"Kamu bisa-bisanya ngomong ke suami mu tentang apa yang aku katakan, itukan kamu yang tanya ke aku!" omel Dinda. Dinda langsung menghubungi Kiara, karena ulah sahabatnya itu kini dirinya pusing tujuh keliling dibuat oleh Dimas yang terus saja mengejeknya. Sedangkan Kiara yang mendapat omelan dari Dinda kebingungan. Sebelah tangannya tampak menggaruk kepalanya. Sedangkan satunya lagi memegang ponsel dengan menempelkan pada daun telinga. "Gara-gara kamu sekarang Mas Dimas ngejek aku terus!" lanjut Dinda lagi. "Dinda, sebenarnya kamu ngomong apa sih? Aku nggak ngerti?" tanya Kiara. Karena tidak ada basa basi sama sekali sudah marah-marah membuat Kiara kebingungan setelah mati. "Aku pernah bilang ke kamu tentang cara menjadi istri yang baik kan?" "Iya." Jawab Kiara dengan santainya karena itu memang benar, "lalu?" tanya Kiara lagi dengan santainya. "Terus aku bilang bisa coba gaya kupu-kupu terbang, cicak di dinding kan?" "Iya." "Terus ngapain kamu ngomong ke suam
Kiara mulai merasa bosan karena hanya berbaring di atas ranjang bersama dengan Chandra yang terus saja memeluknya. Tidak mengantuk dan juga tidak bisa tidur juga jika terus di peluk. Hingga tiba-tiba saja terlintas wajah ibu dan ayahnya di benaknya. "Mas, kapan ya ibu sama ayah pulang?" "Tidak akan lama lagi, kamu rindu pada mereka?" "Iya," Kiara pun mulai murung kala membayangkan wajah kedua orang tuanya. Membuat Chandra pun merasa kasihan. "Nanti kalau mereka sudah pulang, segera temui mereka." Kiara hanya diam sambil melihat wajah Kiara, tampak ada beban yang berat yang tak dapat terlupakan olehnya. "Kamu kenapa?" tanya Chandra yang menebak ada hal yang mengganjal di pikiran Kiara. "Ibu nggak akan mau ketemu Kia," lirih Kiara. Chandra pun semakin mempererat pelukannya karena tak tega melihat kesedihan Kiara. Chandra juga bingung harus bagaimana, tapi dia harus bertanggung jawab atas kehancuran keluarga Kiara. Bagaimanapun Chandra adalah penyebabnya hingg
Beberapa hari kemudian.... Kiara pun segera mandi kemudian dia pun memakai wewangian. Kemudian menunggu Chandra di depan pintu, untuk apa? Tentunya untuk melakukan yang katanya malam pertama. Setelah beberapa hari yang lalu menikah keduanya tidak pernah melakukannya. Sedangkan Kiara sudah berjanji akan berusaha untuk menjadi seorang istri yang baik. Karena Chandra pun begitu menyayangi dirinya dan juga begitu banyak membantunya. Tentunya juga lebih memilih menikah dengan Chandra dari pada bandot tua pemilik kontrakan. Menjijikkan! Hingga tak lama berselang kini pintu pun mulai terlihat bergerak. Tentu saja Chandra yang pulang. "Door!" seru Kiara yang tiba-tiba saja muncul. Tentunya membuat Chandra terkejut bukan main. Tidak mengira jika Kiara akan bertingkah begitu konyol. Tapi Kiara malah tertawa terbahak-bahak melihat wajah terkejut Chandra. "Ahahahhaha." Kiara tak menyangka jika saja Chandra bisa begitu terkejut. "Dasar kamu ya!" kesal Chandra samb
"Hiks hiks hiks hiks," Kiara menangis keras karena merasa dibohongi oleh Dinda. Sedangkan Chandra tentu saja bingung melihat keadaan Kiara saat ini. Membuatnya jadi bertanya-tanya apakah saat ini Kiara telah sadar tentang apa yang barusan mereka lakukan? Jika demikian artinya Kiara sejak beberapa hari ini benar-benar terkena gangguan mental!? Kemudian, kini sudah kembali pulih dan telah menyadari bahwa dirinya sudah tidak suci? Wah, ini masalah! Chandra terus saja berdebat dengan pikirannya sendiri karena bingung dengan Kiara yang tiba-tiba menangis. "Kenapa menangis? Kamu menyesal?" tanya Chandra. Kiara pun sejenak menghentikan tangisannya sambil melihat Chandra. Tetapi sesaat kemudian malah kembali menangis histeris. "Kiara, kamu baik-baik saja?" Chandra makin panik karena Kiara malah semakin menangis keras. Bahkan Chandra sendiri bingung apa yang bisa dia lakukan agar bisa membuat Kiara meredakan tangisnya. "Kamu menyesal?" tanya Chandra menebak penyebab Kiara menangis,
