Hari terus berganti, waktu terus berlalu. Kini tepat satu bulan menghilangnya Lea, tak sedetik pun Sekar lewati dengan berdiam diri.
“Bagaimana dengan pencariannya?” tanya Sekar.
“Mom, putramu baru saja pulang. Biarkah dia istirahat dulu.”
Sekar berubah sendu, Lio menatap tak suka pada Rania yang ada di hadapannya.
“Mom, aku sudah meminta semua anak buahku untuk mencarinya. Tapi sampai saat ini masih belum ada kabar, “ tuturnya.
“Maafkan, Mom. Mom tak memperhatikanmu selama ini.”
Buru-buru Lio menggelengkan kepalanya, ia mendekap hangat ibu yang telah melahirkannya itu. Namun matanya menatap tajam Rania, bibirnya berucap manis pada ibunya sedang matanya memaki kakaknya.
Lio melonggarkan pelukannya, meminta Sekar untuk kembali beristirahat. Hari sudah malam, Lio tak ingin ibu nya jatuh sakit.
“Kenapa kau berkata seperti itu pada, Mom?”
“Aku hanya mengatakan
Lea mulai memotong sayuran juga beberapa daging, sedang rekannya ia minta untuk memotong ayam menjadi dadu.Tangan itu menari dengan indah di atas perapian, mengambil bumbu menuang bumbu hingga suara kecapan indra perasanya, semua nampak seirama.“Coba kau cicipi ini, apa ada yang kurang menurutmu?”Yang diminta pun segera mengambil sendok dan mengambil sampel makanan dari Lea, wajahnya tiba-tiba berubah. Lea sempat panik, ia takut percobaan resep kali ini gagal.“Ini benar-benar lezat, aku yakin kita bisa mendapatkan suntikan dana itu.”Senyum merekah menghiasi wajah cantik itu. Lea menuangkan masakannya pada 3 piring yang berbeda, begitu juga dengan masakan yang lainnya.Namun saat ingin menghidangkannya, tiba-tiba saja perutnya bergejolak. Lea mual, segera saja ia berlari meninggalkan masakannya.“Apa masih lama?” tuan Roberto masuk, ia heran menatap beberapa koki terdiam di depan makanan.
Lio masih penasaran dengan koki di restoran, ia bertekat ingin menemuinya secara pribadi. Nampak Lio membuka ponselnya, membaca beberapa pesan yang dikirim anak buahnya.“Kemana perginya dia, seakan hilang di makan bumi.” Gumamnya.Turun ke bawah, Lio mencari ibunya yang tengah sibuk menyiapkan makan malam.Namun suara deru mobil mengalihkan perhatiannya.“Akhirnya dia datang.”Rania terkejut saat melihat Lius juga ada di halaman rumah, tiba bersamaan dengannya.Matanya mengedar dan menemukan mobil Lio ada di garasi dalam rumahnya, ia menelan saliva nya dengan kasar.“Baru pulang, Kak?”“Ehm,” gugup.Lius merengkuh bahu kakaknya dan berjalan bersama memasuki rumah. Rania nampak gelisah, berkali-kali matanya menatap ke kiri dan ke kanan.“Wah, bakal perang dunia ini.”Dan benar saja, baru keduanya melewati pintu masuk sudah ada Lio yang menghadangny
Lea membulatkan tekat nya untuk pulang kembali pada suaminya, persetan dengan respon Lius yang terpenting Lea hanya ingin pulang.Ketika pagi menjelang, Lea nampak antusias mengemas beberapa pakaian miliknya. Rencananya sepulang kerja ia akan langsung pulang.“Semuanya udah, apa ya yang kurang?” menatap barang bawaan nya.Lea tersenyum begitu sumringah, ia sudah tak sabar ingin bertemu dengan suaminya.Ia pun segera keluar rumah menuju tempatnya kerja, hari ini ia sudah berjanji ingin menemui klien tuan Roberto.Semua rekan kerja merasa heran dengan Lea yang sedari datang wajahnya berseri-seri.Hari ini restoran cukup lenggang, tak banyak pengunjung yang datang sebab waktu belum menunjukkan jam makan siang.Lea duduk di depan meja bar, tiba-tiba saja ia merasa kepalanya begitu pusing bahkan pandangan matanya berkunang-kunang.Tepat saat itu tuan Roberto datang dan segera menghampiri Lea.“Astaga, hampir
Lius kembali ke rumahnya, rumah dimana dulu Lea tinggal. Tinggal seorang diri tanpa suaminya.Ia masuk dengan wajah penuh amarah, pelayan yang berpapasan bahkan tak berani hanya untuk sekedar menyapa.Masuk ke dalam kamar, Lius membanting semua barang yang ada di sana. Menatap nanar bingkai foto pernikahan mereka, Lius merasa ada yang hilang.Entah kosong apa yang sekarang di rasanya, apa yang hilang dari dirinya. Lius mencoba menepis semua yang di rasa, membohongi diri dengan rasa benci yang terlanjur menusuk hati.“Brengsek! Wanita nggak tahu diri, pelacur!”Dengan begitu emosinya Lius membanting bingkai foto Lea, menginjak-injaknya hingga hancur tak tersisa.Wajahnya memerah, matanya tajam menatap ke seluruh arah. Lius menggila dengan apa yang tengah dirasanya.“Dulu mengatakan mencintaiku, tapi nyatanya sekarang malah bersama dengan laki-laki lain! Apa maumu sebenarnya, Lea!” teriaknya.Lius membanti
