Perempuan itu berdiri dengan nada tegas dan sudah menepis rasa takutnya ketika dia datang untuk menemui Algazka. Yah, dia memang memiliki rasa takut pada awalnya. Lagian siapa yang berani berhadapan begitu saja dan berdiri tepat di hadapan lelaki yang terkenal kejam itu.
Namun alasan kedatangannya mengharuskan dia berani.Dan belum sempat dia membuka suaranya lagi. Satu telunjuk tangan Algazka menunjuk sebuah kursi sebagai isyarat untuk mempersilahkan duduk meski dia tahu bahwa sikap Algazka bukan lah bentuk sebuah keramahan hatinya.Tapi dia memilih duduk dengan eskpresi dan hatinya yang masih menyimpan rasa kesal."Lo tau kan gue siapa?" tanya dia lagi masih menggunakan bahasa informal. Tidak terlalu dekat dan saling mengetahui saja selama ini, jadi sewajarnya saja dia berbicara.Algazka belum bersuara. Sorot matanya tajam menyorot perempuan yang duduk di hadapan dia."Karla!" ucap Algazka tanpa terlihat ingin basa-basi."Lagi cari apa? Oh tepatnya siapa mungkin kali ya. Lo nyari suami lo?" tanyanya yang terdengar tegas dan tajam.Siapa lagi kalau bukan Alando. Kakak tersayang Allesa yang tidak pernah menyukai dia. Tapi mungkin dia sudah bisa menerima kehadiran Allesa jika melihat beberapa hari sikapnya ke belakang. Kakaknya yang sebenarnya peduli, tapi hanya saja sifatnya terbalik.Allesa yang mendengar itu tersenyum. Selalu mampu bersikap ramah pada Alan yang tidak pernah hangat. Dia menggelengkan kepalanya."Nggak lah kan aku tau dia lagi kerja. Lagi cari nafkah." Allesa menjawab santai dengan senyumannya.Sebuah ekspresi senyuman Alan yang selalu dia sukai dari Allesa. Selalu terlihat tulus dan apa adanya."Kak Alan mau kemana?" tanya Allesa melihat kakaknya yang sudah berpenampilan rapi.Allesa yang selalu perhatian, peduli, dan penuh kasih sayang. Tidak sekali pun Allesa bersikap benci pada Alan yang tidak pernah berperilaku baik. Dan itu s
"Masih mau mengelak? Masih mau nyoba nipu-nipu aku?""Saya tidak menipu, Nona Allesa.""Ya tapi tadi apa? Mau bilang kamu lagi sulap? Kamu bilang nggak ada apa-apa, tapi ternyata ada apa-apanya kan? Ada bunyi yang aku denger, Bapak Daskarrr!" Allesa yang akhirnya bisa membuat Daskar skakmat.Tidak ada lagi sanggahan yang bisa Daskar lakukan saat ini. Allesa tidak akan mau dibodohi lagi. Bunyi suara itu begitu jelas dan Reina juga mendengarnya."Aku juga denger bunyi suara itu. Kamu dengar kan?" Reina ikut berbicara. Pertanyaannya tertuju pada Daskar yang seperti tidak mendengar suara apa-apa atau dia yang jelas menutupi sesuatu.Seharusnya Daskar memang tidak menyembunyikan apapun. Tapi saat mendengar bunyi tadi jadi membuat Reina yakin kalau apa yang dikatakan Allesa benar. Apa jangan-jangan memang ada yang disembunyikan oleh Daskar? Reina yang tidak mau curiga jadi menyimpan kecurigaan seperti Allesa."Iya aku denger." Daskar m
