Lea terbangun ketika mendengar pintu kamarnya di ketuk, ia melirik jam weker yang ada di sebelah tempat tidurnya.
“Masih jam 6 pagi ternyata,” gumamnya.
Ia pun perlahan beringsut turun dari ranjangnya, berjalan sembari mengikat rambut panjangnya.
“Sayang, ini Mommy.”
Sekar tersenyum saat wajah bantal Lea muncul di hadapannya, ia pun segera memeluk tubuh itu dengan begitu hangat.
“Selamat pagi sayang.”
“Pagi, Mommy.” Balasnya penuh senyuman.
Sekar melerai pelukannya, merapikan anak rambut Lea yang berantakan menutupi wajah cantiknya. Lea memejamkan matanya saat jari-jari lentik itu menyentuh setiap helai rambutnya.
“Mau olah raga bareng?” tanya Sekar.
“Aku mandi dulu kalau begitu, Mom?”
“No, nanti aja mandinya. Sekarang ganti baju saja.”
Sekar mendorong masuk tubuh Lea ke dalam kamar, menutup pintu dengan begitu perlahan.
Sekar begitu panik, ia ikut mendorong brangkar Lea menuju UGD. Rasa marah, cemas juga bersalah menjadi satu membuat Sekar begitu tak tenang.“Maafin, Mommy. Kalau saja aku nggak ninggalin Lea lama,” sesalnya.Sekar mondar mandir sembari memperhatikan pintu ruang UGD yang tak kunjung terbuka.Dan tak lama seorang dokter keluar, dengan segera Sekar menghampirinya.“Bagaimana putri saya, Dok?”“Tidak ada masalah yang berarti dengan pasien, hanya luka goresan pada kaki juga pergelangan tangannya saja.”“Lalu kandungannya gimana?”Dokter tersebut menjelaskan dengan detail kondisi Lea juga kandungannya, Sekar bisa bernafas lega mendengar jika mereka baik-baik saja.Tak perlu rawat inap, Lea segera di bawa pulang oleh Sekar ke rumahnya.Lasmi yang kesal karena di dorong hingga terjatuh pulang dengan wajah kesalnya, terlebih baju yang di kenakannya itu harus terkena t
“Apa putriku belum bangun, Bik?”“Belum, Nyonya. Apa perlu saya bangunkan?”Sekar menggeleng, pagi ini ia ada urusan yang tak bisa ditinggalkan. Tak tega jika harus meninggalkan Lea seorang diri di rumah, Sekar berencana membawa serta Lea bersamanya.“Pagi semua,” Lea tiba-tiba sudah berdiri memeluk Sekar dari samping.Sekar tersenyum, ia membalas pelukan itu dan segera meminta Lea untuk duduk dengannya.“Sayang, hari ini Mom ada urusan. Mungkin sore baru kembali, kamu ikut ya?”Lea menghentikan gerakannya mengoles selai di atas roti, ia menatap Sekar yang juga tengah menatapnya dengan penuh harap.“Lea di rumah saja ya, Mom.”“Tapi, Mommy nggak tenang kalau kamu di rumah sendirian gini. Mom takut kejadian kemarin keulang lagi.”Lea jelas melihat gurat cemas di wajah mertuanya, ia pun tersenyum dan segera menggenggam tangan Sekar.“Mommy
Para pelayan di buat berdebar ketika mendengar suara pecah belah dari dalam kamar, mereka mencemaskan kondisi nona mudanya yang saat ini tengah mengandung.“Dimana tuan Lius?”Semua pelayan berucap syukur saat melihat pak Erik datang, mereka segera berusaha membuka pintu kamar dimana Lius mengunci diri bersama Lea.“Tuan Lius, tolong buka pintunya. Jangan melakukan hal yang akan membuat anda menyesal nantinya.” Teriak pak Erik.Tak ada sahutan, hanya suara barang berjatuhan yang nyaring terdengar di dalam sana.“Bagaimana ini, Pak?”“Apa bisa di buka dengan kunci cadangan?”“Tidak bisa, kunci yang ada didalam sepertinya tidak di lepas oleh tuan muda.”“Kita dobrak.”Lius tengah berusaha membuka paksa pintu kamar mandi, ia tahu jika Lea ada didalam sana.“Buka,” teriaknya.“Kenapa, kenapa Lius? Kenapa kau begitu kejam p
Akhrinya tiba, Rania kembali menginjakkan kakinya di negara kelahirannya.“I’m back.”Rania melihat mobil yang menjemputnya, ia pun segera melambaikan tangan pada supir yang menunggunya.Di perjalanan ia melihat toko bunga, ia teringat ibunya dan meminta sopir untuk berhenti sejenak.“Sebentar, aku ingin membeli bunga untuk mommy ku.”Bunga lili putih dengan kombinasi kristan merah menjadi pilihan Rania.“Rangkaikan ini, tolong.”Lea terbangun dari tidurnya, ia merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Bahkan wajahnya seperti mati rasa.Ia menatap di sekelilingnya, kosong. Dan dia sudah merasa biasa dengan itu.Lea menatap ponsel yang ada di atas nakas, ia pun berusaha meraih nya dengan susah payah.“Bisa, aku harus kuat. Demi bayi ini,” menyentuh perutnya.Ingin sekali Lea menghubungi Lius, namun ia tak ada keberanian untuk itu semua. Ia hanya
