Untungnya, pesawat yang membawaku pun mendarat dengan sempurna di bandar udara ibukota Lembah Utara.
Bandara di sini menawarkan kemegahan yang luar biasa dengan langit-langit yang menakjubkan. Kehebatan teknologi pemindai mata biometrik di sana tak ada tandingannya. Aku sempat deg-degan. Namun, ternyata berhasil melewati proses imigrasi tanpa harus mengantri. Cukup dengan pemindaian mata dan aku pun lolos.
Di tengah kebahagiaan, roh serigalaku mengejek, "Bodoh! Jika ketahuan, mereka mungkin akan mencungkil matamu yang kotor itu!" Mendengar itu, aku terkekeh saja, lalu berlalu mencari konter bagasi. Sayangnya, tempat itu begitu panjang berkelok!
"Astaga, Dewi!" seruku frustasi. Aku melihat koper kecilku di line 3. Butuh waktu sekian belas menit jika menunggu di sini. "Berpindahlah!" Serigalaku kini berlaku idiot memaksaku untuk berpindah. Bagaimana bisa melakukan shiftout di hadapan manusia biasa? Aku jelas menolak gagasan itu. tapi aku akan telat jika tidak segera mendapatkan koperku.
Akhirnya aku mengela nafas dan shiftout, aku mengubah wujud manusia ke wujud serigala, berlari dalam sepersekian detik menuju line 3 lalu kembali ke wujud manusia. Hanya saja, beberapa anak kecil muncul tiba-tiba dan mendorong koper mereka asal-asalan di hadapanku yang baru saja menjejakkan kaki. Aku lantas berusaha menjaga keseimbangan berdiri dan mengulurkan tangan. Akan tetapi, aku malah gemetar dan angin yang masih ada diujung tanganku mendorong menyebabkan dua pria paruh baya terjungkal masuk ke dalam ban berjalan. Bugggh! Suara debuman terdengar disusul jeritan panik.
Serigalaku menyeringai. "Yuhuui! Shift out-mu sudah semakin baik!" katanya memuji.
Aku tersenyum.
Hanya saja, kebahagiaan itu tak berlangsung lama karena seorang gadis mendadak menarik rambutku dengan kasar dan mendelikkan matanya.
Plak!
Dia bahkan menamparku dengan keras, meninggalkan bekas tangan di pipiku. "Kau mencium tunanganku!" tuduhnya berkacak pinggang.
Aku mencengkeram erat koperku, wajahku pucat "Bagaimana bisa, aku menyentuh tunangan Anda?" tanyaku heran.
"Kau mencari alasan!" Tangan gadis itu menjulur meraih ujung jaketku, dia mendorongku dan nyaris aku terjatuh tersandung sepatuku sendiri.
"Jesica! Hentikan!" Sebuah suara kencang memaksa gadis itu berhenti meraung.
"Dia menciummu, Rayden!" katanya masih penuh kemarahan.
Aku membalikkan badan dan serigalaku tertawa terkekeh, "Kau lihat?"
Aku abaikan ejekan serigalaku itu.
Kali ini, aku terkejut karena lelaki pemilik mobil merah yang kutabrak beberapa waktu lalu--tengah berdiri angker di depanku.
Tangannya menyilang di dada dan matanya mendelik mencari jawaban dari mukaku.
"Tersenyumlah bodoh, pikat dia!" Roh serigalaku tiba-tiba berbicara.
"Oh, dia sangat tampan," tambahnya lagi.
Aku menggeram. "Diam! Dia tidak mungkin mengenaliku! Tidakkah kau lihat mata biruku sudah menjadi bola hitam?" kataku mengatupkan rahang, memaki mindlinkku sendiri yang gembira melihat pria itu.
Aku membuang mukaku. Untungnya, petugas bea cukai sudah selesai memeriksa koper.
"Anda bisa keluar dari pintu ini, Nona Jamila!"
Aku pun pergi. Hanya saja, pemuda itu mengejarku dan mengacuhkan raungan tunangannya.
"Hei, tunggu Nona!" teriaknya.
Sayang, taksiku sudah menanti di depan pintu keluar.
Aku pun berlari dan segera melemparkan tubuhku ke kursi belakang. Tak lupa, aku memangku koper kecil menuju gerbang kota sesuai arahan Nyonya Bernie.
Peduli setan dengan pertengkaran keduanya yang sepertinya masih berlanjut.***Di lobi bandara ibukota Lembah Utara***
"Rayden!" Jesica dengan muka merah padam memakiku. "Kamu mengenal gadis itu?"
