Satria memanggil para dokter dan suster, dan Fatma langsung di bawa ke ruang IGD.
'Ya Allah, selamatkanlah Fatma. Aku mohon jangan ambil dia sebelum aku membahagiakannya.' batin Satria dengan langkah mondar-mandir di depan ruangan IGD.Rasa bersalah kian hinggap sangat dalam. Dia merasa belum bisa membahagiakan Fatma selama ini, apalagi melihat kondisi Fatma yang semakin hari semakin menurun."Tenanglah Sat, abi yakin Fatma tidak kenapa napa," ucap abi Haidar mencoba menenangkan kecemasan Satria.Satria menoleh dan mengangguk, "iya, Bi," jawabnya.Namun, dapat Satria lihat raut kecemasan pada pria paruh baya itu. Dia tahu jika sebagai ayah pasti sangat sedih, tapi abi selalu bersikap tenang dan tawakal.Tak lama dokter keluar dan mengabarkan tentang kondisi Fatma. "Pasien harus di rawat. Kankernya sudah menyebar dan harus di berikan perawatan intensif," jelas dokter tersebut."Lakukan yang terbaik, Dok." Satria menatap sendu ke arah Fatma yang tengah terbaring lemah di ranjang pasien.Setelah itu Fatma di pindahkan ke ruang rawat inap, dan Satria menunggunya dengan menggenggam tangannya. 'Maafkan aku, Fatma. Maaf jika aku belum bisa mencintaimu. Aku berharap ada keajaiban dari Allah untuk kesembuhanmu.' batinnya.Satria tak beranjak sama sekali, apalagi jam sudah menunjukan pukul 14.00 siang. Dia meminta abi Haidar untuk pulang, sementara dirinya akan menjaga Fatma.Awalnya abi menolak, namun Satria. tetap bersikeras ingin di sana. Akhirnya abi pun pulang seorang diri.Sambil menunggu Fatma sadar, Satria membuka ponselnya untuk menghubungi Rafa, sahabatnya. Dia meminta pria itu untuk meng-handle cafe terlebih dulu."Eeuugh." Terdengar suara lenguhan dari arah ranjang pasien.Satria lengsung beranjak dari sofa, dia duduk di sebelah Fatma dan menggenggam tangannya. "Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga," ucap Satria dengan lega."Apa, aku di rumah sakit?" tanya Fatma dengan lemas.."Iya. Tadi kamu pingsan, jadi aku membawamu kesini. Dan kata dokter, kamu harus di rawat untuk beberapa hari kedepan agar kondisimu stabil," terangnya.Fatma menatap ke arah jam yang sudah menunjukan pukul 17.00 sore. Dia melirik ke arah Satria dengan wajah pucatnya."Kamu tidak pulang, Mas? Ini sudah sore." Satria menggelengkan kepalanya"Aku akan di sini menemani kamu," jawabnya.Fatma menggeleng lemah, dia menatap sendu ke arah pria itu. "Mas, kamu lupa ya? Malam ini kan, malam pertamamu dengan Azizah. Jadi kamu harus pulang! Kasihan jika--""Bagiku kesehatanmu lebih utama," potong Satria, "malam pertama bisa di lakukan kapan saja. Tapi kesehatanmu sekarang lebih penting."Ada rasa hangat dan bahagia di hati Fatma saat mendengar jawaban dari mulut suaminya, yang mementingkan dirinya. Tetapi, Fatma tak boleh egois. Dia tak ingin melukai hati madunya."Mas, aku baik-baik saja kok. Lagi pula di sini banyak suster dan dokter. Ada umi dan abi juga yang akan menjagaku, jadi kamu pulang saja ya!" pintanya, namun Satria masih menolak, membuat Fatma membalas genggaman tangan pria itu. "Mas, Azizah sudah menjadi istrimu. Dia pasti akan sangat terluka jika di malam pertamanya kamu malah tidak ada."Satria tak menjawab, dia malah menatap lekat ke arah wanita dengan wajah pucatnya. Dia merasa heran dengan dirinya sendiri, kenapa bisa tak mencintai wanita sebaik dan se-soliha Fatma. Mungkin jika bukan Fatma, wanita lain gak akan sanggup berkata demikian.Wanita mana yang rela meminta suaminya berbagi peluh dengan wanita lain? Akan tetapi, Fatma malah sebaliknya."Kenapa kau masih memperdulikan perasaan orang lain, di saat dirimu sendiri sedang seperti ini? Kenapa kau terlalu baik, Fatma? Apa kau tidak merasa sakit, meminta suamimu berbagi peluhnya?"Mendengar pertanyaan dari sang suami, Fatma hanya