Suluh Mukhalis: Pendekar Bayangan

Suluh Mukhalis: Pendekar Bayangan

last updateLast Updated : 2024-05-13
By:  AlsavirOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
Not enough ratings
15Chapters
900views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Suluh, murid nahas yang tak dapat berkultivasi mengakibatkan dia mengalami berbagai caci makian oleh teman-teman sebaya serta direndahkan di Padepokan Cenderawasih. Namun, suatu saat, nasib mengenaskan menimpa Suluh dan dia diberikan sebuah artefak kuno dari orang yang menyelamatkannya. Benda yang berada di tangan Suluh tersebut memiliki kekuatan langka yang terbentuk dari kegelapan teramat kuat. Dengan begitu, Suluh yang tak mampu menerima unsur Prana kini berkultivasi dengan sangat cepat, membungkam mereka yang meremehkannya sekaligus menakuti tetua-tetua besar di Cenderawasih.

View More

Chapter 1

01. Murid Lemah

Suara teriakan terdengar keras di suatu ruangan yang teramat luas, dihadiri oleh beberapa murid tengah duduk di sudut-sudut matras. Mereka semua memperhatikan ke depan, menyaksikan dua laki-laki beradu keahlian.

"Berdirilah!" seru Guru Mahendra kepada bocah dua belas tahun yang ambruk di atas lantai. "Buktikan bahwa kau layak berada di Cenderawasih!"

Suluh, dipenuhi determinasi membara, tak kenal menyerah. Walau tubuhnya merasakan sakit, dia berusaha bangkit untuk melawan salah satu siswa yang memiliki nilai terbaik. Ini akan sangat sulit karena Deandra sudah berkultivasi sampai ranah ketiga, menyebabkan semua serangannya kokoh bertenaga.

"Kau benar-benar keras kepala," bisik Deandra menautkan alis, semakin kesal karena harga dirinya dihabiskan untuk melawan murid seperti Suluh. "Tak ada yang dapat kau lakukan dengan tubuh lemah seperti itu!"

Memahami kendala utama, Suluh tak banyak berkomentar sebab hanya dia murid di kelasnya yang belum berkultivasi. Tidak, bahkan di usianya saat ini, Suluh barangkali adalah anak dengan tingkat kemajuan terlambat di sekolah Cenderawasih.

"Bahkan untukmu, kau masih kesulitan melawanku," sarkas Suluh memanaskan api amarah Deandra.

"Tidak tahu diri! Terimalah ini!" Anak berambut cokelat tersebut melesat, melompat lalu memutar saat di udara, mengerahkan sepakan.

Ketangkasan Suluh sama sekali tak memudar, dia meringkuk, menghindari hantaman dan melakukan serangan balik dengan telapak tangan. Kini Suluh mendominasi arus latihan, Deandra tak memiliki kesempatan apapun kecuali menahan dan menerima bogeman.

Namun, Suluh tahu betul bahwa dia harus ekstra berhati-hati untuk tidak terkena terjangan Deandra. Bagaimanapun, ranah ketiga tidak dapat disepelekan. Di tingkatan itu sendiri sudah ada yang mampu membelah batu marmer raksasa, sangat berbahaya bila mengenai makhluk bernyawa.

"Sial!" Suluh bergumam saat tangannya ditangkap oleh Deandra, ditarik dan diberikan suatu hadiah.

"Rasakan!" Deandra memekik, melancarkan sambaran yang tak bisa dihindari oleh Suluh.

Alhasil, anak berambut hitam ikal tersebut terpental dengan keras sampai memantul di atas lantai, baru berhenti tepat di hadapan barisan perempuan yang duduk rapi. Salah satu dari mereka mencerminkan keprihatinan, ingin melakukan sesuatu akan tetapi tak memiliki keberanian.

“Dasar tidak berguna, sampai kapan dia terus memalukan nama baik kelas kita?” cecar murid di antara kerumunan.

“Benar, bagaimana mungkin Guru Mahendra masih mempertahankan murid lemah sepertinya?” sahut temannya, bisikan menguar di area aula.

“Terlebih lagi, aku heran dia bahkan dapat diterima di sekolah terkemuka Cenderawasih,” makian semakin membeludak. “Dengan tidak bisa berkultivasi, ini sudah keterlaluan."

Keangkuhan tercetak di muka Deandra, melangkah mendekati Suluh. "Bagaimana? Masih belum menyerah?"

"Apakah sekarang kau telah menyadari bahwa kau tidak berguna?" imbuh Deandra, sedikit kesal menyadari bahwa Suluh berusaha berdiri walaupun kesakitan. "Pecundang! Mau berapa kali aku harus memukulmu!"

Sesaat sebelum tangan itu menyambar Suluh, aksi Deandra dihentikan oleh perempuan cantik berambut hitam legam, secepat mungkin mendorongnya sampai mundur beberapa langkah. Semuanya mendadak kaget, tak mengira situasi akan memanas.

"Hentikan! Kau sudah berlebihan!" Wajah mempesona dengan kulit seputih susu tersebut dikenali Suluh, namun, dia sama sekali tak tahu namanya. Gadis tersebut merupakan murid berprestasi dengan kecerdasan memukau, terampil dalam bela diri serta meracik ramuan.