Mendengar itu, aku mengernyitkan wajah dan menunjukkan ekspresi marah. "Bisakah kamu berhenti bertindak secara impulsif dan tidak sembarang memukul orang tanpa bertanya terlebih dahulu?!"
"Tapi aku melihat dia menciummu!" Jesica masih berteriak marah.
"Meski dia menciumku, seharusnya akulah yang marah!" sahutku sambil berjalan pergi dengan tenang.
Aku baru saja kembali menuju konter pemeriksaan bea cukai untuk mengambil koperku. Sebelumnya seorang pengawas bandara melaporkan ada manusia serigala yang melakukan shiftout diantara penumpang manusia, tentu itu terlarang dalam perjanjian fakta kerahasiaan.
Aku menggeram marah.
Kelompok mana yang berani melakukan perubahan di kerumunan manusia dalam bandara yang aku bangun?
Tapi, petugasku tidak bisa menangkap fitur gerak karena perubahan dilakukan begitu cepat.
Aku harus waspada, gerombolan klan Black Shadow baru-baru ini membuat keributan di kasino Lembah Vegas dan membunuh seorang turis shifter.
Ketika tiba di konter pemeriksaan bagasi, aku terkejut saat melihat seorang gadis berambut hitam yang ditampar Jesica berbalik melihatku.
Ah itu dia! Bau tubuhnya yang menggiringku untuk mendekat dan secara sengaja aku memang mengendusnya.
Hidungkulah yang menempel pada pipinya.
Dia individu yang berbeda, tetapi aroma tubuhnya identik dengan gadis yang memukuli supirku di Lembah Serangga. Sangat mustahil dua invidiu memiliki bau identik. Lagipula Bandara yang kurancang ini tidak mungkin bisa dimanipulasi pada pemindaian biometrik.
"Rayden!" Cargil - sepupuku bergegas menghampiriku.
"Bagaimana? Apa yang kau peroleh?" tanyaku tak sabar.
"Yang mana dulu yang mau kau tanyakan?" Ragil mencoba menggodaku.
Aku meninju bahunya sambil berkata, "Jika semua yang kau laporkan ini menyenangkan, aku akan membagi daging monster untukmu."
Memperoleh daging monster adalah pekerjaan sulit, tetapi aku mendapatkannya sepotong kecil dari gunung berkabut.
"Shifout tidak mungkin dilakukan kecuali oleh keturunan alchemis tingkat senior. Jadi, kamu perlu melakukan pembaruan pada fitur rekam gerak di bandaramu itu!" kata Cargil terlihat cemas.
"Sementara itu, gadis yang baru saja menciummu—Hmm! Namanya Jamila dari Gurun Amethyst."
"Gurun Amethyst?" ulangku, "apakah perlu aku operasi hidungku sendiri?"
Entah mengapa, aku tak percaya dengan laporan yang disuguhkan Cargil.
Namun sepupuku ikut menggeleng. "Jika demikian, kamu harus pergi ke Amethys untuk mencari keluarganya. Ini data lengkap tentang gadis itu. Jadi, ayo berangkat!" oloknya.
Aku terdiam. Sebelum akhirnya kembali tersenyum karena sebuah ide muncul di kepalaku.
"Sepertinya, aku tahu bagaimana cara memeriksa gadis itu dengan cermat!"
Clara yang menggembung dalam balutan jubah besar berdiri dengan susah payah dekat meja perjamuan. Dia tersenyum dengan getir, kalau bukan karena Dallas yang bersusah payah memintanya bertemu di tengah malam, Clara tidak menerima tamu sampai dia selesai masa persalinan. Perutnya membuncit dan kencang mencirikan kelemahan dia sebagai seorang wanita dan Clara tidak ingin ada yang tahu bahwa bayi dalam perutnya setiap hari membuatnya tersiksa.Tiap langkah dari Remdragon membuat bayi dalam perutnya gelisah, dia menggeliat dan menendang dengan keras. Clara menutupinya dengan senyum kaku, sesekali dia meringis kesakitan. Mengapa bayinya sangat gelisah di pagi ini?Raja Abigail menyambut Jack dan panatua Saddie di teras aula, sikapnya sangat anggun dan terhormat. Jack menyukai raja ini, terlihat tulus dan polos namun tetap dengan sikap seorang raja yang tinggi dan terhormat. Panatua Saddie memegang tengkuknya dengan susah payah, dia merasakan sakit yang menusuk pada area lehernya, terasa be