bisa mengulas senyumnya dengan bibir pucat. "Sakit itu pasti, Mas. Tapi, aku harus berusaha kuat bukan? Aku harus menerima konsekuensinya jika di madu," paparnya dengan lembut, "Mas, aku ini sudah mempersiapkan hati untuk hal ini. Ingat! Kamu harus adil, Mas. Kamu--" Ucapannya lagi-lagi terheti saat Satria menaruh jari telunjuknya di bibir pucat Fatma."Kamu terlalu banyak bicara. Kamu ini sedang sakit, jadi stop berceramah, oke! Aku akan menelepon umi dan abi agar menjelaskan pada Azizah. Aku akan tetap di sini menemanimu!" tegasnya."Tapi Mas ... Azizah pasti akan kebingungan. Dia kan tidak tahu jika kita ini suami istri?" Tetapi Satria tidak menjawab, dia berlalu keluar untuk menelepon mertuanya.Bagi Satria kesehatan Fatma yang lebih penting sekarang. Soal Azizah, ia bisa jelaskan nanti, karena Satria yakin jika wanita itu akan mengerti...Dua hari Fatma di rawat, dan Satria tidak pulang sama sekali. Dia terus menjaga Fatma, walau umi dan abi sudah melarangnya dan memintanya untuk pulang.Satria hanya ingin memberikan waktunya, sebab hatinya tidak bisa. Dan sesampainya mereka di rumah, umi, abi dan Azizah menyambut mereka dengan hangat. Namun, Azizah memakai cadar dan Satria belum pernah melihat wajahnya."Aku akan membawa Fatma ke kamar dulu," ujar Satria, akan tetapi tangannya di tahan oleh Fatma."Mas." Dia menggelengkan kepalanya sambil melirik ke arah Azizah, memberi kode pada Satria agar menghampiri wanita itu.Akan tetapi, Satria tidak perduli. Dia menggendong tubuh Fatma dan membawanya ke kamar. Sementara tatapan Fatma bertabrakan dengan netra madunya. Dia tahu jika pasti Azizah sakit hati dan di landa kebingungan atas sikap acuh Satria."Mas, seharusnya tadi kamu hampiri dia! Pasti Azizah kebingungan melihat sikap manis dan pedulimu padaku," ucap Fatma saat sudah beraada di dalam kamar."Dia akan paham. Aku akan menjelaskannya nanti." Satria menarik selimut sebatas dada Fatma. "Sekarang kamu istirahat ya! Ingat kata dokter, jangan cape-cape."Saat Satria bangkit, tangannya di tahan oleh Fatma, membuat pria itu kembali duduk di tepi ranjang. "Kenapa? Kamu butuh sesuatu?" tanyanya.Fatma menggeleng, "Mas, aku mohon padamu! Kamu harus adil padaku dan Azizah. Jujur saja Mas, aku takut saat memberitahukan kebenarannya pada Azizah, dia pasti akan terluka. Dan yang ku takutkan adalah ..." Fatma menggantungkan ucapannya."Apa?" tanya Satria penasaran."Aku takut dia malah meminta kamu menceraikannya." Tatapan wanita itu menjadi sendu.Satria hanya menghela nafasnya dengan kasar, lalu dia menatap Fatma. "Itu adalah konsekuensinya. Sedari awal aku sudah memintamu menpertimbangkan semuanya, bukan?"Fatma terdiam, lalu dia menatap ke arah langit-langit kamarnya. "Iya, tapi aku yakin dia paati bisa menerima," ujarnya sambil menatap Satria, "aku mau malam ini kamu tidur dengannya, Mas! Laksanakan tugasmu sebagai suami. Jangan membuatnya semakin terluka.""Baiklah, malam ini aku akan tidur dengannya." Terdengar jawaban pria itu dengan nada pasrah.Fatma tersenyum bahagia. "Lalu, kapan kita akan memberitahukan padanya jika sejujurnya kita adalah suami istri?" tanya Satria."Aku akan bertanya pada ab--" Ucapan Fatma terhenti oleh suara benda jatuh di pintu kamar, membuat keduanya menengok.PRANG!BERSAMBUNG....."Azizah!" kaget Satria dan juga Fatma, karena melihat wanita itu sedang berdiri di ambang pintu.Satu tangan Azizah menutup mulut dengan tatapan yang sudah mengalirkan air bening, sehingga membasahi tangan serta pipinya. Kepalanya menggeleng, kemudian dengan langkah yang berat dia pun mendekat ke arah Fatma."Jadi kalian adalah suami istri? Lalu ... aku?" tanyanya dengan suara bergetar sambil menunjuk dirinya sendiri.Fatma bangkit dari tidurnya, dia mencoba menggapai tangan Azizah, tapi wanita itu menepisnya sambil menggelengkan kepala."Tolong dengarkan dulu penjelasan kami, Azizah. Kamu salah paham, aku dan juga Mas Satria bisa--""Cukup! Kenapa kalian lakuin ini padaku? Kenapa tidak bilang dari awal jika Mas Satria itu sudah menikah, dan kalian adalah suami istri? Kenapa kalian malah membohongiku?!" marah Azizah dengan dada bergemuruh sesak.Sorot matanya begitu tajam, dadanya terasa sakit seperti tertimpa batu besar. Dunianya seakan runtuh seketika saat mengetahui kebenaran yang