Leo mendengar apa yang terjadi pada Lea hari ini, ia marah dengan apa yang suami Lea telah lakukan.Dengan kecepatan sedang ia mengendarai mobilnya menuju rumah kontrakan Lea, ia ingin melihat keadaan wanita yang di tolongnya itu.Tiba di depan rumah sederhana, Leo segera mengetuk pintu rumah. Tak lama Lea muncul dengan mata sembab nya.“Kak Leo?” kagetnya.Leo tak menyahutinya, ia menerobos masuk kedalam rumah yang hanya memiliki minim ruangan. Matanya tertuju pada satu koper yang sudah terbuka isinya.“Mau kemana?” tanya nya penuh selidik.Lea gelagapan mendapat pertanyaan itu, matanya menatap sekeliling rumah guna menghindari tatapan Leo.Bagi Lea, Leo sudah seperti kakak yang tak pernah di milikinya. Tak pernah ia mendapat kasih sayang juga perhatian dari saudara seperti yang Leo berikan padanya.“Kak-“Mau kemana?”Terus didesak membuat Lea menceritakan niat awalnya u
Pukul 08.00 malam, Sekar tiba di rumah bersama Rania. Di depan pintu sudah ada Lio yang menunggu kepulangan mereka.“Apa kalian sudah makan?”Itulah pertanyaan yang pertama kali dilontarkan Lio pada dua wanita di depannya. Lio bisa melihat jelas raut kesedihan di wajah ibunya, sedang kakaknya nampak cuek seperti biasa.“Masuklah, Mom. Segeralah istirahat.”Rania masih berdiam diri didepan pintu, ia menatap ibunya masuk ke dalam rumah dengan begitu lesu.“Masuklah, Kak. Kau juga butuh istirahat.”Dengan penuh perhatian Lio merangkul bahu Rania dan membawanya masuk ke dalam rumah.Sebenarnya, apa yang terjadi hari ini sudah Lio ketahui dari anak buahnya. Kejadian tentang Lius mengamuk di rumah, bukan tentang apa yang sudah Lius lakukan pada Lea.Hari sudah mulai larut saat Lio masih berkutat dengan berkas-berkas kerja, ia meneguk kopi untuk menghilangkan rasa kantuk.Ia bekerja begitu ke
Lea berjalan di tengah derasnya hujan, menelusuri jalan setapak yang masih terasa asing baginya.Kakinya terus melangkah, tak menghiraukan tubuhnya yang basah terkena air hujan.Air matanya kembali mengalir, mengingat sosok suami yang begitu di rindukannya namun begituenggan di temui pula.Lea bimbang, antara bertahan atau merelakan. Ia tak bisa melepaskan Lius begitu saja, namun terlalu lelah baginya terus berjuang seorang diri.Lea berteriak ditengah deru hujan, tak ada yang perduli dan tak ada yang tahu air mata Lea.“Bagaimana bisa hatiku berdebar melihat laki-laki itu, bagaimana bisa wajah itu mengingatkan ku padanya.” Ucapnya.Benar, laki-laki yang sempat di sangka suami Lea ternyata adalah Lio. Hatinya bergeter saat pertama kali menatap langsung manik mata teduh itu, Lea di buat terpesona pada pandangan pertama.Namun setelah mengetahui jika itu bukanlah suaminya, hatinya sakit. Ia merasa terlalu merindukan sosok la
Lisa tak bisa berhenti memandangi Lius, laki-laki yang sudah tiga hari tak datang menemuinya. Ia begitu merindukan laki-lakinya tersebut.“Darimana kau dapat alamat rumahku?”Lisa nampak kecewa, bukan pertanyaan itu yang ia harapkan keluar dari mulut kekasihnya. Ia hanya diam, menatap Lius dengan tatapan tak percaya.“Kenapa? Apa ada yang salah?”“Kau tak merindukanku? Kenapa malah menanyakan hal itu?”Rasa rindu kini berubah menjadi rasa cemburu, dengan gamblangnya Lius menceritakan hari-harinya yang disibukkan dengan pencarian Lea.Lisa cemburu, ia marah dengan apa yang baru saja di dengarnya. Bagaimana bisa laki-laki yang sangat di rindukannya itu malah menceritakan tentang istrinya.“Kau tak memikirkan perasaanku?”Lius nampak frustasi dengan sikap Lisa kali ini, laki-laki itu menjambak rambutnya dengan begitu kuat.“Kau yang bertanya, aku hanya menjawa. Dan sekar