Kini terdengar tawa genit dari pelayanku yang bernama Uriya. "Tapi, hanya saya yang bisa memuaskan Tuan, kan?" tambahnya lagi dengan suara dibuat-buat.
Benigno meludah ke lantai. "Jelas, Uriya! Bagiku, Clara seperti batang kayu. Tak mungkin aku mau menyentuhnya, cih!"
Kali ini, tenggorokanku tercekat. Bagaimana bisa dia tidak menyentuhku? Bukankah seminggu sekali, kami bercumbu dan selalu aku berakhir dengan tubuh telanjangku di bawah selimut? Tetapi, kebingunganku itu tak berlangsung lama.
Benigno tiba-tiba tertawa sebelum berkata, "Aku membiusnya dengan obat luar biasa kuat, hingga membuat serigalanya tertidur dan dia berhalusinasi seolah sudah kutiduri!"
Mendengarnya, Uriya kembali cekikikan. "Bodohnya dia….! Saya meracuninya dengan pil kontrasepsi dan Anda membiusnya, membuat serigalanya dorman. Sampai kiamat pun, perempuan itu tidak akan bisa hamil!"
"Oh iya, Sayangku! Berapa lama lagi aku harus menunggu sebelum Anda mencampakkan Clara?" tanya pelayan perempuan itu dengan suara semakin genit.
"Tunggulah sampai bulan depan. Perjanjian pernikahan kami hanyalah 3 tahun," ucap Benigno keji, "Karena tak ada keturunan darinya, akan kubiarkan ayahnya membusuk di penjara agar asetnya beralih ke klan Darmaraya"
Mendengar itu, tanganku mengepal. Perkara aset yang dirampas keluarga Benigno, sebenarnya hanya sepersekian persen dari warisan kekayaan yang dilimpahkan orangtuaku. Akan tetapi, nenek mengajariku agar selalu merendah terhadap pasangan hidup. Membangun sarang yang nyaman butuh kerendahan hati kedua pihak.
"Mari kita bermain permainan si bodoh dan si pintar," ucap roh serigala dalam diriku. Sepertinya, dia kesal karena sadar dibuat tertidur oleh obat Benigno. Aku pun setuju.
Tanpa suara, aku menuruni bangku dengan mantap langsung berlari menuju kandang ayam. Kemarin sore, tukang kebun kami menangkap ular. Biasanya, ular-ular itu ditampung dalam karung dan dia akan menjualnya sebagai obat atau sebagai daging makanan elang. Aku tidak tahu berapa banyak isi ular dalam karung, tapi segera kutumpahkan semua ular lewat jendela tadi.
Dalam sekejap, terdengar suara mendesis bercampur teriakan. Sepasang manusia serigala di kamar itu sontak berusaha keluar–mengabaikan tubuh mereka yang telanjang. Hanya saja, Benigno-lah yang pertama keluar. Dia bahkan tak peduli pada pelayan yang mungkin sedang digigit ular.
"Tolong aku, Tuan Benigno! Ular ini menggigitku!" teriakan Uriya terdengar pilu.
Aku tersenyum. Terlebih, kala Benigno menyadari kehadiranku. "Apakah kau mendengar suara suara itu, Benigno?" kataku berbisik, "kenapa kau tak menolongnya?"
Alih-alih menjawab, Benigno merintih kesakitan. Sepertinya, ia juga sempat tergigit ular. Hanya saja, aku tak lagi bersimpati.
Kuabaikan suami pengkhianatku itu. Dalam keadaan yang penuh emosi, aku masuk ke dalam mobil dan merasa hancur. Meskipun aku tidak ingin menangis, tetap saja sulit menahan air mata. Setelah cukup lega, aku pun memacu mobil menuju rumah mertuaku. Mereka harus tahu kelakuan anaknya yang jelas akan mencoreng kelompok serigala Darmaraya!
Di keluarga Darmaraya, mertuaku adalah Panatua yang terkuat.
"Benigno menelepon dan memberi tahu bahwa pengurus rumah tangga menemukan beberapa ular berkeliaran di dalam ruangan. Ini bukan pekerjaan hantu, bukan?!"
Secara naluriah, aku tersentak. Begitu tiba, ayah mertuaku yang merupakan tetua serigala Darmaraya, langsung menyerangku dengan pertanyaan. Alih-alih takut, kutatap dengan tenang pria yang dihormati kelompok serigala Darmaraya ini.
"Aku tak tahu. Tapi yang jelas, aku melihat Benigno melompat telanjang!" balasku sambil memutar video sepasang pria dan wanita melongok keluar jendela dalam kondisi tanpa pakaian.
Melihat itu, air muka kedua mertuaku seketika gelap. Brak! "Apa maumu Clara?!" tanyanya lalu bangkit dari tempat duduk.
Aku menelan ludah, sambil menyingkirkan ingatanku tentang pengkhianatan Benigno hari ini, "Aku ingin perkawinanku dengan Benigno batal. Lalu, kembalikan aset keluargaku segera!" tukasku berani.
