadi group akan tercemar, mereka terkenal sangat berhati hati dan penipuan adalah sesuatu yang memalukan bagi mereka,” ucap Arsen.“Apa mereka benar benar bisa dipercaya?” tanya Alana.“Mereka profesional, kamu tenang saja,” ucap Arsen.“Mereka akan pergi, dan uang itu?” Tanya Alana.“Seperti yang aku sampaikan sebelumnya, uang itu tersimpan di bank swiss, kita bisa menyumbangkannya, atau membangun rumah sakit gratis,” ucap Arsen.“Apa semudah itu?” Tanya Alana.“Tentu saja tidak, rencana ini sepertinya biasa d
Menangkap HatiAlana dengan santainya naik ke lantai atas menggunakan lift. Beberapa orang terlihat memperhatikannya, diantaranya bergunjing mengenai penampilan Alana yang begitu elegan, terlihat mahal dan berkelas, ada juga yang mencibirnya sebagai penggoda presdir mereka.Alana tidak memperdulikan hal itu, yang dia pedulikan hanyalah kehancuran Abadi group, itu saja. Hal semacam itu mampu ditahan sebisa mungkin, karena dia pernah merasakan kesakitan yang lebih dari itu.Sekretaris Pete terlihat menerima telepon dari resepsionis, namun baru selesai menutup panggilan telepon itu, dia sudah mendapati Alana berdiri di belakangnya.“No-nona,” ucap sekretaris Pete kaget.“Selamat siang sekretaris Pete,” ucap Alana seraya tersenyum.“Apa nona ingin bertemu dengan pak Ardian?” tanya sekretaris Pete.“Ya, aku membawakannya makan siang,” ucap Alana seraya mengangkat kotak makan yang dibawanya, kotak makan susun empat yang sepertinya berisi menu yang cukup menggiurkan.“Ba-baik nona, saya aka