Share

04

"Non Viona, nyonya Sarah, Lucy ada di mana ya?" tanya Bi Lisa ketika melihat Sarah dan Viona yang sedang bersantai di ruang tamu.

"Nggak tau, mungkin masih di kamar mandi," jawab Viona acuh tak acuh, sembari memakan camilan yang ada di tangannya.

"Iya bi, cari aja di sana." Sahut Sarah sembari memainkan ponselnya.

Bi Lisa yang mendengarnya tentu saja langsung membulatkan mata. Ia berlari menuju ke kamar mandi, karena takut terjadi hal buruk kepada Lucy. Jika sampai hal itu terjadi, maka dirinya akan merasa bersalah sudah tidak bisa menjaga amanah yang diberikan oleh Sena.

"Kucing kayak gitu aja dicariin," cetus Sarah seraya menaruh ponselnya ke atas meja.

"Padahal juga jelek gitu kucingnya, mending buang aja sih." Imbuh Viona yang juga meletakkan setoples camilan yang ada di tangannya.

Mereka berdua yang sama sekali tidak merasa bersalah pun memutuskan untuk pergi ke kamar masing-masing, dan memilih untuk beristirahat saja.

.

Di dalam kamar mandi yang berada di dapur, Bi Lisa terlihat sedih ketika mengangkat jasad Lucy dari dalam bak mandi.

"Nanti kalo non Sena marah gimana?" gumam Bi Lisa seraya meletakkan jasad Lucy ke lantai.

Bi Lisa terus memandangi tubuh Lucy yang mulai kaku, bahkan dirinya sampai meneteskan air mata.

"Maafin saya non, saya tidak bisa menjaga amanah dari non Sena. Maafkan saya juga Lucy, saya tidak bisa menjaga kamu dengan benar."

Karena tidak mau terus terlarut dalam kesedihan, akhirnya Bi Lisa memilih untuk menguburkan Lucy di halaman belakang seorang diri. Entah bagaimana nanti respon dari Sena, dirinya sudah siap jika disalahkan dan dimarahi oleh wanita itu. Lagi pula itu memang salahnya yang tidak bisa menjaga amanah dari orang lain.

.

Pada pukul lima sore, akhirnya butik Sena sudah tutup seperti biasanya. Alin dan Keisha juga sudah selesai merapikan butik yang sempat berantakan karena ulah dari para pelanggan yang datang.

"Bu, kami berdua pulang dulu ya?" pamit Alin kepada Sena yang saat ini sedang duduk di meja kasir bersama dengan Dara.

"Iya Lin, Kei. Kalian berdua hati-hati ya," jawab Sena dengan senyuman ramahnya.

"Iya bu." Jawab Alin dan Keisha secara bersamaan, lalu mereka berdua bergegas pergi dari sana.

Kini tinggal Sena dan Dara yang sedang merapikan beberapa kertas gambar desain pakaian yang mereka buat. Setelah menyimpannya di laci, mereka berdua pun segera keluar dari butik tersebut.

Tak berapa lama kemudian, pacar Dara yang bernama Kenan sudah datang menjemputnya. Dia adalah seorang dosen muda di sebuah kampus ternama di kota itu. Dan mereka sudah menjalin hubungan cukup lama.

"Ayo kita pulang," ajak Kenan tanpa turun dari mobilnya.

"Sen gue duluan ya?" pamit Dara kepada sang sahabat.

"Iya Ra," jawab Sena.

"Lo nggak papa kan kalo gue tinggal sendirian?" lontar Dara yang tidak tega membiarkan sahabatnya itu berada di sana seorang diri.

"Hahaha, lo kira gue anak kecil apa? Nggak papa lah kalo lo mau pulang, gue nggak akan larang lo,"

"Atau lo mau pulang bareng kita aja Sen? Biar gue anterin lo sampe rumah suami lo," tawar Kenan yang sama sekali tidak merasa keberatan.

Sena yang mendengarnya pun tersenyum, "Nggak usah, kalian berdua duluan aja,"

"Beneran nih lo gapapa sendirian?" tanya Kenan lagi.

