"Kalau kali ini pun saya diturunkan di jalanan, saya tidak akan mau melanjutkan kerja sama kita!"Adinda melihat pria yang duduk di sampingnya sambil mengemudikan mobilnya.Dimas memang memilih mengemudikan mobilnya sendiri agar lebih meyakinkan bahwa mereka berdua memang pasangan suami istri pada umumnya.Padahal alasan sebenarnya adalah Dimas sedang berusaha untuk menghindari serangan jantung mendadak.Sebab, Adinda mengemudi seperti sedang balap liar--membuat Dimas merasa nyawanya terancam!Dan kali ini, Adinda malah kembali mengeluarkan kalimat peringatan?Luar biasa sekali wanita ini?"Semakin lama, saya rasa kamu semakin lancang!" geram Dimas."Ini kerja sama. Jadi, kita harus sama-sama --"Dimas langsung menutup mulut Adinda, hingga akhirnya tidak lagi berbicara."--Turun!" titah Dimas yang sudah memarkirkan mobilnya."Baru saja diperingatkan, sekarang sudah melakukan!" pekik Adinda.Dimas pun mengetuk kepala Adinda, kesal rasanya berbicara dengan wanita itu.Namun, ketukan pad
Adinda meletakkan gelas di tangannya setelah tandas diteguk Dimas.'Selamat' batin Adinda.Adinda tersenyum samar karena dirinya tak perlu meneguk minuman aneh itu.Ada Dimas.Adinda memang punya banyak ide dan dia memang wanita yang pintar dalam segala keadaan.Pantas saja Laras memilihnya untuk menjadi istri Dimas.Tentu saja Laras juga sudah mempertimbangkan dengan baik.Bahkan menyelidiki tentang Adinda, dia tak akan mungkin menikahkan anaknya dengan wanita asal-asalan.Menepikan tentang Laras.Lihat saja saat ini Adinda menuntun tangan Dimas untuk melingkar di pinggangnya.Membuat Dimas lagi-lagi merasa terkejut dengan ulah Adinda.Tapi hanya dibalas senyuman manja dari Adinda."Selamat ulang tahun dan semoga panjang umur," Dimas pun mengulurkan tangannya pada Megan.Dan langsung dibalas oleh Megan, "Terima kasih sudah hadir, aku merasa sangat senang."Dimas dan Megan pun saling melempar senyum sambil perlahan melepaskan tangan masing-masing.'Ternyata dia bisa senyum juga' batin
Dimas pun memilih untuk pergi dari sana.Adinda bingung saat tiba-tiba saja Dimas pergi meninggalkan dirinya di tengah-tengah tamu lainya.Tanpa kata, tanpa bicara untuk membuat alasan apapun juga.Dengan segera dia pun menyusul Dimas.Ternyata Dimas menuju toilet dan Adinda menunggu di luar saja karena dia bingung ada apa dengan pria aneh itu.Tapi ini tidak juga membuatnya merasa lucu.Sebab, dia sudah tahu sikap Dimas memang aneh dan suka semena-mena terhadap orang lain terutama dirinya.Sedangkan Dimas mulai mencuci wajahnya hingga berulangkali.Dia melihat wajahnya melalui pantulan cermin.Sambil berusaha mendinginkan otak yang mulai panas karena pikirannya yang tidak beres."Wanita itu seperti racun saja!" Geram Dimas sambil membayangkan wajah Adinda penuh dengan kekesalan.Kesal karena terus saja membuatnya merasa tidak nyaman.Sesaat kemudian dia pun merasa lebih baik, kemudian segera keluar dari kamar mandi."Tiga puluh menit!" kata Adinda yang berdiri di depan pintu kamar m
Beberapa saat kemudian Dimas tak lagi mendengar suara Adinda.Dia pun melihat ke samping ternyata sudah terlelap.Pantas saja Adinda tak lagi berbicara ngaur, ternyata minuman itu sudah membuatnya tertidur."Baru segitu sudah teler, dasar gembel!" umpat Dimas.Jangankan untuk menghabiskan satu botol seperti saat ini, satu gelas saja sudah membuatnya mabuk.Adinda tidak pernah meneguk minuman itu, dan kini terpaksa dia teguk.Nasib malang.*****Kini keduanya sampai di rumah.Dimas langsung turun dari mobilnya tapi saat itu matanya tanpa sengaja melihat Laras yang berdiri di balkon kamarnya dan melihat dirinya.Laras memang menantikan kepulangan Dimas dan Adinda.Hatinya merasa tenang saat melihat kedua orang itu sudah pulang.Artinya Adinda tak lagi diturunkan di jalanan seperti sebelumnya.Bahkan tanpa Dimas tahu jika dirinya mengirim orang untuk memata-matai Dimas saat membawa Adinda.Meskipun tidak diberitahu, Laras tahu kemana perginya Dimas membawa Adinda.Mungkin Dimas tak tahu