Sekar terlibat perdebatan panjang dengan Lius, tak ada satupun dari keduanya yang ingin mengalah dan menyudahi argument itu. Hingga tiba-tiba seseorang muncul dari balik pintu dengan begitu angkuhnya.“Mom, biarkan dia pergi. Itu pilihannya sendiri, bukan kita yang memaksanya.”“Rania?”Semua orang terkejut dengan kedatangan Rania, terlebih Sekar yang terkejut dengan pernyataan putrinya itu.“Kak, kapan kau datang?”Lius berhambur memeluk Rania, laki-laki itu tersenyum begitu manis pada kakaknya. Ia begitu merindukan Rania, kakak perempuan yang selalu mengerti akan dirinya.“Aku sudah kembali, kamu tenang aja ya.”Rania segera membawa ibunya keluar dari rumah itu, rumah dimana penuh dengan banyak sandiwara.Sekar hanya diam saat di bawa pergi oleh putrinya, ia juga sama sekali tak mengucap sepatah katapun pada Rania.Di sepanjang jalan pulang keduanya saling diam, Rania mem
Lio sudah mendengar tentang perbuatan Lius yang hampir membunuh Lea, ia begitu murka dan ingin sekali menghabisi adiknya. Terlebih kini tak ada satupun orang yang tahu dimana keberadaan Lea saat ini, ia semakin di buat tak karuan.“Bos, tiket sudah siap. Malam ini anda bisa terbang,” seru salah satu anak buahnya.“Ehm.”Lio menatap gelapnya malam, membawa segelas wine sebagai temannya.“Dimana sekarang dia, apa sudah makan?” gumamnya.Setelah mendengar kabar tersebut, Lio segera memerintahkan semua anak buahnya untuk mencari Lea.Dan karena rasa cemasnya itu, Lio sama sekali tak bisa memejamkan matanya bahkan saat berada di atas ketinggian.Rania tak tahu jika Lio dalam perjalanan pulang, ia seakan lupa dengan semua pengawalan yang di sebar adiknya itu.Ia masih menemani Sekar berkeliling mencari Lea, namun sejak pagi hingga sore hari sama sekali tak membuahkan hasil.&ld
Lius terkejut menyadari apa yang baru saja diucapkannya, tak menyangka akan ada hari dimana ia mengatakan kalimat itu.“Sial! Bagaimana mungkin aku merindukan wanita murahan itu.”Lius mencoba memejamkan mata, namun bayangan Lea yang tengah menangis begitu menusuk hatinya.Dengan terpaksa Lius membuka mata, nafasnya berderu dengan tak beraturan. Dan tiba-tiba saja perutnya kembali bergejolak.Segera saja ia berlari ke toilet, kembali mengeluarkan semua isi perutnya.Huek, huek.Lius kesakitan, ia terus saja mual sedang ia merasa sudah tak ada lagi yang bisa ia keluarkan. Ia lemah, bersandar pada wastafel dengan keringat membanjiri wajah.Perutnya masih terasa di aduk-aduk, namun ia sudah tak ada tenaga lagi hanya untuk menyangga tubuhnya.Saat Lius tengah tersiksa dengan mualnya, berbanding terbalik dengan Lea yang sudah bersiap menjemput mimpinya.Di atas ranjang sederhana itu, Lea tersenyum membelai perutny
Hari terus berganti, waktu terus berlalu. Kini tepat satu bulan menghilangnya Lea, tak sedetik pun Sekar lewati dengan berdiam diri.“Bagaimana dengan pencariannya?” tanya Sekar.“Mom, putramu baru saja pulang. Biarkah dia istirahat dulu.”Sekar berubah sendu, Lio menatap tak suka pada Rania yang ada di hadapannya.“Mom, aku sudah meminta semua anak buahku untuk mencarinya. Tapi sampai saat ini masih belum ada kabar, “ tuturnya.“Maafkan, Mom. Mom tak memperhatikanmu selama ini.”Buru-buru Lio menggelengkan kepalanya, ia mendekap hangat ibu yang telah melahirkannya itu. Namun matanya menatap tajam Rania, bibirnya berucap manis pada ibunya sedang matanya memaki kakaknya.Lio melonggarkan pelukannya, meminta Sekar untuk kembali beristirahat. Hari sudah malam, Lio tak ingin ibu nya jatuh sakit.“Kenapa kau berkata seperti itu pada, Mom?”“Aku hanya mengatakan