Laras menggeliat ketika cahaya menerpa wajahnya. Wanita itu mengerjap beberapa kali sembari mengumpulkan kesadaran. Bibirnya mengelus senyum ketika merasakan tangan Sena memeluk pinggangnya posesif. Ketika bayangan kedekatan mereka melintas di benak, senyum wanita tersebut semakin lebar. Wajahnya juga terasa panas kala mengingat mereka bercinta lagi beberapa kali dalam semalam. Wanita itu menoleh ke arah Sena. Jemari lentiknya menyentuh wajah si laki laki perlahan. Gerakan jarinya menyusuri dahi, hidung, dan pipi. Laras tersenyum merasakan lembut bibir Sena ketika jemarinya menyentuh bagian tersebut. Bibir yang menjadi biang keladi membawanya terbang ke awang awang."Jangan lakukan itu." Suara serak Sena membuat Laras menarik jarinya. Dia membuang wajah, tetapi laki laki itu menahan dagunya. "Apa kau ingin menggodaku?" Kelopak mata Sena terbuka dan menatap lurus ke arah Laras.Mata Laras melebar dengan bibir sedikit terbuka, membuat Sena menggeram pelan. Sebuah kecupan kilat dilabuhk
Namun, kata kata itu hanya sampai di pangkal lidah Sena kemudian tertelan kembali saat bayangan Eva melintas di matanya. Laki-laki itu tidak tahu mengapa dia masih mempertahankan Eva, meski wanita tersebut telah membuatnya seperti seorang pengemis cinta. Padahal, kebersamaan selama kurang lebih dua tahun, dia tidak pernah merasakan perasaan nyaman seperti saat bersama Laras. Bukan sekadar nyaman, tetapi juga tenang.Meski belum terlalu lama berinteraksi dengan Laras, tetapi dia yakin sifat wanita itu memiliki hati yang baik. Laras begitu lembut dan mudah iba pada orang lain. Satu yang membuatnya semakin menyukai perilaku wanita itu, setiap kali dia mengajak Laras ke outlet barang barang branded, wanita itu malah berbisik di telinganya agar segera keluar. Laraa ngeri melihat harga yang tertera di tag price. Kalau saja Sena tidak bersikeras membeli beberapa buah tas branded dan gaun hasil rancangan desain ternama, mungkin mereka akan keluar dari tempat tersebut dengan tangan kosong. Jau
Akhirnya semua urusan Sena di negara kincir angin sudah selesai. Waktunya dia dan Laras kembali pulang. Dada lelaki itu penuh dengan tumpukan rasa bahagia. Sejak pulang sampai pesawat jet mendarat di bandar udara Soekarno - Hatta dia selalu menggenggam tangan Laras erat erat. Sena mulai berpikir menjadikan wanita itu satu satunya. Dia harus segera menyelesaikan urusannya dengan Eva."Tuan, apa boleh aku menjenguk Ayah?"Sena mengecup tangan Laras dalam genggamannya. "Ayahmu sudah keluar dari rumah sakit karena keadaannya sudah pulih. Besok aku akan mengantarmu. Sekarang kita pulang dan beristirahat.""Benarkah?" Mata Laras berpendar cerah mendengar ayahnya baik-baik saja. "Terima kasih banyak, Tuan." Laras memeluk Sena erat-erat.Lelaki itu membalas pelukan Laras. Dia membubuhkan kecupan di pucuk kepala wanita itu. "Iya, aku sudah membelikan rumah untuknya dan menggaji asisten rumah tangga dan perawat untuk mengurus Ayahmu.""Aku berhutang budi pada Anda, Tuan," lirih suara Laras. Dia
Laras tidak bisa memejamkan matanya. Pikirannya masih tertuju kepada Sena. Lelaki itu telah membuatnya jatuh cinta sedalam dalamnya hingga rasanya wanita itu tidak menemukan celah untuk membencinya. Menilik ke belakang, Sena memang tidak menjanjikan apa apa. Lelaki itu membayar kegadisannya, juga mengeluarkan dari cengkeraman Indah agar bisa memberikan keturunan untuknya. Mana Laras tahu kisah mereka berkembang seperti sekarang. Harusnya dia sudah mengira tidak mungkin laki-laki tampan dan mapan seperti Sena tidak memiliki seseorang yang spesial."Nyonya Eva model brand ternama. Dia beberapa bulan ini tinggal di Paris. Tuan Sena yang sering ke sana mengunjunginya. Mereka memiliki banyak rumah. Ini rumah orang tua Tuan. Dia ke sini hanya kalau Nyonya tidak di rumah."Kata-kata Maria kembali melintas di tempurung kepala Laras. Pantas saja Sena pergi begitu saja karena Eva telah kembali. Perih kembali menikam dada wanita itu, membuat matanya panas lalu dengan cepat melinangkan genangan d
