Share

05

"Belum pulang Sen?" sapa laki-laki dengan perawakan tubuh yang tinggi dan gagah, kulit kuning langsat, potongan rambut yang rapi, beralis hitam tebal, dan pandangan mata coklatnya yang tajam.

Sena tersenyum menatap ke arah laki-laki tersebut, "Kak Raka."

Ya laki-laki tersebut bernama Raka. Dia adalah anak dari salah satu pelanggan tetap butik Sena, bahkan sang ibu juga yang menjadi pelanggan pertama Sena dulu.

Hubungan Sena dengan ibu Raka juga cukup dekat, bahkan ia merasa memiliki seorang ibu lagi, sedangkan ia menganggap Raka sebagai kakaknya sendiri. Raka sendiri berprofesi sebagai seorang dokter.

Raka menatap tajam ke arah Sena, dengan tangan yang bersedekap, "Hebat banget lo ya, udah nikah nggak bilang-bilang sama kami,"

Sena tersenyum kikuk, lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Hehehe, maaf kak. Acaranya mendadak, gue nggak punya waktu untuk kabarin lo sama mama,"

"Cepat masuk, gue anterin lo pulang." Titah Raka seraya kembali masuk ke dalam mobilnya.

Tanpa menunggu perintah yang kedua kalinya, Sena bergegas masuk ke dalam mobil Raka. Daripada menunggu taksi lebih lama lagi, lebih baik dirinya menyetujui saja tawaran dari Raka. Lagi pula mereka sudah kenal cukup lama, dan itu tidak akan menjadi masalah baginya.

"Makasih ya kak, udah anterin gue pulang," ucap Sena ketika mobil Raka sudah melaju.

"Iya sama-sama. Tumben banget nggak bawa mobil sendiri, mobil lo mana?" tanya Raka.

"Mobil gue masih di rumah kak, gue mau ambil sih tapi masih belum sempat," jawab Sena.

Raka menganggukkan kepalanya pelan, dengan pandangan yang terus memperhatikan jalanan, "Terus, suami lo mana? kenapa dia nggak jemput lo?"

"Dia sibuk kak, nggak sempat buat jemput gue,"

"Ck! Suami macam apa dia itu?! Istrinya diambil orang baru tau rasa," cetus Raka yang terlihat kesal.

"Maklum lah kak, kerjaannya emang banyak," Sena terus membela sang suami, "Lo sendiri tumben banget lewat sana, bukannya itu berlawanan arah dengan jalan rumah lo?"

"Gue emang sengaja mau cari lo,"

Sena mengernyitkan alisnya, lalu menatap ke arah Raka, "Buat apa lo cari gue?"

Raka menatap sekilas ke arah Sena, lalu kembali fokus ke jalanan, "Kalo bukan disuruh mama, gue nggak akan cari lo. Mama suruh gue temui lo, dan tanyain kenapa lo nikah nggak bilang sama kami,"

"Soal itu gue bener-bener minta maaf kak. Bukannya gue lupa sama kalian, tapi acara ini emang mendadak banget. Gue nggak punya waktu buat hubungi lo,"

"Iya iya Sen gue tau kok. Lo tenang aja, nanti biar gue yang jelasin ke mama,"

"Iya kak, sekali lagi terima kasih,"

"Iya."

Percakapannya mereka berdua pun terhenti. Sena yang kelelahan pun menjadi sedikit mengantuk, dan ia memutuskan untuk memejamkan matanya. Sedangkan Raka terus fokus mengemudikan mobilnya tanpa menatap ke arah gadis itu.

.

Di lokasi lain, Bima dan Hena baru saja selesai makan malam bersama. Setelah membayar makanan yang mereka makan, keduanya langsung pergi meninggalkan restoran tersebut.

"Pak Bima, bisa minta tolong?" lontar Hena yang duduk di kursi samping kemudi, lebih tepatnya di samping Bima.

"Apa?"

"Tolong anterin saya pulang sekalian ya pak? Ini kan udah malam, di kantor pasti juga udah sepi. Saya takut kalo disuruh nungguin taksi sendirian di depan kantor,"

"Hmm..."

"Terima kasih pak Bima." Ujar Hena tersenyum manis.

Bima tak lagi menanggapi, dirinya menambah kecepatan mobilnya agar segera sampai di rumah dan segera beristirahat.

