Share

Istri Terpilih Tuan Alpha
Istri Terpilih Tuan Alpha
Author: Davon Lastji

Bab 1 - Pil KB

"Sorry Clara! Janinmu tidak tumbuh. Sepertinya, kamu dan pasanganmu harus berusaha lagi."

"Dok, bagaimana mungkin?" lirihku.

Dokter di hadapanku menggeleng. "Dari hasil pengujian, kami menemukan penurunan produksi hormon androgen pada indung telurmu" 

Mataku membelalak. Aku masih muda, usiaku memasuki angka 24 tahun dan memiliki gaya hidup sehat. Gen keluargaku juga baik. Lantas, bagaimana ini bisa terjadi?

Seolah menyadari kebingunganku, dokter itu pun berbicara, "Ini sepertinya karena pil kontrasepsi yang kamu gunakan terlalu berlebihan. Untuk berhasil, kamu dan pasangan harus bekerja sama lebih giat. Selain itu, hindari pil kontrasepsi!"

Deg! "Dokter, aku tidak pernah meminum pil kontrasepsi sejak menikah" Demi Dewi Bulan, bagaimana mungkin aku meminum itu? Orangtua Benigno yang sudah lanjut usia memaksaku harus segera punya anak.

Kini, sang Dokter yang menatapku tak percaya. "Apakah hasil pengujiannya salah?!"

"Jika demikian, kapan aku harus melakukan check-up ulang?" tanyaku cemas.

"Anda harus melakukannya sebelum siklus berikutnya dimulai. Pastikan pasanganmu bekerja sama dengan baik,"  sahutnya cepat, "kulihat pasanganmu tak pernah ikut tiap pemeriksaan."

Mendengar itu, aku terdiam. Entah mengapa, pasanganku sibuk dinas luar kota setiap hari pemeriksaan tiba. Selalu ada panggilan mendadak dari kantornya. "Apa yang harus kulakukan? Dia selalu sibuk"

"Pulanglah, tenangkan dirimu!" ucap sang Dokter bijak.

Dapat kurasakan tatapan kasihan dari wajahnya. Bahkan, perawat tua yang di sampingnya pun menatapku dengan pandangan yang sama.

"Tolong jangan kasihani aku. Doakan saja aku cepat hamil," kataku memohon.

Suster Raina–wanita paruh baya yang sudah mengenalku beberapa tahun ini–akhirnya mengangguk. Bahkan, dia menemaniku menuju parkiran dan membantu membuka pintu mobil. Namun sebelum pergi, dia menyampaikan nasehat, "Aku tahu kamu kecewa. Seharusnya, kamu membawa pasangan setiap pemeriksaan. Mendapatkan anak, bukanlah tanggung jawab perempuan saja!"

Kalau kamu mau, kamu bisa mencoba cara alternatif dengan herbal dan pijat perut," ucap suster itu lagi. Dia mengambil ponselku lalu melakukan pindai nomornya. "Jangan terburu-buru mengambil sikap. Dokter Joni sudah ahlinya, tetapi alternatif juga bisa dicoba bersama pasanganmu."

Aku mengangguk lemah. Meski demikian, secercah harapan terasa muncul. Setidaknya, Benigno harus setuju dengan metode alternatif ini. Hanya saja, perkara ini tidak semudah yang kubayangkan.

Aku merasa tidak nyaman saat mengemudi menuju rumah. Beberapa kali, mobilku hampir bertabrakan dengan mobil lain–seperti saat ini. Ciitt!

"Hey, Nona! Kau mau mencari mati?" teriak seorang pria paruh baya yang baru saja turun dari mobil Porsche mewah berwarna merah terang.

Tadi, mataku terasa sakit dan berkunang-kunang karena terkena pantulan sinar matahari yang melewati mobil tersebut. Sekarang, aku sontak merutuki diri kala pria itu tanpa basa-basi menggedor kaca depan mobil dengan marah. Brakkk!

Suara retakan kaca terdengar akibat pukulan pria itu. Marah dan terkejut, aku pun mengambil tongkat baseball untuk melawan pria itu. "Anda akan mati kupukul kalau masih berani menghajar mobilku!" geramku.

Pria itu seketika terkejut saat aku berani membalasnya. Dia menghindar pukulan dengan melompat mundur namun ia kembali mencoba menendang lampu kodok mobilku. Sebelum ia bisa menendang untuk kedua kalinya, aku menyingkat dan membantingnya ke tanah.

Bugh! Bunyi gedebum disertai lolongan parau terdengar dari mulut keriputnya. "Perempuan sialan! Kau mematahkan tulang ekorku!"

"Aku tidak peduli kalau harus meremukkan seluruh tubuhmu!" kataku lebih kejam. Kutendang kaki pria itu dengan ujung sepatuku yang lancip. Sontak saja, suara kesakitan meraung-raung dari mulutnya

"Stop!!" Suara bariton terdengar bergema dari mobil merah. Sepasang kaki panjang dengan setelan kemeja berwarna sama berdiri di hadapanku. Pemiliknya adalah pria tampan dengan fitur wajah setengah dewa. Matanya hijau dengan kulit coklat bagaikan biji kenari yang halus. Rahangnya kokoh dengan hidung tinggi. Dan harum tubuhnya, terasa seperti aroma kayu manis bercampur ebony yang kuat.

"Anda membuat supir saya kaget karena memotong jalur. Kenapa Anda malah memukulnya juga, Nona?" Kata-katanya terdengar lembut, tetapi tajam menusuk kupingku.

Aku menghela napas panjang. "Jika saya salah, dia bisa menyuruh saya minta maaf tanpa perlu merusak mobil," kataku berusaha menjawab dengan sopan.

Pria rupawan itu melirik mobilku sekilas dan melihat kaca depan yang retak.

"Baiklah. Anggap saja impas. Kami tidak menuntut ganti rugi atas luka tulang ekor belakang dari supir saya yang retak karena Anda hajar."

Hanya saja, di saat yang sama, supirnya yang kurus itu, tampak melotot. Dia sepertinya masih ingin mengumpat lagi.

"Apa?!" kataku, balas melotot ke arahnya. Tak lama, aku pun bergegas kembali ke mobilku.

Tidak peduli dengan rusaknya kaca depan, aku mengemudikan mobil ke arah rumahku yang merupakan hadiah pernikahan dari keluarga suamiku yang kebetulan jauh dari pemukiman penduduk. Hanya saja, aku terkejut melihat mobil Benigno terparkir rapi di teras dalam. Keningku mengerut. ‘Ada apa ini? Mengapa Benino pulang cepat tanpa meneleponku?’

Aku merasakan suasana yang sepi. Meskipun ada pelayan di rumah, ini bukan hari libur mereka. Aku mencoba berpikir positif, berharap bahwa dia hanya pergi ke rumah tetangga untuk bergosip.

Menyadari kemungkinan di rumah hanyalah kami berdua, roh serigala dalam diriku tiba-tiba bangun. "Sesekali kau boleh menjahili pasanganmu," ucapnya memberi ide. Aku tersenyum.

Jendela kamar kami kebetulan memang tinggi. Jadi, segera kutarik sebuah kursi dan memanjatnya, untuk mengagetkan Benigno. Baru kepalaku menjulur dan hendak membuka mulut untuk memanggilnya, tubuhku seketika menegang.

Aku mendengar suara manja mendesah dari kamarku … Itu adalah suara Benigno dan juga pelayanku---Uriya!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status