"Lalu, kau akan menghapus video itu?" Kini mertua perempuanku ikut memberi respon. Dia adalah tipe yang sangat menjunjung tinggi nama baik.
Seketika saja, mataku berkilat kala menyadari peluang negosiasi. "Tentu! Setelah kalian memberikan semua aset keluarga saya kembali, maka video ini akan hilang selamanya!"
Menyadari posisi mereka di bawah, kedua serigala lansia itu menggeram, "Apa jaminannya video itu tidak bocor?!"
"Sederhana, saya akan memberikan menandatangani perjanjian dan juga menghancurkan video dan copy-nya," jawabku meyakinkan, lalu penuh penekanan, "Tentu saja, jika dokumen aset keluarga sudah di tangan saya."
"Pelayan kurang ajar!" Mertua perempuanku kini menggeram. "Seharusnya, aku sudah memiliki cucu sejak beberapa purnama lalu. Tapi, ternyata putraku meracunimu demi perempuan itu!"
Aku sedikit terkejut mendengar harapannya dan aku mengangguk. "Selama ini, saya menghormati Benigno sebagai pasangan," ucapku berpura-pura simpati, “Mungkin, saya terlalu naif." Sengaja aku merendah untuk mencapai tujuanku yang lebih tinggi.
Namun, aku merasakan ayah mertuaku masih enggan menerima kenyataan, "Tapi, tak bisakah kamu memaafkan Benigno?" ucapnya tiba-tiba, "Ayahmu saja yang merupakan Alpha dari klan El Wongso berkawin lagi!"
Mendengar itu, aku jelas mendengus masam. "Jika Anda lupa, Ibuku meninggal terkena ranjau darat. Alpha menikah lagi setelah sepuluh tahun bertahan tanpa istri. Bersikaplah bijak, jangan menghakimi klan kami!" ucapku dengan tegas. Jadi, tak akan kubiarkan keluarga Darmaraya merendahkan ayahku dengan menyamakan kelakuan Benigno.
"Baiklah," ucap pria tua di hadapanku menyerah, "Segera atur pertukarannya di hadapan ayahmu. Tetapi, dia harus tetap di penjara sesuai masa hukumannya." Dia mengayunkan tangan–menyuruhku pergi.
Ayahku yang merupakan Alpha dari El Wongso tidak sengaja membunuh salah satu paman dari Benigno yang mabuk wolfsbane dan menyebrang jalanan asal-asalan, sehingga Ia masih dipenjara oleh kelompok Darmaraya.
Aku kembali menggangguk. "Tidak masalah!" jawabku. Lagipula, ayahku akan bebas bulan depan.
Sebelum aku melangkahkan kaki pergi dari hadapan dua mantan mertuaku ini, paman dari Benigno datang dengan tergopoh-gopoh. "Tunggu! Clara, apakah kamu yang melempar ular berbisa itu?!" serunya, panik.
Clara yang menggembung dalam balutan jubah besar berdiri dengan susah payah dekat meja perjamuan. Dia tersenyum dengan getir, kalau bukan karena Dallas yang bersusah payah memintanya bertemu di tengah malam, Clara tidak menerima tamu sampai dia selesai masa persalinan. Perutnya membuncit dan kencang mencirikan kelemahan dia sebagai seorang wanita dan Clara tidak ingin ada yang tahu bahwa bayi dalam perutnya setiap hari membuatnya tersiksa.Tiap langkah dari Remdragon membuat bayi dalam perutnya gelisah, dia menggeliat dan menendang dengan keras. Clara menutupinya dengan senyum kaku, sesekali dia meringis kesakitan. Mengapa bayinya sangat gelisah di pagi ini?Raja Abigail menyambut Jack dan panatua Saddie di teras aula, sikapnya sangat anggun dan terhormat. Jack menyukai raja ini, terlihat tulus dan polos namun tetap dengan sikap seorang raja yang tinggi dan terhormat. Panatua Saddie memegang tengkuknya dengan susah payah, dia merasakan sakit yang menusuk pada area lehernya, terasa be
Di dalam bunker tempat Black Shadow menginap, Jenson masih murung dan merasa kesal karena bodoh tidak menyadari adanya jamur beracun di tanah terlarang klan El Wongso. Silveryn memegang sebuah bambu kecil berwarna gading yang berkilau. Bambu Albutar yang tumbuh di dataran tandus Lembah Yordan berusia seribu tahun, ujungnya keriput seolah lengah dengan keberadaan dunia fana ini mengeluarkan kepulan asap tipis, samar samar Dallas merasa pusing berada di samping Jenson. Silveryn mencibirkan bibirnya. "Enyahlah! Jika engkau lemah terhadap asap racun!" Dallas mendelikkan matanya, kakak tertuanya ini sepertinya semakin memperolok kemampuan tubuhnya dalam mengatasi racun, "Aku hanya sedikit pusing bukan mati!" Jenson tersenyum kecut, "Jangan kau sindir aku!" lenguhnya semakin marah. Silveryn menyanyat kecil pada lengan atas Jenson dan meneteskan darahnya dalam mangkok keramik. Darah berwarna merah terang mengucur perlahan. Jack terhenyak, "Mengapa seperti ini?" Panatua Saddie yang sejak