Di dalam bunker tempat Black Shadow menginap, Jenson masih murung dan merasa kesal karena bodoh tidak menyadari adanya jamur beracun di tanah terlarang klan El Wongso. Silveryn memegang sebuah bambu kecil berwarna gading yang berkilau. Bambu Albutar yang tumbuh di dataran tandus Lembah Yordan berusia seribu tahun, ujungnya keriput seolah lengah dengan keberadaan dunia fana ini mengeluarkan kepulan asap tipis, samar samar Dallas merasa pusing berada di samping Jenson. Silveryn mencibirkan bibirnya. "Enyahlah! Jika engkau lemah terhadap asap racun!" Dallas mendelikkan matanya, kakak tertuanya ini sepertinya semakin memperolok kemampuan tubuhnya dalam mengatasi racun, "Aku hanya sedikit pusing bukan mati!" Jenson tersenyum kecut, "Jangan kau sindir aku!" lenguhnya semakin marah. Silveryn menyanyat kecil pada lengan atas Jenson dan meneteskan darahnya dalam mangkok keramik. Darah berwarna merah terang mengucur perlahan. Jack terhenyak, "Mengapa seperti ini?" Panatua Saddie yang sejak
Setelahnya penjaga tanah keluarga Dharmaraya berlari ketakutan, dia tidak menyadari sepasang mata merah dengan geram melihatnya tanpa berkedip.'Apa yang dicari Black Shadow di tanah ini?' Pikirannya segera bekerja cepat, kakak keempatnya terluka tadi malam dan ular kesayangannya mati mengenaskan, tidak mungkin Black Shadow yang melukainya bukan? Karena kakak keempatnya tidak bercerita tentang penyerangan. "Apa?!" Seruni terlonjak dari duduknya, "Tidak mungkin itu dia!" serunya dengan panik. "Cepat bawa kakak keempat kemari!"Seruni baru saja akan mencicipi sepotong iga panggang madu sebagai menu sarapannya, dia menyukai aroma dan penampilan iga panggang yang berkilat keemasan dalam balutan madu yang sangat lengket. Sejak adik seperguruannya melaporkan bahwa kedatangan Black Shadow ke dalam komplek villa yang mereka sewa, iga panggang itu kehilangan kecantikannya, rasa yang menggugah berubah menjadi sia-sia."Penjaga kita melaporkan guntur di atas villa ini tidak hanya faktor kebetul
Di pagi hari yang lembab, matahari samar samar meluaskan sinarnya. Sekelompok penunggang kuda dengan jubah berkibar terlihat keluar dari istana klan El Wongso, kelompok berkuda ini langsung menarik perhatian sebagian penduduk Lembah Serangga yang sedang memulai aktifitas pagi hari. Bau udara laut tipis menusuk hidung dan Marroco yang memimpin perjalanan, dia terus menajamkan penciumannya.Beberapa petani yang melihat mereka melintasi tepian sawah tercengang, sekalipun topeng perak terpasang pada wajah wajah misterius, dari rahangnya yang menonjol fitur ketampanan dan pesona yang memancar tak hilang dibalik topeng tersebut,"Aku kira tamu tamu klan El Wongso memang menakjubkan, siapa mereka ini?" Seorang petani tua terkagum terkagum dengan tampilan pria muda berjubah besar dan menunggangi kuda Ferdhana milik El Wongso."Sepertinya mereka mencari sesuatu, lihat gerakan pemimpin di depannya yang terus mengangkat wajahnya!""Ugh! Jangan Kau bilang ada penyusup yang melintasi area terlara
Karena hari sudah larut, lampu jalan temaram dan ada beberapa yang berkedip, umurnya sudah mendekati kematian. Sesosok tubuh tinggi besar terbatuk batuk di tengah gelapnya malam. Angin yang mendesir diantara ranting ranting pohon jeruk emas. Sosok itu dengan langkah terburu buru pergi mencapai pintu sebuah bangunan dan menggedor kaca yang buram karena embun malam.Sekelompok pria yang duduk di ruang tunggu berdiri sigap dan melihat pada bayangan di kaca buram."Mungkin kakak keempat yang datang. Cepat buka pintunya!""Aku kakak keempat!" Suara serak terdengar dari luar, seolah mengkonfirmasi kecanggungan di dalam ruangan.Pintu kayu yang berat berderit terbuka setengahnya. Tampak sepasang mata merah dengan rambut tak beraturan muncul dari balik pintu. Matanya cukup waspada melihat pada gelapnya malam. Dan dia segera menarik sosok tinggi yang terlihat lemah di hadapannya."Kakak keempat?!" Pekik khawatir muncul dari mulut mereka."Istana El Wongso memiliki prajurit tanpa bayangan yang