"Oh iya pak, sepertinya besok kita akan sampai malam lagi. Masih ada tiga kota yang harus kita datangi," Hena seperti mencari perhatian dari pria itu.

"Hmm..." lagi dan lagi, Bima hanya berdeham saja.

"Bapak nggak masalah kan?"

"Nggak,"

"Kalo bapak capek bilang aja, nanti biar saya atur ulang jadwalnya,"

"Saya bilang nggak ya nggak! Dan tolong kamu diam! Jangan berisik!" bentak Bima yang terganggu dengan ocehan tidak penting dari Hena.

"Iya pak, maafkan saya."

Bima yang memang sangat irit berbicara pun malas menanggapi perkataan yang sangat tidak penting tersebut.

"Lo harus sabar Hena, suatu saat pasti lo bisa taklukkin Bima. Lo hanya harus sabar dan terus berusaha." Batin Hena yang lebih memilih diam daripada dimarahi oleh Bima lagi.

.

Di tengah perjalanan, Raka yang belum mengetahui rumah suami Sena pun langsung membangunnya. Walaupun sebenarnya dia tidak tega, namun keadaan yang mendesaknya.

"Sen bangun!" Raka sedikit mengguncangkan tubuh gadis itu, sembari berusaha fokus mengemudikan mobilnya.

"Hmm..."

Sena sedikit menggeliat, lalu perlahan mulai membuat matanya. Setelah tersadar sempurna, dia menatap Raka dengan penuh tanda tanya.

"Ada apa kak?"

"Rumah suami lo mana? Lo belum kasih tau gue." Ungkap Raka.

Sena yang mendengarnya pun langsung cengoh, dirinya lupa jika pria yang ada di sampingnya saat ini belum mengetahui hal tersebut.

"Di mana Sen?" Raka kembali bertanya lagi.

Sena yang tersadar pun langsung menjawabnya, "Di perumahan Akasia nomor empat belas,"

"Dari tadi kek,"

"Ya maaf kak, orang baru bangun tidur udah ditanyain gitu,"

"Iya iya."

Sena hanya menanggapinya dengan senyuman saja, lalu dirinya menatap ke luar jendela mobil, menikmati suasana jalanan malam yang ia lewati.

Sesampainya di depan gerbang menjulang tinggi rumah milik Bima, Raka langsung menghentikan laju mobilnya. Dari luarnya saja rumah tersebut nampak mewah, lebih mewah daripada rumah lainnya yang ada di sana.

"Sekali lagi terima kasih ya kak, lo udah anterin gue pulang," ucap Sena seraya melepaskan sabuk pengaman yang ia pakai.

"Iya sama-sama. Kalo ada apa-apa hubungi gue,"

"Siap kak!"

"Yaudah, masuk gih. Cepat mandi, lalu cepat makan,"

"Iya kak, kalo gitu gue turun dulu. Sampaiin salam gue ke mama," ucap Sena tersenyum.

"Iya nanti gue sampaiin,"

"Thanks kak."

Sena pun akhirnya turun dari dalam mobil, lalu berjalan menuju ke depan gerbang yang kebetulan sedang terbuka lebar.

Raka sendiri segera melajukan mobilnya meninggalkan depan rumah mewah tersebut.

Setelah mobil Raka tidak terlihat lagi, barulah Sena masuk ke dalam gerbang. Di sana terlihat ada sebuah taksi yang berhenti dan seorang pemuda asing berdiri di samping taksi tersebut, bersama Sarah dan Viona yang sedang menyambut kedatangan dari pemuda itu.

Sena yang penasaran pun menghampiri satpam yang bekerja di rumah itu, "Pak, dia siapa?"

Pak satpam yang melihat kedatangan Sena pun langsung menghadapnya dengan menundukkan kepala, "Dia tuan Andra non, keponakan dari nyonya Sarah dan tuan Alister,"

Sena menganggukkan kepalanya, pertanda ia mengerti, "Terima kasih pak,"

"Sama-sama non."

Tak berapa lama kemudian taksi yang membawa Andra pun pergi dari dalam rumah tersebut. Sarah yang melihat sang menantu masih berdiri di depan gerbang pun langsung memanggilnya.

"Sena ngapain kamu berdiri di sana? Cepat masuk sini."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status