Adinda melihat wajahnya di cermin.Dia kini memakai handuk di tubuhnya dan seperti biasanya pula, itu adalah handuk milik Dimas.Sepertinya Adinda benar-benar tak perduli dengan apapun ucapan yang akan dia terima saat sang pemilik melihatnya.Apa lagi saat ini dia sibuk melihat dirinya di depan cermin meja rias.Mengamati satu persatu tanda merah keunguan yang masih menjadi misteri itu."Tanda ini?" tanya Adinda sambil mengingat sesuatu.Kemudian dia pun mulai menyimpulkan sesuatu yang ada di benaknya."Apa mungkin?" tanya Adinda lagi.Dia pun menepis pikirannya karena tak mungkin pula Dimas yang mencetak tanda itu.Karena, saat beberapa hari yang lalu pun dia pernah melihat tanda itu di tubuhnya.Dan itu setelah Dimas menyentuhnya.Dan kini muncul lagi.Apa mungkin?Ah, Adinda atau yang lebih sering di panggil Dinda itu semakin pusing dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada di benaknya sendiri.Saat itu bertepatan dengan Dimas yang masuk ke dalam kamar.Dia melihat Dinda sedang berada d
Dimas pun menghentikan langkah kakinya setelah mendengar suara itu.Ternyata ibunya di sana dan tersenyum padanya."Jangan terlalu menutup diri, hanya dalam hitungan hari dia sudah membuat mu seperti ini. Dia hebat, 'kan?" Laras pun tersenyum pada putra tunggalnya itu, karena sepertinya keinginannya untuk memisahkan anaknya dengan Megan akan segera tercapai.Sesaat kemudian Dimas pun memilih kembali melanjutkan langkah kakinya menuju meja makan.Tanpa menjawab perkataan Laras sama sekali.Begitu juga dengan Dinda yang menyusul."Nyonya, maksudnya Ibu," sapa Dinda melihat Laras berdiri tak jauh di depan pintu kamarnya."Urus suamimu!" tegas Laras.Adinda pun mengangguk kemudian Laras pun segera pergi.Perasaannya benar-benar bahagia dan berharap Dinda bisa segera mengandung cucunya.Dengan begitu dia akan memiliki keturunan dari Dimas.Dia butuh cucu yang mengalir darah anaknya langsung.Dan Dinda bisa mengandung cucunya, karena wanita itu tak lepas dari pengawasannya sudah dipastikan
Sesaat kemudian Kiara juga masuk.Chandra pun tersenyum melihat wajah yang cukup dia rindukan itu.Tapi tidak dengan Kiara yang tak ingin perduli sama sekali."Aku permisi, pekerjaan itu akan aku kerjakan," pamit Chandra.Sesaat kemudian dia pun melangkah ke luar melewati Kiara.Akan tetapi dia tampak biasa saja, namun lihat saja apa yang akan terjadi pada wanita itu yang sudah berusaha untuk terus menjauh darinya.Meskipun demikian tidak akan ada kata menyerah untuk bisa mendapatkan wanita tersebut.Hingga pintu pun tertutup rapat dan Chandra benar-benar pergi.Dimas kini mengetahui jika Chandra menyukai wanita yang tidak lain adalah sahabat Dinda.Kemudian dia pun kembali melihat wajah Dinda."Buatkan kopi!" titah Dimas."15 menit lagi ada meeting, Pak Presdir," Dinda menunjuk jam di pergelangan tangannya."Lalu kenapa?" tanya Dimas."Ya ampun, itu saja tidak mengerti. Artinya, anda harus segera bersiap-siap untuk berangkat ke ruang rapat sekarang!" terang Dinda dengan sedikit kesal.
Siapapun yang kini melihat Dinda tampaknya tidak akan bisa beralih pada yang lain.Bahkan wanita sekalipun akan merasa iri dengan kecantikan Adinda.Matanya hitam pekat dan bulu matanya yang melentik.Kulit putih dan mulus meskipun tanpa perawatan kecantikan yang mahal.Apa lagi laki-laki.Dinda yang hanya diam sambil berdiri di belakang kursi Dimas tampak menjadi perhatian yang lain.Bahkan salah seorang karyawan tengah berbicara menjelaskan tentang materi rapat namun yang lainnya justru hanya melihat wajah wanita yang kini menjadi asisten Dimas.Mereka bukan hanya kagum dengan kecantikan Adinda, mereka juga bingung mengapa bisa Dinda setuju menjadi asisten Dimas.Karena sejauh ini semua orang menolak meskipun dengan tawaran gaji tinggi."Ehem!" Dimas berdehem karena melihat yang lainya hanya melihat Dinda saja.Membuat yang lainya pun mulai tersadar dan mereka pun ketakutan menyadari kesalahan mereka.Akhirnya rapat pun selesai.Dinda kembali mengikuti langkah kaki Dimas menuju rua