Umi Khaira mendekat ke arah Azizah. "Nak, kita bicarakan semua ini bersama. Jangan pernah mengatakan hal itu yang nantinya akan membuatmu menyesal.""Menyesal? BAhkan saat ini hatiku sudah hancur Umi," tuding Azizah sambil menunjuk dadanya."Kita bicarakan semua ini di ruang tamu, biar semuanya clear. Setelah itu terserah kepadamu Nak, mau mengambil keputusan apa. Biarkan kami menjelaskan kenapa kami tidak memberitahukan tentang hubungan antara Fatma dan juga Satria." Abi Haidar berujar, dia mencoba untuk menetralkan suasana yang terlihat sangat tegang.Akhirnya Azizah mau, walaupun sejujurnya hati dia merasa sangat sakit bagaikan diremas-remas seperti ampas kelapa yang sedang diperas santannya.Namun, tiba-tiba saja Fatma kembali pingsan karena dia baru pulang dari rumah sakit namun keadaannya juga belum sepenuhnya pulih.Semua orang menjadi panik, begitu pula dengan Azizah. Apalagi saat melihat hidung Fatma mengeluarkan darah, namun wanita itu mencoba untuk diam hingga akhirnya Satr
DEGH!Jantung Satria seketika berdetak kencang saat dia sudah berhasil membuka cadar milik Azizah. Mata pria itu membulat dengan saliva yang beberapa kali diteguk.Bukan terpesona dengan kecantikan yang dimiliki oleh istri keduanya itu, akan tetapi yang membuat Satria sangat kaget adalah ... karena Azizah mantan kekasihnya sewaktu SMA dulu. Bahkan sampai saat ini wanita itu masih bersemayam di hatinya tanpa tergantikan oleh siapapun termasuk Fatma."Azizah. Jadi kamu Habibah?"Mendengar perkataan Satria, Azizah langsung mengangkat wajahnya dan menatap lekat ke arah pria itu. "Ba-bagaimana kamu tahu sebutan nama itu?" tanya Azizah dengan gugup.Nama Habibah adalah panggilan kesayangan dari seorang pria yang selama ini ia cintai, bahkan selama ini tidak pernah ia lupakan, walaupun sudah beberapa tahun silam mereka tidak bertemu."Jadi benar, kamu Habibah?"Azizah tidak menjawab, dia menatap lekat ke arah Satria. "Apa kamu Kak Tama?" kaget Azizah dengan tatapan membulat.Keduanya sama-sa
"Mbak Fatma!" kaget Zizah."Fatma!"Jantung keduanya berdetak kencang saat melihat Fatma yang sedang berdiri di ambang pintu kamar Azizah. Jujur saja ada raut ketakutan di hati Satria, karena melihat kondisi Fatma yang saat ini sedang drop, dan dia takut jika kenyataan yang didengarnya malah akan membuat Fatma semakin sakit."Jadi kalian adalah sepasang kekasih di masa lalu?" Fatma bertanya sambil berjalan dengan perlahan, dan melihat itu Satria langsung membantunya dan memapahnya hingga duduk di tepi ranjang, tepatnya di sebelah Azizah."Itu hanyalah masa lalu, Mbak." Azizah menundukkan kepalanya.Terdengar helaan nafas yang begitu berat dari Fatma, namun seketika wanita itu mengukir senyum di wajah pucatnya. Dia menggenggam tangan Azizah dan menatapnya dengan lekat."Aku sangat bahagia dan sangat senang karena ternyata Mas Satria mencintaimu. Itu artinya, dia tidak perlu beradaptasi kembali. Sekarang aku tahu jawabannya kenapa Mas Satria tidak pernah bisa membuka hatinya untukku, it