Salah satu yang paling disukai Laras ketika tinggal bersama ayahnya adalah, perhatian laki-laki itu yang semua untuknya. Sampai seusia sekarang sang ayah masih nyinyir mengingatkan tentang alerginya. Bahkan, laki-laki itu mengingatkan kepada asisten rumah tangganya apa apa saja yang boleh dan tidak untuk dimakan sang putri. Sepanjang malam dihabiskan dengan mendengarkan sang ayah bercerita tentang masa kecil Laras. Senyum wanita itu tidak memudar sepanjang ayahnya bercerita. Senyum itu terulas sampai dia tertidur.Laras bangun dengan perasaan lebih baik. Dia keluar rumah ingin menikmati suasana pagi di tempat tinggal sang ayah. Suhu sejuk dan udara yang segar, serta banyaknya pepohonan tabebuya yang berbaris di sepanjang jalan menjadikan sekitar komplek perumahan itu asri. Apalagi bila pohon itu berbunga di musim kemarau, sekitar bulan Juli sampai september, pasti terlihat lebih indah. Dulu sekali saat anak anak dia suka sekali berdiri di bawah pohon menunggu bunganya rontok dari dah
"Ayahmu benar benar lawan bermain catur yang hebat."Randy memuji kehebatan Ayah Laras setelah makan siang dan berbincang bincang, laki laki itu mengajak Bastian bermain catur. Kebetulan sekali bos Mayapada Corporation itu memang menyukai olahraga otak tersebut. Biasanya dia selalu bisa menang dengan mudah. Namun, melawan Ayah Laras dia berkali kali mati langkah, sehingga Randy tidak lagi meremehkan kemampuan Ayah Laras. Bahkan, beberapa kali kalah di 'skak mat' oleh laki laki itu. Baru kali ini ada orang yang bisa mengalahkannya dalam sepuluh langkah. Randy yakin laki laki itu bukan orang sembarangan. Meski terlihat sangat sederhana, tetapi raut cerdas terlihat jelas di wajahnya.Laras tersenyum mendengar pujian Bastian untuk ayahnya."Ayah memang sangat menyukai olahraga catur. Bahkan dulu di tempat tinggal kami, hampir setiap hari orang orang datang mengajak Ayah bermain catur. Tidak seorang pun yang mampu mengalahkan Ayah karena beliau sangat lihai dalam mengatur strategi. Bagaima
Sepanjang perjalanan Laras tidak sekali pun menatap ke arah Sena. Pandangan wanita itu berlabuh keluar melalui kaca jendela mobil memperhatikan pohon pohon yang seolah-olah berlarian berlawanan arah dengan laju kendaraan yang dikemudikan sopir laki laki tersebut. Laras tidak ingin Sena melihat air mata yang terus berjatuhan di pipinya. Dia tidak mau laki laki itu semakin bahagia melihat kesedihannya. Serapuh apa pun dia tidak mau menarik simpati Sena dengan air matanya."Setelah ini kau tidak boleh pergi tanpa ijin dariku." Sena membuka suara. Dia melirik sekilas ke arah Laras yang mengangguk patuh. Laki-laki itu mengembuskan napas dalam. Dia tidak bermaksud untuk menyakiti Laras dengan kata katanya. Melihat gadis itu tertawa dengan Randy membuat dadanya terasa panas, lalu dia melampiaskan rasa kesal itu kepada Laras. Dia pikir, dengan mengingatkan siapa gadis itu akan membuat Laras kembali tunduk dan menjadi gadis penurut seperti awal mereka bertemu."Apa kau dengar apa yang aku kat
"Selamat datang, Nyonya. Saya tidak tahu kalau Anda pulang hari ini."Seorang wanita paruh baya menyambut kedatangan Indah, wanita yang menolong Laras. "Terima kasih. Aku terpaksa memangkas liburan, karena salah satu pelanggan ekslusif menelepon dan mengatakan beberapa pekerja di sini berulah.""Iya, Nyonya, tapi Anda tenang saja, saya sudah menangani semua." Wanita itu beralih menatap Laras, matanya memindai gadis itu dari kepala hingga kaki, "Dia ....?" tanyanya dengan suara tertahan kepada Indah.Indah memegang lengan Laras. "Namanya Laras. Mulai hari ini dia akan tinggal bersama kita. Tolong kamu antarkan dia ke kamarnya, beri juga dia pakaian baru dan makanan."Indah lalu menoleh ke arah Laras yang hanya diam sejak mengikuti Indah. Dia menganggap wanita itu malaikat penolong yang telah membayar semua biaya operasi dan perawatan sang ayah. "Dia Sumi, kalau kamu butuh apa apa panggil saja dia. Sekarang aku mau istirahat dulu, kamu ikut dia, ya."Indah tersenyum setelah melihat an