Memang tidak ada pilihan selain mengikuti Allesa dan juga Daskar yang sudah bergegas menuruni tangga. Tangga tersebut memiliki sekitar 20 anak tangga. Lalu setelah itu Daskar menyalakan lampu sehingga tampak ruang yang luas dan sudah mendapatkan perhatian dari Allesa. "Allesaaa, ihhh." Reina yang gemas karena Allesa sudah meninggalkan dia dan berjalan sendiri. Tatapan Allesa mengeliling ruangan yang ternyata ada di bawah tangga setelah dia melewati lorong. Ruangan yang cukup besar, ada kursi, meja, lemari-lemari yang berisi buku. Dan jika dilihat dari semua barang-barangnya terlihat jelas barang itu sudah tua. Namun tetap terurus karena tidak ada debu sama sekali. Jadi Allesa tidak merasakan takut apa-apa. Sama seperti ruang di rumah Algazka. Hanya saja ruangan itu jauh lebih redup karena sama sekali tidak memiliki ventilasi sehingga udaranya agak terasa pengap. Anggap saja ruangan yang Allesa lihat seperti r
Allesa berjalan dengan langkah gontai menuju ruang bawah tanah yang akan dia masuki. Di sebelahnya ada Reina yang juga menemani Allesa."Alll!""Apaaa?""Tadi Daskar ngomong apa?" tanya Reina berbisik agar jaga-jaga Daskar yang tidak mendengar ucapan dirinya. Khawatir kan nanti Daskar besar kepala jika mendengar Reina yang menyebut nama dirinya dan ingin tahu.Daskar berada di posisi depan mengawal perjalanan Allesa. Posisinya membuat Reina jadi merasa aman untuk berbicara dengan Allesa. Karena sejujurnya dia tidak mendengar apapun yang dikatakan oleh Daskar pada Allesa. Bisik-bisik yang sungguh menyebalkan."Ngomong yang mana?" tanya Allesa memasang wajah polos sambil tetap berjalan menuju ruangan yang dipandu oleh Algazka."Yang tadi dia bisikin kamu.""Ohhhh." Allesa jadi tersenyum."Kok ohh sih?!" Reina yang jadi gemas melihat Allesa yang tidak menjawab langsung. "Aku kan lagi nanyaaa."Melihat itu
Perempuan itu berdiri dengan nada tegas dan sudah menepis rasa takutnya ketika dia datang untuk menemui Algazka. Yah, dia memang memiliki rasa takut pada awalnya. Lagian siapa yang berani berhadapan begitu saja dan berdiri tepat di hadapan lelaki yang terkenal kejam itu.Namun alasan kedatangannya mengharuskan dia berani.Dan belum sempat dia membuka suaranya lagi. Satu telunjuk tangan Algazka menunjuk sebuah kursi sebagai isyarat untuk mempersilahkan duduk meski dia tahu bahwa sikap Algazka bukan lah bentuk sebuah keramahan hatinya.Tapi dia memilih duduk dengan eskpresi dan hatinya yang masih menyimpan rasa kesal."Lo tau kan gue siapa?" tanya dia lagi masih menggunakan bahasa informal. Tidak terlalu dekat dan saling mengetahui saja selama ini, jadi sewajarnya saja dia berbicara.Algazka belum bersuara. Sorot matanya tajam menyorot perempuan yang duduk di hadapan dia."Karla!" ucap Algazka tanpa terlihat ingin basa-basi.
Algazka sudah duduk di ruang kerjanya. Tempat singgasana dia yang menjadi tempat mengurusi semua masalah bisnisnya. Tidak semua, ada beberapa bisnis yang menyangkut perusahaan. Namun untuk masalah yang tadi Algazka tidak akan pernah membawanya ke dalam perusahaan.Beberapa dokumen yang sudah ada di meja tengah ditandatangani oleh Algazka. Hpnya yang ada diatas meja berbunyi. Andalas.Algazka menghela nafasnya. Mau apa coba temannya yang menghubungi siang-siang seperti sekarang? Tidak lama setelah Algazka selesai menandatangani, dia langsung meraih hpnya dan menggeser tanda hijau untuk mengangkat panggilan Daskar.Padahal tadi dia sempat berpikir kalau Allesa yang menghubungi dia."Widihhhhh! Mentang-mentang baru nikahhhh, angkat telepon gue aja lama bangetttt. Kayaknya abis ada yang menabung sesuatu nih diatas ranjang." Suara Andalas terdengar super antusias.Andalas memang sangat berisik sekali jika dia tengah menggoda Algazka. Apalagi j