Share

Bab 5

Author: Tinta Hitam
last update Last Updated: 2023-10-02 10:02:09

Satria memanggil para dokter dan suster, dan Fatma langsung di bawa ke ruang IGD.

'Ya Allah, selamatkanlah Fatma. Aku mohon jangan ambil dia sebelum aku membahagiakannya.' batin Satria dengan langkah mondar-mandir di depan ruangan IGD.

Rasa bersalah kian hinggap sangat dalam. Dia merasa belum bisa membahagiakan Fatma selama ini, apalagi melihat kondisi Fatma yang semakin hari semakin menurun.

"Tenanglah Sat, abi yakin Fatma tidak kenapa napa," ucap abi Haidar mencoba menenangkan kecemasan Satria.

Satria menoleh dan mengangguk, "iya, Bi," jawabnya.

Namun, dapat Satria lihat raut kecemasan pada pria paruh baya itu. Dia tahu jika sebagai ayah pasti sangat sedih, tapi abi selalu bersikap tenang dan tawakal.

Tak lama dokter keluar dan mengabarkan tentang kondisi Fatma. "Pasien harus di rawat. Kankernya sudah menyebar dan harus di berikan perawatan intensif," jelas dokter tersebut.

"Lakukan yang terbaik, Dok." Satria menatap sendu ke arah Fatma yang tengah terbaring lemah di ranjang pasien.

Setelah itu Fatma di pindahkan ke ruang rawat inap, dan Satria menunggunya dengan menggenggam tangannya. 'Maafkan aku, Fatma. Maaf jika aku belum bisa mencintaimu. Aku berharap ada keajaiban dari Allah untuk kesembuhanmu.' batinnya.

Satria tak beranjak sama sekali, apalagi jam sudah menunjukan pukul 14.00 siang. Dia meminta abi Haidar untuk pulang, sementara dirinya akan menjaga Fatma.

Awalnya abi menolak, namun Satria. tetap bersikeras ingin di sana. Akhirnya abi pun pulang seorang diri.

Sambil menunggu Fatma sadar, Satria membuka ponselnya untuk menghubungi Rafa, sahabatnya. Dia meminta pria itu untuk meng-handle cafe terlebih dulu.

"Eeuugh." Terdengar suara lenguhan dari arah ranjang pasien.

Satria lengsung beranjak dari sofa, dia duduk di sebelah Fatma dan menggenggam tangannya. "Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar juga," ucap Satria dengan lega.

"Apa, aku di rumah sakit?" tanya Fatma dengan lemas.

."Iya. Tadi kamu pingsan, jadi aku membawamu kesini. Dan kata dokter, kamu harus di rawat untuk beberapa hari kedepan agar kondisimu stabil," terangnya.

Fatma menatap ke arah jam yang sudah menunjukan pukul 17.00 sore. Dia melirik ke arah Satria dengan wajah pucatnya.

"Kamu tidak pulang, Mas? Ini sudah sore." Satria menggelengkan kepalanya

"Aku akan di sini menemani kamu," jawabnya.

Fatma menggeleng lemah, dia menatap sendu ke arah pria itu. "Mas, kamu lupa ya? Malam ini kan, malam pertamamu dengan Azizah. Jadi kamu harus pulang! Kasihan jika--"

"Bagiku kesehatanmu lebih utama," potong Satria, "malam pertama bisa di lakukan kapan saja. Tapi kesehatanmu sekarang lebih penting."

Ada rasa hangat dan bahagia di hati Fatma saat mendengar jawaban dari mulut suaminya, yang mementingkan dirinya. Tetapi, Fatma tak boleh egois. Dia tak ingin melukai hati madunya.

"Mas, aku baik-baik saja kok. Lagi pula di sini banyak suster dan dokter. Ada umi dan abi juga yang akan menjagaku, jadi kamu pulang saja ya!" pintanya, namun Satria masih menolak, membuat Fatma membalas genggaman tangan pria itu. "Mas, Azizah sudah menjadi istrimu. Dia pasti akan sangat terluka jika di malam pertamanya kamu malah tidak ada."

Satria tak menjawab, dia malah menatap lekat ke arah wanita dengan wajah pucatnya. Dia merasa heran dengan dirinya sendiri, kenapa bisa tak mencintai wanita sebaik dan se-soliha Fatma. Mungkin jika bukan Fatma, wanita lain gak akan sanggup berkata demikian.

Wanita mana yang rela meminta suaminya berbagi peluh dengan wanita lain? Akan tetapi, Fatma malah sebaliknya.

"Kenapa kau masih memperdulikan perasaan orang lain, di saat dirimu sendiri sedang seperti ini? Kenapa kau terlalu baik, Fatma? Apa kau tidak merasa sakit, meminta suamimu berbagi peluhnya?"

Mendengar pertanyaan dari sang suami, Fatma hanya bisa mengulas senyumnya dengan bibir pucat. "Sakit itu pasti, Mas. Tapi, aku harus berusaha kuat bukan? Aku harus menerima konsekuensinya jika di madu," paparnya dengan lembut, "Mas, aku ini sudah mempersiapkan hati untuk hal ini. Ingat! Kamu harus adil, Mas. Kamu--" Ucapannya lagi-lagi terheti saat Satria menaruh jari telunjuknya di bibir pucat Fatma.

"Kamu terlalu banyak bicara. Kamu ini sedang sakit, jadi stop berceramah, oke! Aku akan menelepon umi dan abi agar menjelaskan pada Azizah. Aku akan tetap di sini menemanimu!" tegasnya.

"Tapi Mas ... Azizah pasti akan kebingungan. Dia kan tidak tahu jika kita ini suami istri?" Tetapi Satria tidak menjawab, dia berlalu keluar untuk menelepon mertuanya.