Setelahnya penjaga tanah keluarga Dharmaraya berlari ketakutan, dia tidak menyadari sepasang mata merah dengan geram melihatnya tanpa berkedip.'Apa yang dicari Black Shadow di tanah ini?' Pikirannya segera bekerja cepat, kakak keempatnya terluka tadi malam dan ular kesayangannya mati mengenaskan, tidak mungkin Black Shadow yang melukainya bukan? Karena kakak keempatnya tidak bercerita tentang penyerangan. "Apa?!" Seruni terlonjak dari duduknya, "Tidak mungkin itu dia!" serunya dengan panik. "Cepat bawa kakak keempat kemari!"Seruni baru saja akan mencicipi sepotong iga panggang madu sebagai menu sarapannya, dia menyukai aroma dan penampilan iga panggang yang berkilat keemasan dalam balutan madu yang sangat lengket. Sejak adik seperguruannya melaporkan bahwa kedatangan Black Shadow ke dalam komplek villa yang mereka sewa, iga panggang itu kehilangan kecantikannya, rasa yang menggugah berubah menjadi sia-sia."Penjaga kita melaporkan guntur di atas villa ini tidak hanya faktor kebetul
Di pagi hari yang lembab, matahari samar samar meluaskan sinarnya. Sekelompok penunggang kuda dengan jubah berkibar terlihat keluar dari istana klan El Wongso, kelompok berkuda ini langsung menarik perhatian sebagian penduduk Lembah Serangga yang sedang memulai aktifitas pagi hari. Bau udara laut tipis menusuk hidung dan Marroco yang memimpin perjalanan, dia terus menajamkan penciumannya.Beberapa petani yang melihat mereka melintasi tepian sawah tercengang, sekalipun topeng perak terpasang pada wajah wajah misterius, dari rahangnya yang menonjol fitur ketampanan dan pesona yang memancar tak hilang dibalik topeng tersebut,"Aku kira tamu tamu klan El Wongso memang menakjubkan, siapa mereka ini?" Seorang petani tua terkagum terkagum dengan tampilan pria muda berjubah besar dan menunggangi kuda Ferdhana milik El Wongso."Sepertinya mereka mencari sesuatu, lihat gerakan pemimpin di depannya yang terus mengangkat wajahnya!""Ugh! Jangan Kau bilang ada penyusup yang melintasi area terlara
Karena hari sudah larut, lampu jalan temaram dan ada beberapa yang berkedip, umurnya sudah mendekati kematian. Sesosok tubuh tinggi besar terbatuk batuk di tengah gelapnya malam. Angin yang mendesir diantara ranting ranting pohon jeruk emas. Sosok itu dengan langkah terburu buru pergi mencapai pintu sebuah bangunan dan menggedor kaca yang buram karena embun malam.Sekelompok pria yang duduk di ruang tunggu berdiri sigap dan melihat pada bayangan di kaca buram."Mungkin kakak keempat yang datang. Cepat buka pintunya!""Aku kakak keempat!" Suara serak terdengar dari luar, seolah mengkonfirmasi kecanggungan di dalam ruangan.Pintu kayu yang berat berderit terbuka setengahnya. Tampak sepasang mata merah dengan rambut tak beraturan muncul dari balik pintu. Matanya cukup waspada melihat pada gelapnya malam. Dan dia segera menarik sosok tinggi yang terlihat lemah di hadapannya."Kakak keempat?!" Pekik khawatir muncul dari mulut mereka."Istana El Wongso memiliki prajurit tanpa bayangan yang
Marroco bersungut dan tidak yakin apakah seorang El Wongso akan datang dengan cepat, ini dinihari, sebagai Alpha di Lembah Serangga siapa yang berani membangunkannya?Jadi Marroco hanya bisa pasrah, dia tidak mungkin menerobos area terlarang di kediaman El Wongso. Dia yakin, penjagaannya sangat ketat dan jika terjadi keributan, Black Shadow pasti akan mengetahui dengan cepat. Karena percaya dengan pengaturan dari klan El Wongso, Marroco duduk di sofa besar yang ada di ruang tunggu, seorang staff sudah menghantarkan sepoci teh oolong yang harum dan kudapan kering. Rasa kantuk menyerangnya dan Marroco memejamkan mata di sofa yang nyaman.BAM....Marroco tersentak kaget, suara pintu kaca terbanting karena angin, dia melirik jam di atas meja kopi. Waktu sudah menunjukkan pukul 3 dinihari, teh yang disajikan masih mengepul hangat. Dia hanya tertidur sebentar. Staff yang ramah masih orang yang sama datang menghampirinya."Tuan! Anda sudah bangun? Maaf karena pintu ini terbanting!"Marroco