“Dario, bukankah gadis ini adalah sekretarismu?”
Mata Dario yang terpejam tiba-tiba terbuka.
“Benarkan Dario, dia sekretarismu,” celetuk Allen penuh minta melihat Dario membuka matanya begitu dia menyebut sekretarisnya.
Mata dingin Dario melirik dengan wajah tanpa ekspresi. Dia tidak bereaksi atau pun menanggapi ucapan Allen.
Tubuh Aria berubah kaku, jantungnya berdebar kencang. Kepalanya tertunduk, dia berani melirik Dario dan melihat tatapan penghinaan di matanya.
Dia meremas tangannya yang berkeringat dingin, hatinya merasa pahit. Rasanya dia ingin menggali lubang dan melompat untuk menyembunyikan rasa malunya.
“Dario, kenapa kamu diam saja?” Allen berkata melihat Dario sama sekali tidak bereaksi.
Aria sedikit mengintip melirik Dario.
Dario balas menatapnya dengan sepasang mata gelap yang dingin. Wajahnya yang tampak ekspresi membuat Aria tidak bisa menebak apa yang dipikirkan
Aria mengepalkan tangannya mendengar penghinaan Dario. Dia mencoba terlihat tenang dan berkata acuh tak acuh. “Lebih baik daripada memberikan anakku pada orang ini.” Ekspresi Dario gelap. Sudut bibirnya melengkung dengan ekspresi mencemooh. “Kamu lebih memilih menderita untuk anak yang belum lahir? Apa kamu yakin dia akan lahir dengan aman dengan kondisimu finansialmu yang buruk dan bekerja di tempat seperti ini?” “Kamu bisa menolak Barry hari ini, tapi tidak dengan orang lain,” ujarnya dingin. Hati Aria bergetar mengingat kelakuan Barry yang melecehkannya dan memaksanya minum. Jika Allen tidak menghentikannya, konsekuensi akan lebih buruk dia kehilangan anak di perutnya. Seperti kata Dario, bekerja di tempat ini bukan hal baik untuk Aria. Ada banyak tipe orang seperti Barry mendatangi tempat ini untuk kesenangan. Meski Aria bukan wanita panggilan, pekerjaannya akan mengharuskannya mendapat perlakuan tidak senonoh seperti halny
“Hmp—“Mata Aria melebar menatap wajah Dario yang menempel di wajahnya. Sementara bibir pria itu mengunci bibirnya dalam ciuman panas dan mendominasi hingga Aria tidak kesulitan bernapas. Tangan pria itu meremas dadanya, lebih tepatnya dicengkeram kuat membuat Aria meringis kesakitan.Dia memukul dan mendorong dada Dario marah.“Bajingan lepaskan ak—“Dario memanfaatkan celah itu memasukkan lidahnya dan melumat bibir Aria seolah dia ingin memakannya.Aria menangis merasa sakit dan terhina dilecehkan oleh pria itu . Dia tidak menikmati ciuman pria itu. ini pelecehan.Dia membencinya.Tubuh besar Dario menekan tubuh mungil Aria di bawah, membuatnya tidak bisa melarikan diri.Sementara bibirnya mencium Aria dengan mendominasi. Sementara tangannya meremas payudara Aria kuat-kuat membuat gadis itu menangis kesakitan dan mengumpatinya dalam mulutnya.Dario tidak merasa kasihan, dia ingin men
Wajah Aria pucat pasi mendengar penjelasan pihak rumah sakit tentang kondisi Ramus menjadi kritis.“Nona, kamu harus segera datang ke rumah sakit untuk penjelasan lebih lanjut.”“Baik, aku akan segera ke sana.” Aria menutup panggilan dengan panik. Dan mengganti pakaiannya dengan tergesa-gesa sebelum berlari keluar dari ruang ganti.Dia bertemu dengan Cindy di koridor yang memegang nampan berisi botol-botol minuman. Dia berhenti hendak menghentikan Aria.“Aria kamu mau ke mana? Manajer tadi mencarimu ... hey!”Aria melewati Cindy tanpa peduli.Cindy memandang punggung Aria yang berlari terheran-heran.“Aria!”Aria tidak berhenti dan terus berlari keluar dari klub.Hatinya penuh dengan kecemasan mengkhawatir adiknya. Seketika kesedihan yang dia rasakan beberapa saat yang lalu lenyap digantikan kecemasan dan ketakutan akan kehilangan adik satu-satunya..Kumohon ... Ramu
Aria berlari keluar dari gedung apartemen Hanna dan menghapus air matanya kasar. Dia berhenti sejenak untuk menarik napasnya yang terengah-engah.Namun rasa sakit di dadanya masih ada. Aria menepuk-nepuk dadanya berharap rasa sakit di hatinya menghilang. Namun rasa sakit itu semakin menjadi-jadi saat bayang-bayang sosok Dario terjerat di tempat tidur bersama sang sahabat.“Kumohon ... rasanya sangat sakit ....” isaknya mencengkeram erat dadanya, di mana sumber rasa sakitnya. Air matanya tak henti-hentinya mengalir di pipinya.Mengapa Tuhan tidak mengasihinya. Dia sangat lelah.Sungguh. Ini sangat sakit.Aria mendongak memandang langit, gugusan bintang yang bertabur di indah di langit malam. Keindahan langit berbintang sama sekali tidak menghibur hatinya yang lara.Ibu ... apa kamu melihatku?“Mengapa kamu meninggalkanku dan Ramus,” bisiknya lirih, tubuhnya merosot berjongkok sambil meringkuk memeluk lutut.