Marroco bersungut dan tidak yakin apakah seorang El Wongso akan datang dengan cepat, ini dinihari, sebagai Alpha di Lembah Serangga siapa yang berani membangunkannya?Jadi Marroco hanya bisa pasrah, dia tidak mungkin menerobos area terlarang di kediaman El Wongso. Dia yakin, penjagaannya sangat ketat dan jika terjadi keributan, Black Shadow pasti akan mengetahui dengan cepat. Karena percaya dengan pengaturan dari klan El Wongso, Marroco duduk di sofa besar yang ada di ruang tunggu, seorang staff sudah menghantarkan sepoci teh oolong yang harum dan kudapan kering. Rasa kantuk menyerangnya dan Marroco memejamkan mata di sofa yang nyaman.BAM....Marroco tersentak kaget, suara pintu kaca terbanting karena angin, dia melirik jam di atas meja kopi. Waktu sudah menunjukkan pukul 3 dinihari, teh yang disajikan masih mengepul hangat. Dia hanya tertidur sebentar. Staff yang ramah masih orang yang sama datang menghampirinya."Tuan! Anda sudah bangun? Maaf karena pintu ini terbanting!"Marroco
Dallas tersentak kaget melihat Henrico berjalan tertatih tatih keluar dari kamarnya. Dia segera menopang tubuh keponakannya itu dan menariknya untuk duduk di sofa besar di ruang tamu. Tetapi Henrico melawan, mendorong Dallas dengan kencang. Perlawanannya membuat gaduh dan terdengar oleh sebagian Black Shadow yang akhirnya mereka terbangun lalu keluar dari kamar masing masing.“Apa yang terjadi?” Marroco membantu Dallas menahan gerakan Henrico.“Sepertinya ada kekuatan dari luar yang menarik dirinya” Dallas memukul tengkuk Henrico, pemuda tanggung itu terjatuh duduk di sofa.Titik akupuntur yang dikeluarkan oleh Dallas menelan suara Henrico, dengan santainya Dallas mengembalikan posisi Henrico karena sebagian Black Shadow menjaga pemuda itu.“Aku ingin mencari aroma persik yang membuat kepalaku sakit!” Henrico menggerutu kesal.Dallas menuangkan segelas air putih untuk dirinya dan mengambil sebotol arak beras untuk dibagikan kepada keluarganya. “Suhu menjadi sangat dingin, minumlah dul
Melintasi komplek istana klan El Wongso, formasi terbang mengapit Jack yang luka dalam. Dalam perlintasan, Marroco menceracau dan terlempar keluar dari formasi. Silveryn membuka Qi untuk melihat energy yang menariknya ke selatan. Jenson lebih dulu melihat,“Ada bangunan utama di selatan formasi!”“Itu tempat tinggal putri El Wongso!” Dallas berseru, lukanya terus mengeluarkan darah“Saddie teruslah bergerak menuju bunker, aku akan menarik Marroco kembali” Silveryn mengayunkan tongkatnya dan melesat ke arah Marroco yang tertarik energy besar di depan mereka.Penindasan terasa disekujur tubuh Silveryn dan dia oleng, rasa sakit seperti ribuan jarum menancap dalam lubang hidung yang mengeluarkan darah karena daya tarik aroma persik yang terlalu kuat.Marroco mengeluarkan darah dari ujung matanya, nafasnya tersengal sengal dan dia terus menceracau memanggil nama pemimpin terkuat Black Shadow. Silveryn yang menggunakan Qi dan berhasil menarik tubuh Marroco, lalu melesat ke bunker penginapa
Wajah Silveryn terasa terbakar dibalik topengnya. Dia memaksakan dirinya untuk terlihat tenang. Dengan bibir bergetar suaranya tenang tanpa riak seperti danau Lembah Biru. “Apa kabar tuan Draken Book?” Ethan menundukkan kepalanya sedikit rendah dan dengan senyum yang terlihat dipaksakan memberikan kabarnya, dia memuji keramahan Black Shadow, “Sungguh indah petir di kegelapan malam!” “Sebentar lagi Dewi Bulan bercahaya, petir kami hanyalah hiasan bagi langit yang luas. Anda menari di bawah Dewi Bulan, bukan?” Ethan melengkungkan bibirnya, “Terakhir kali purnama, saya ikut bersenandung bersama dengan Anda dan tidak ada kendala untuk berikutnya, saya penganggum keindahan Dewi Bulan!” Dallas tertawa ringan dengan tubuhnya yang masih ringkih, “Tuan Draken Book sangat rendah hati, Remdragon merindukan Anda!” “Oh, di mana dia berada? Dan sepertinya beberapa anggota keluarga Anda terluka?” “Ehmm, Remdragon masih di kapal bersama pengawal kami!” sahut Dallas. “Kami terluka karena perta