"Cukup!" Guru Mahendra menginterupsi, membuyarkan semua murid untuk terarahkan kepadanya. "Kalian berdua kembalilah!"

Mata lentiknya masih terarahkan kepada Deandra dengan kebencian sebelum berbalik ke Guru Mahendra, membungkuk dalam-dalam dan kembali ke tempatnya. Setelah Deandra melakukan hal yang sama, laki-laki berambut putih serta kumis terjulur ke bawah itu berjalan menemui Suluh.

"Aku sudah memperingatkan ini berkali-kali," suaranya serak dan terdengar dalam. "Progresmu adalah yang terburuk dalam sejarah Cenderawasih, Suluh."

"Kami tidak bisa terus menerus menerima hal memalukan seperti ini, aib yang harus kami tutupi," Mahendra meneruskan, melihat ke arah Suluh yang berlutut. "Aku akan memberikanmu kesempatan terakhir, waktu sebulan untuk berkultivasi. Lebih dari itu, aku khawatir kami tak dapat mempertahankanmu di sini."

Tak hanya merasakan tubuh yang hampir lumpuh, Suluh dilanda tekanan mental teramat luar biasa karena menyangkut masa depannya. Dapat bersekolah di Cenderawasih adalah suatu idaman bagi semua anak yang memiliki cita-cita sebagai Pendekar, tak terkecuali Suluh, berusaha keras untuk membuktikan bahwa dia layak bertahan.

Langit sudah berubah kemerahan dan cahaya mentari tak lagi menusuk kulit. Kebanyakan murid tengah kembali ke asrama dan beberapa memilih berlatih di halaman, sebagian berada di tempat-tempat tertentu mencari ilmu yang beraneka macam. Namun, untuk Suluh sendiri, dia sepertinya tak dapat terbebas dari caci makian.

Setelah selesai terapi, dia diharuskan ke tempat ramuan untuk memberikan resep kepada tabib sekolah. Disaat itulah dia diseret ke tempat sepi, dihajar beramai-ramai, dan dipaksa keluar dari Cenderawasih. Melawan adalah tindakan tiada berguna, memilih kabur melarikan diri ke dalam hutan.

Darah mengucur dari dahi Suluh, luka lebam membekas di tangan dan kakinya. Wajah babak belur menandakan bahwa dia mengalami hari mengerikan tanpa belas kasihan, mereka sepertinya tak membiarkan Suluh menampakkan batang hidungnya lagi di sekolah.

Menembus kepekatan dedaunan, napas Suluh tak karuan. Ketegangan memuncak dengan ketakutan turut dirasakan. Beberapa kali dia memeriksa ke belakang sampai tak menyadari bahwa Suluh sampai di tepian tebing, berhenti mendadak dan nyaris terpeleset ke bawah sana.

"Sudah kukatakan," suara itu bak momok bagi telinga Suluh. "Kau tak bisa melarikan diri."

Dari balik semak-semak, Deandra muncul bersama komplotannya dengan keangkuhan, melangkah ke arah Suluh yang sudah tamat. Walaupun begitu, dia masih memiliki secuil keberanian untuk memberontak.

"Tempat ini cukup bagus untuk menjadi kuburanmu, Suluh," Deandra tertawa. "Tak ada yang mencarimu di dasar lembah."

Suluh berbalik, memperhatikan mereka lamat-lamat. "Aku tak akan mati di sini!"

"Benarkah?" Deandra menimpali. "Tidakkah kau sadar bahwa kehadiranmu di Cenderawasih hanyalah beban yang memalukan?"

"Guru Mahendra mungkin memberikanmu kesempatan," dia meneruskan. "Tapi kami sudah muak denganmu!"

"Tak ada yang menginginkanmu di sini," salah satu teman Deandra berceletuk. "Kau seperti hama, lebih baik mati daripada terus menerus mencemari nama baik kelas!"

"Ini telah selesai," Deandra maju ke depan. "Apakah kau memiliki kata-kata terakhir?"

Suluh membisu, tenaga sudah tak tersisa melainkan hanya letusan adrenalin yang membuatnya bergerak. Walaupun tubuh teramat lemah, Suluh memberanikan diri maju ke depan, lama kelamaan berlari. "Tak kubiarkan kalian menghancurkan impianku!"

Sudut bibir Deandra terangkat, mempersiapkan kedua kaki sebelum hendak meluncurkan serangan. "Saksikanlah, Tendangan Tenaga Badai!" serunya melompat memutar, mengerahkan sepakan yang menghasilkan angin kuat menyapu habis apapun di hadapan.

Nasib nahas menimpa Suluh karena dia tak dapat mengelak maupun menahan, terpental sampai terjatuh ke dalam jurang yang curam. Dia menimpa bebatuan, menggores banyak luka sampai akhirnya berhenti dengan kondisi kacau balau.

Pandangannya memudar, kesadarannya menipis, dan angan-angannya hanyalah sebatas fatamorgana semata yang tak ada artinya. Sampai semua yang ada di sekitarnya sirna, tak tersisa apa-apa.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
15 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status