Sungguh nama Allesa adalah nama yang Zie benci setengah mati. Pelayan tidak tahu diri yang sudah berani mempermalukan dan mencoreng harga diri Zie.
"Aku nggak mau tau apapun tentang dia karena aku disini untuk ngasih tau kamu karena aku mau kamu tanggung jawab terlepas yang kita lakukan sama-sama sadar, sama-sama suka dan sama-sama memang mau melakukannya. Aku mau kamu mengakui anak ini yang memang itu adalah anak kamu." Zie sedikit melantangkan nada ucapannya agar telinga Algazka bisa lebih jelas atas apa yang dia ucap.Zie mengibaskan rambutnya ke belakang dan berusaha mengatur nafasnya. Ruangan dengan pendingin, tpi hati Zie jadi panas setelah mendengar nama Allesa yang Algazka sebut itu."Kamu tau kan kalau cuma kamu lelaki yang menyentuh aku, Algazka. Cuma kamu yang aku kasih semuanya, cuma kamu yang membuat aku melepas harga diri aku, dan semua itu aku lakuin karena aku sayang sama kamu walau setelah itu kamu mencampakkan aku tanpa punya otak dan punMemang tidak ada pilihan selain mengikuti Allesa dan juga Daskar yang sudah bergegas menuruni tangga. Tangga tersebut memiliki sekitar 20 anak tangga. Lalu setelah itu Daskar menyalakan lampu sehingga tampak ruang yang luas dan sudah mendapatkan perhatian dari Allesa. "Allesaaa, ihhh." Reina yang gemas karena Allesa sudah meninggalkan dia dan berjalan sendiri. Tatapan Allesa mengeliling ruangan yang ternyata ada di bawah tangga setelah dia melewati lorong. Ruangan yang cukup besar, ada kursi, meja, lemari-lemari yang berisi buku. Dan jika dilihat dari semua barang-barangnya terlihat jelas barang itu sudah tua. Namun tetap terurus karena tidak ada debu sama sekali. Jadi Allesa tidak merasakan takut apa-apa. Sama seperti ruang di rumah Algazka. Hanya saja ruangan itu jauh lebih redup karena sama sekali tidak memiliki ventilasi sehingga udaranya agak terasa pengap. Anggap saja ruangan yang Allesa lihat seperti r
Allesa berjalan dengan langkah gontai menuju ruang bawah tanah yang akan dia masuki. Di sebelahnya ada Reina yang juga menemani Allesa."Alll!""Apaaa?""Tadi Daskar ngomong apa?" tanya Reina berbisik agar jaga-jaga Daskar yang tidak mendengar ucapan dirinya. Khawatir kan nanti Daskar besar kepala jika mendengar Reina yang menyebut nama dirinya dan ingin tahu.Daskar berada di posisi depan mengawal perjalanan Allesa. Posisinya membuat Reina jadi merasa aman untuk berbicara dengan Allesa. Karena sejujurnya dia tidak mendengar apapun yang dikatakan oleh Daskar pada Allesa. Bisik-bisik yang sungguh menyebalkan."Ngomong yang mana?" tanya Allesa memasang wajah polos sambil tetap berjalan menuju ruangan yang dipandu oleh Algazka."Yang tadi dia bisikin kamu.""Ohhhh." Allesa jadi tersenyum."Kok ohh sih?!" Reina yang jadi gemas melihat Allesa yang tidak menjawab langsung. "Aku kan lagi nanyaaa."Melihat itu
Perempuan itu berdiri dengan nada tegas dan sudah menepis rasa takutnya ketika dia datang untuk menemui Algazka. Yah, dia memang memiliki rasa takut pada awalnya. Lagian siapa yang berani berhadapan begitu saja dan berdiri tepat di hadapan lelaki yang terkenal kejam itu.Namun alasan kedatangannya mengharuskan dia berani.Dan belum sempat dia membuka suaranya lagi. Satu telunjuk tangan Algazka menunjuk sebuah kursi sebagai isyarat untuk mempersilahkan duduk meski dia tahu bahwa sikap Algazka bukan lah bentuk sebuah keramahan hatinya.Tapi dia memilih duduk dengan eskpresi dan hatinya yang masih menyimpan rasa kesal."Lo tau kan gue siapa?" tanya dia lagi masih menggunakan bahasa informal. Tidak terlalu dekat dan saling mengetahui saja selama ini, jadi sewajarnya saja dia berbicara.Algazka belum bersuara. Sorot matanya tajam menyorot perempuan yang duduk di hadapan dia."Karla!" ucap Algazka tanpa terlihat ingin basa-basi.