"Iya Ken, gue juga nggak mau jadi obat nyamuk kalian berdua,"

Dara menghembuskan napasnya kasar, "Yaudah deh kalo gitu gue pulang duluan,"

"Iya Ra."

Akhirnya Dara pun bergegas masuk ke dalam mobil sang kekasih, dan meninggalkan Sena seorang diri di sana.

"Gue duluan Sen, kalo berubah pikiran lo bisa hubungi Dara," pamit Kenan dari dalam mobil.

"Hahaha, iya nanti gue hubungi dia kalo gue capek di sini,"

"Oke Sen."

Mobil Kenan pun melaju meninggalkan Sena sendirian di depan butik miliknya.

Bukannya Sena menolak niat baik dari kedua sahabatnya itu, namun dirinya tidak mau mengecewakan Bima. Takutnya nanti saat dirinya baru saja pergi, Bima malah sampai di sana. Pasti laki-laki tersebut akan marah besar telah dipermainkan olehnya.

Sena pun memilih untuk duduk di kursi yang berada di depan butik, sembari menunggu kedatangan sang suami. Jarak antara perusahaan Bima dengan butiknya cukup jauh, jadi dia memperkirakan sang suami akan sampai di sana sekitar setengah jam lagi.

.

Sudah tiga puluh menit lebih, dan Sena masih setia menunggu kedatangan sang suami. Ia coba mengirimkan pesan lagi kepada suaminya itu.

Bima.

Bim, kamu masih di jalan ya? Aku sudah nungguin kamu dari tadi.

Tak ada balasan dari laki-laki tersebut, bahkan saat Sena mencoba meneleponnya ponselnya tidak aktif. Ia terus mengulang menghubungi sang suami, namun hasilnya masih tetap sama, tidak ada jawaban.

Sena menghembuskan napasnya kasar, "Gue tunggu lagi aja deh, siapa tau sebentar lagi dia sampai."

Sembari menunggu kedatangan sang suami, Sena lebih memilih untuk mengecek beberapa desain gaun pernikahan, pesanan dari beberapa pelanggannya.

.

Sedangkan di kota lain kini Bima baru saja selesai meeting dengan salah satu rekan kerjanya, di salah satu restoran. Ia memang sengaja mematikan ponselnya agar bisa fokus dalam bekerja.

Ketika melihat Bima ingin mengaktifkan ponselnya, Hena langsung bertingkah agar laki-laki tersebut tidak membuka benda pipih tersebut.

"Pak Bima, bagaimana kalau kita makan malam dulu setelah itu baru pulang?" lontar Hena dengan senyumannya.

Bima pun mengurungkan niatnya untuk menyentuh ponselnya, "Oke, kebetulan saya juga lapar,"

"Baik pak, kalau begitu biar saya pesankan makan malam untuk kita,"

"Hmm..."

Hena pun akhirnya pergi karena saat ini mereka sedang berada di ruangan privat. Dia harus bergegas, agar Bima tidak bisa menghubungi Sena, atau mungkin dia akan membuatnya lebih lama agar mereka sampai rumah lebih larut malam lagi.

Setelah kepergian Hena, Bima pun langsung mengaktifkan kembali ponselnya. Ada beberapa panggilan dan pesan masuk dari sang istri.

Sena.

Gue sibuk, lo naik taksi aja.

Bima hanya membalasnya begitu saja, lalu kembali menonaktifkan ponselnya. Dia sangat kelelahan hari ini, dan malas jika harus berinteraksi dengan orang lain.

.

Kembali lagi kepada Sena yang masih setia di tempatnya. Setelah membaca balasan pesan dari sang suami tiba-tiba wajahnya berubah menjadi kesal.

"Ck! Kenapa lo nggak bilang dari tadi aja sih?! Tau gini mending tadi gue terima tawaran Dara sama Kenan."

Karena tidak mau menunggu lebih lama lagi, Sena pun berdiri lalu berjalan menuju ke pinggir jalan untuk menghentikan taksi.

Namun bukan taksi yang berhenti, melainkan sebuah mobil berwarna putih yang berhenti tepat di hadapan Sena. Pemiliknya pun segera turun untuk menemui Sena yang baru saja sampai di pinggir jalan.

"Belum pulang Sen?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status