Aria keluar dari ruangan itu setelah diceramahi dokter tentang kesehatan janin dan lain-lain.Sepasang suami istri masuk ke ruangan kandungan setelah di panggil memasuki ruangan.Aria melirik mereka dengan ekspresi iri. Sang suami dengan penuh perhatian membimbing istrinya yang hamil besar ke dalam ruangan. Wajah mereka penuh dengan senyum kebahagiaan.Dia menunduk sambil mengelus perutnya. Dia dengan lesu berjalan meninggalkan tempat itu.Saat berada di tempat sepi, dia berhenti sejenak dan mengeluarkan ponselnya. Dia hanya menatap layar ponselnya cukup lama.Aria hafal dengan nomor Dario, tapi ragu-ragu menghubunginya terutama setelah apa yang dia lihat di kamar Hanna.Aria mencengkeram ponselnya dan tersenyum pahit.Mungkin saat ini Dario masih bercinta dengan Hanna di apartemen.Aria buru-buru menghapus air matanya yang akan mengalir. Dia sudah cukup menangis hari ini. Dia sangat lelah dan tidak ingin menangis lagi.
Ayahnya bahkan tidak mengatakan memutuskan hubungan ayah dan anak mereka, namun orang-orang dari rumah itu membuat Stefan hanya memiliki satu putri yaitu Melissa, dan Aria bukan siapa-siapa.Hati Aria dingin. Jika bukan karena Ramus dia juga akan tidak akan pernah datang ke rumah ini.“Siapa yang bilang hanya Melissa Nona Muda dari keluarga ini?! Aku juga nona Muda dari keluarga ini! Jika kamu tidak percaya panggilkan ayahku!” Aria ingin membuka pintu gerbang dengan paksa.Namun pintu gerbang di tutup dari dalam, dia tidak bisa membuka gerbang tanpa bantuan satpam.Satpam itu menatapnya jengkel.“Nona, Tuan dan Nyonya tidak pernah bilang mereka punya putri lain. Kamu tiba-tiba datang dan mengaku-ngaku putri Tuan Stefan. Mangkinkah kamu adalah penipu atau anak haram Tuan Stefan?” Satpam menatap Aria dengan pandangan meremehkan.Dia pernah mendengar salah satu keluarga kaya lain memiliki anak haram dan muncul di depan r
Melissa melihat tatapan Aria tertuju pada gaunnya, berpikir dia iri dan mengangkat dagunya dengan seringai sombong.Dia berhenti di depan Aria dan memandang penampilannya dengan ekspresi meremehkan.“Aria, lama tidak melihatmu, kamu terlihat begitu kuyu dan menyedihkan,” ujarnya berpura-pura prihatin, namun sorot matanya memandang Aria merendahkan.“Nona Melissa, apa kamu mengenal gadis ini?” Satpam itu bertanya ragu-ragu.“Nona ini mengaku dia adalah Nona Muda tertua dari keluarga ini dan ingin bertemu dengan Tuan Stefan. Tapi saya tidak pernah mendengar tentang Nona Aria, yang saya tahu putri Tuan Stephan hanya Nona Melissa saja. Saya tidak berani membiarkannya masuk tanpa izin dari Nyonya,” lanjut satpam itu hati-hati sambil mengamati reaksi Melissa.Dia takut bahwa Aria benaran putri Tuan Stefan dan dia sudah menyinggungnya dengan tidak membiarkannya masuk.Sudut bibir Melissa terangkat saat dia
Melissa menyeringai. Dia tidak melepaskan cengkeramannya dari rambut Aria dan menghinanya.“Kamu pikir kamu masih Nona Muda keluarga Crowen, hah??! Ayah sudah membuangmu dan mengusirmu! Bahkan jika kamu mengemis pada kami, kami tidak akan memberikan saru sen pun padamu! Dasar pengemis! Kamu seharusnya sadar diri dan enyah dari sini. Kamu membuatmu jijik setiap melihat wajahmu!”Aria menahan air matanya agar tidak mengalir karena rasa sakit di kepalanya akibat jambakan Melissa.Dia dengan paksa dan susah payah melepaskan cengkeraman Melissa dari rambutnya. Tangannya terangkat menampar wajah Melissa.Plak!Dia sangat muak dengan kesombongan Melissa.Satpam tercengang melihat Aria berani menampar Melissa.“Apa ayah mengatakan itu padamu bahwa dia membuangku?” ujar Aria dingin.“Kamu dan ibumu yang seharusnya sadar diri. Kalian hidup mewah dengan uang ibuku dan sangat sombong! Kamu yang membuatku