Algazka sudah duduk di ruang kerjanya. Tempat singgasana dia yang menjadi tempat mengurusi semua masalah bisnisnya. Tidak semua, ada beberapa bisnis yang menyangkut perusahaan. Namun untuk masalah yang tadi Algazka tidak akan pernah membawanya ke dalam perusahaan.Beberapa dokumen yang sudah ada di meja tengah ditandatangani oleh Algazka. Hpnya yang ada diatas meja berbunyi. Andalas.Algazka menghela nafasnya. Mau apa coba temannya yang menghubungi siang-siang seperti sekarang? Tidak lama setelah Algazka selesai menandatangani, dia langsung meraih hpnya dan menggeser tanda hijau untuk mengangkat panggilan Daskar.Padahal tadi dia sempat berpikir kalau Allesa yang menghubungi dia."Widihhhhh! Mentang-mentang baru nikahhhh, angkat telepon gue aja lama bangetttt. Kayaknya abis ada yang menabung sesuatu nih diatas ranjang." Suara Andalas terdengar super antusias.Andalas memang sangat berisik sekali jika dia tengah menggoda Algazka. Apalagi j
"Ngaku, Daskar! Ngaku aja kalo kamu emang bohong maksimal." "Saya tidak bohong.""Bilang aja ada apa-apa dan kenapa susah banget sih ngaku aja!" Allesa yang mulai ngoceh"Tidak ada apa-apa, Nona Allesa. Dan tidak ada yang harus diakui juga." Daskar berusaha menjelaskan."Ya terus emangnya itu apa? Tempat rahasia? Tempat keramat? Tempat buang jin? Kenapa aku mau kesana aja nggak boleh? Lagian apa masalahnya sih? Seharusnya boleh-boleh aja dong kalo aku mau tau jugaaa!" Allesa yang nyerocos dengan mulut bebeknya.Bikin Reina jadi gemas dengan sikap Allesa yang mudah bisa ditebak oleh Daskar."Ini kan juga rumah aku!" Allesamulai gemas karena Daskar yang memang sulit diajak komunikasi. Lebih tepatnya tidak bisa dipancing.Reina yang berada di sebelah Allesa bertambah gemas juga. Sikapnya semakin terlihat mencolok. Padahal sejak tadi dia sudah berusaha memancing dengan baik. Tapi yang ada sekarang sikapnya kembali pada mode
"Nona Allesa?" Daskar yang sudah berjalan masuk mendekati Allesa yang langsung berdiri.Tadi dia sempat mendengar ucapan Allesa yang menyebut-nyebut nama Daskar. Apakah istri dari tuannya itu ada masalah?Daskar yang sudah berdiri di dekat Allesa menatap nona mudanya. Allesa masih diam. Apakah dia harus bertanya pada Daskar? Sejujurnya hati dia masih sangat penasaran apalagi tadi Reina sempat menyebut nama Zie.Reina yang melihat Allesa masih diam jadi mendekati gadis itu dan menyenggol-nyenggol kecil tangan Allesa yang membuat dia mulai menoleh."Kamu nggak mau jadi nanya sama Daskar? Itu kan orangnya udah ada, All." Reina menyadarkan dengan nadanya yang berbisik sepelan mungkin."Kamu nyakin dia mau jawab?" tanya Allesa yang ikut berbisik-bisik pelan.Dilihatnya Reina yang seperti melakukan kerja sama untuk membuat arena tinju bagi Daskar. Kedua perempuan yang ada di hadapannya memang sangat cocok sekali. Mereka bagaikan pinang