Malam ini hujan mengguyur begitu deras. Fatma tengah duduk bersender di ranjang, sedangkan Jam menunjukkan pukul 23.00 malam.Wanita itu memejamkan matanya, menghela nafas dengan begitu berat, sementara tangannya meremas sprei, karena tahu jika malam ini Satria tengah tidur di kamar Azizah, dan pasti mereka sedang menghabiskan waktu bersama sebagai suami istri."Tidak Fatma. Kamu harus rela, ikhlas, kamu tidak boleh mengeluh karena ini semua adalah keputusanmu." Fatma mencoba untuk menguatkan hatinya.Dia pun membaca doa lalu memejamkan matanya, mencoba untuk tidak memikirkan apa yang tengah terjadi di dalam kamar Azizah, karena pasti hal itu terjadi. Apalagi mengingat jika kedua Insan itu saling mencintai sejak dulu, sudah pasti penyatuan tersebut dipenuhi rasa cinta...Pagi hari Azizah terbangun, dia membantu Umi Khaira dan juga Bi Siti membuat sarapan. Dan melihat menantu keduanya pagi-pagi sudah terbangun membuat Umi Khaira merasa heran, karena dia pikir semalaman pasti Azizah s
Sudah semalaman Fatma berada di rumah sakit, karena keadaannya yang memburuk, membuat wanita itu harus di rawat intensif.''Sayang, Mas balik kerumah sakit ya! Kamu kalau butuh apa apa bilang sama Bi Siti atau telpon Mas,'' ucap Satria setelah mereka selesai shalat dzuhur.Azizah mengangguk, "Terus kapan Mbak Fatma pulang, Mas?'' tanyanya.''Kalau keadaannya sudah jauh lebih baik. Tapi kayaknya dua atau tiga hari lagi di rumah sakit. Sebab keadaannya sangat tak baik.," jelas Satria.Zizah hanya mengangguk paham.''Oh ya Sayang, malam nanti aku pulang telat ya. Aku akan menemani Fatma dulu. Maafkan Mas, ya,"ucapnya sambil menarik Zizah kedalam pelukannya.''Tidak apa, Mas. Mas kan harus adil padaku dan Mbak Fatma. Lagian, saat ini Mbak Fatma lebih membutuhkan Mas," ujar Zizah mulai berdamai dengan hidupnya.''Mas akan usahakan pulang cepat."Kemudian Zizah mengantar suaminya ke depan, dan mobil pun melaju meninggalkan rumah setelah Satria mencium kening sang istri.''Kamu harus ikhlas
Zizah sudah siap dengan gamis monalisa berwarna tosca dengan motif bunga-bunga kecil, di padu dengan pashmina berwaran senada. Dia melangkah turun ke bawah dan memesan ojek onlie.''Non, di jemput sama Tuan?'' tanya Bi Siti.''Nggak Bi, aku naik ojek aja."Dia segera meraih rantang makanannya, dan berlalu ke halaman teras, untuk menunggu ojek online sampai. Setelah menunggu 5 menit tukang ojek pun sampai, dan ia langsung menuju ke rumah sakit.Setelah menempuh perjalanan 15 menit. Zizah sampai di rumah sakit, dan langsung berjalan menuju kamar rawat inap madunya.''Assalamu'alaikum," ucap Zizah setelah membuka pintu.''Wa'alaikumssalam.''DeghHati Zizah seperti berdenyut nyeri, saat melihat Satria sedang menyuapi Fatma buah. Entah kenapa, hatinya begitu sakit. Tapi itulah konsekuensinya memiliki madu.'Astagfirrullah, Zizah. Kuatkan hatimu. Ingatlah, Mas Satria bukan hanya milikmu seorang.'Dia melangkah setelah menetralkan degup jantungnya, kemudian mencium tangan kedua orang tua F
Hari ini Fatma sudah boleh pulang dari rumah sakit, dia duduk di kursi roda dengan di dorong umi. Satria membantu istri pertamanya itu, untuk menaiki mobil. Setelah itu mobil pun melaju keluar dari area rumah sakit menuju rumah.Sedangkan Zizah, saat ini sedang menata makanan di meja. Dia masak banyak siang ini, karena menyambut kepulangan Fatma dari rumah sakit. Hari ini dia memasak cumi asam manis, tumis kangkung saus tiram, udang krispy, sambal pete dan juga ikan bakar. Itu semua dia masak untuk makan siang.''Wah Non, Bibi kok jadi ngiler ya,'' ucap Bi Siti.''Bibi mau? Ambil saja Bik, gak papa,'' jawab Zizah tulus.Bi Siti menggeleng dengan cepat. "Tidak Non, Bibi terakhiran saja."Tak lama terdengar bunyi klakson dan deru mesin mobil. Zizah segera melangkah ke ruang depan untuk menyambut madunya. Tapi sebelum itu, dia menarik napasnya terlebih dahulu.'Bissmillah, hidup baruku akan segera di mulai. Aku harus kuat.'Setelah membuka pintu, dia segera menyalami tangan Satria dengan