Saat pagi harinya Kiara pun terbangun dengan tubuh yang letih dan rambut yang acak-acakan. Kamar terlihat sangat berantakan tapi dimana keberadaan Chandra? "Kemana dia?" gumam Kiara. Kiara pun kini mendudukkan tubuhnya dengan susah payahnya. Rasanya remuk dan sangat tidak nyaman bahkan tidur juga saat hari hampir menjelang pagi. Kemudian dia pun mulai berpikir sesuatu yang mengejutkan. "Apa jangan-jangan dia udah pergi? Dia pergi nggak tanggung jawab!" gumam Kiara lagi dengan segala pikirannya yang penuh dengan kecurigaan-kecurigaan yang tidak jelas. Ah, iya. "Iya, mungkin aja. Buktinya kenapa dia tidak ada di sini? Kemana dia perginya? Aku sudah ternoda." Kiara pun mengacak rambutnya sesaat kemudian mulai menangis keras dengan pikirannya yang benar-benar kacau. "Aaaaaa! Hiks hiks hiks!" Kiara pun menangis histeris seperti sedang berada pada sebuah kondisi yang sangat mengerikan. "Kamu kenapa?" tanya Chandra yang ke luar dari kamar mandi merasa bingung dengan Kia
Hati Kiara mendadak jadi berbunga-bunga karena mendapatkan bunga dari Chandra. Meskipun bukan Chandra yang memberikan secara langsung tetapi cukup membuatnya bahagia. Ting! Ponsel Kiara pun berbunyi ternyata sebuah pesan dari Chandra. [Udah nggak marah lagi kan?] Chandra. Kiara pun segera menuliskan pesan balasan. [Makasih, Kia suka] Kiara. Kiara pun kembali melihat bunga yang begitu indah dan wangi di tangannya. Kemudian menghirup aroma wangi yang menyeruak. Ting! Kiara kembali mendapatkan pesan dan dia pun segera melihatnya. [Suka apanya?] Chandra. [Bunganya Kia suka. Terima kasih, Mas] Kiara. [Mas pikir kamu suka yang semalam] Chandra. Kiara memilih untuk tidak membalasnya lagi, karena dirinya malu jika membahasnya. "Mau tidur ah, ngantuk," gumam Kiara. Tapi belum juga bergerak menuju kamar lagi-lagi terdengar suara bell yang berbunyi. Kiara pun segera membukanya, ternyata seorang wanita yang berusia mungkin sekitar 35 tahun. Tidak dikatakan muda
"Bukan aneh, itu nyata," terang Chandra. Kiara pun tersenyum mengejek mendengar jawaban Chandra. Tetapi, mendadak perasaanya semakin tidak karuan karenanya. Entah penyebabnya adalah ucapan Chandra atau bagaimana, Kiara sendiri tidak bisa menyimpulkan dengan pasti. Hingga terasa ada tangan yang mulai melingkar di pinggangnya. Tentu saja itu tangan Chandra hingga membuat Kiara merasa sangat nyaman. Nyaman? Entahlah. Semakin lama semakin sulit untuk menyimpulkan sendiri tentang apa yang sebenarnya dia rasakan saat-saat sedekat ini dengan Chandra.Kiara baru merasakan kehangatan pelukan ini. "Kamu nggak kangen sama, Mas," bisik Chandra. Kiara pun hanya bisa menelan ludah pahit sambil melepaskan diri. Berusaha untuk menjauh agar perasaan aneh itu tidak terus menguasai dirinya. Ini mengerikan dan sulit rasanya untuk mengkondisikan keadaan yang seharusnya baik-baik saja seperti dulunya. "Kiara, masak dulu ya, Mas," kata Kiara. "Nanti saja," Chandra pun langsung saja menahan Kia
"Mas, laper," rengek Kiara. Sejak tadi Kiara tidak makan apapun, ditambah lagi Chandra yang tak mengijinkan dirinya untuk memasak. Akhirnya hanya duduk sambil berdebat dan membuat perutnya semakin lapar. Seharusnya sudah siap memasak jika saja Chandra tak mengijinkannya. "Kiara masak dulu ya," kata Kiara lagi. "Nggak usah, kita pesan saja," Chandra pun menahan Kiara agar tak pergi. "Ya udah, pesan sekarang. Udah lapar banget," kata Kiara lagi. "Iya," Chandra pun segera memesan makanan dari restoran yang menurutnya sangat lezat. Tanpa perlu memasak karena memasak hanya membuang-buang energi dan waktu untuk Kiara yang membutuhkan waktu untuk beristirahat. Agar apa? Agar tenaga tidak terkuras dan semakin kelelahan dan membuat Chandra harus menunggu lagi. Tidak. Hingga saat makanan datang Kiara pun segera memindahkan pada piring dan keduanya makan bersama. "Tidur yuk," ajak Chandra. "Tidur? Baru selesai makan, Mas!" Kiara pun menunjuk sisa makanan yang masih ter