Bagi Satria kesehatan Fatma yang lebih penting sekarang. Soal Azizah, ia bisa jelaskan nanti, karena Satria yakin jika wanita itu akan mengerti.

.

.

Dua hari Fatma di rawat, dan Satria tidak pulang sama sekali. Dia terus menjaga Fatma, walau umi dan abi sudah melarangnya dan memintanya untuk pulang.

Satria hanya ingin memberikan waktunya, sebab hatinya tidak bisa. Dan sesampainya mereka di rumah, umi, abi dan Azizah menyambut mereka dengan hangat. Namun, Azizah memakai cadar dan Satria belum pernah melihat wajahnya.

"Aku akan membawa Fatma ke kamar dulu," ujar Satria, akan tetapi tangannya di tahan oleh Fatma.

"Mas." Dia menggelengkan kepalanya sambil melirik ke arah Azizah, memberi kode pada Satria agar menghampiri wanita itu.

Akan tetapi, Satria tidak perduli. Dia menggendong tubuh Fatma dan membawanya ke kamar. Sementara tatapan Fatma bertabrakan dengan netra madunya. Dia tahu jika pasti Azizah sakit hati dan di landa kebingungan atas sikap acuh Satria.

"Mas, seharusnya tadi kamu hampiri dia! Pasti Azizah kebingungan melihat sikap manis dan pedulimu padaku," ucap Fatma saat sudah beraada di dalam kamar.

"Dia akan paham. Aku akan menjelaskannya nanti." Satria menarik selimut sebatas dada Fatma. "Sekarang kamu istirahat ya! Ingat kata dokter, jangan cape-cape."

Saat Satria bangkit, tangannya di tahan oleh Fatma, membuat pria itu kembali duduk di tepi ranjang. "Kenapa? Kamu butuh sesuatu?" tanyanya.

Fatma menggeleng, "Mas, aku mohon padamu! Kamu harus adil padaku dan Azizah. Jujur saja Mas, aku takut saat memberitahukan kebenarannya pada Azizah, dia pasti akan terluka. Dan yang ku takutkan adalah ..." Fatma menggantungkan ucapannya.

"Apa?" tanya Satria penasaran.

"Aku takut dia malah meminta kamu menceraikannya." Tatapan wanita itu menjadi sendu.

Satria hanya menghela nafasnya dengan kasar, lalu dia menatap Fatma. "Itu adalah konsekuensinya. Sedari awal aku sudah memintamu menpertimbangkan semuanya, bukan?"

Fatma terdiam, lalu dia menatap ke arah langit-langit kamarnya. "Iya, tapi aku yakin dia paati bisa menerima," ujarnya sambil menatap Satria, "aku mau malam ini kamu tidur dengannya, Mas! Laksanakan tugasmu sebagai suami. Jangan membuatnya semakin terluka."

"Baiklah, malam ini aku akan tidur dengannya." Terdengar jawaban pria itu dengan nada pasrah.

Fatma tersenyum bahagia. "Lalu, kapan kita akan memberitahukan padanya jika sejujurnya kita adalah suami istri?" tanya Satria.

"Aku akan bertanya pada ab--" Ucapan Fatma terhenti oleh suara benda jatuh di pintu kamar, membuat keduanya menengok.

PRANG!

BERSAMBUNG.....

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Tinta Hitam
Semoga saja kak...
goodnovel comment avatar
Nofita Sari
jngan² itu azizah..semoga aja azizah bsa nerima penjelasan fatma dn satria
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Istri Untuk Suamiku   END

    "Mas Satria!" kaget Fatma.Satria menatap teduh ke arah Fatma, bergantian pada bayi yang ada di dalam gendongan wanita itu. "Hai, aku tadi habis meeting tidak sengaja melihat kalian. Maaf jika aku mengganggu.""Tidak apa Nak. Sini duduklah bergabung bersama dengan kami!" ajak Abi sambil menepuk kursi kosong yang ada di sebelahnya."Oh ya, tidak apa Bi. Saya juga masih ada pekerjaan, dan bayi ini siapa?" tanyanya penasaran sambil melihat ke arah bayi mungil nan cantik yang berada di dalam gendongan mantan istrinya."Ini adalah anak kami," jawab Andre."Hah? Anak?" bingung Satria, karena setahunya Fatma tidak bisa hamil. Dia juga memperhatikan bahwa wajah wanita itu sekarang berbinar dengan sangat cantik, tidak seperti saat berada di sisinya pucat tanpa gairah.'Fatma benar-benar berubah. Auranya sekarang terpancar begitu sangat indah dan cantik, berbeda saat dia bersamaku dulu.' batin Satria."Iya, memang Fatma tidak bisa hamil," sindir Andre yang tahu isi di dalam pikiran Satria. "Tap

  • Istri Untuk Suamiku   Bab 148

    "Kalau aku sih setuju saja. Lalu kapan kita akan ke sana dan rekomendasi Panti Asuhan mana yang bagus menurut mama atau menurut Umi dan Abi?""Umi punya rekomendasi yang bagus," ucap Umi Khaira.Mereka setuju untuk 4 hari ke sana, melihat apakah ada seorang bayi yang akan diadopsi atau tidak. Dan setelah makan malam selesai Caca dan juga tante Lena pulang begitu pula dengan Umi dan Abi."Kamu baik-baik ya Nak. Kalau ada apa-apa dan butuh apa-apa, tinggal bilang sama Umi. Pasti Umi buatkan dan Umi bantu. Dan Andre. Tolong jaga Fatma ya! Besok Umi ke sini lagi.""Iya Umi. Umi dan Abi hati-hati di jalannya!""Assalamualaikum," ucap Abi dan Umi serempak."Waalaikumsalam."..Hari yang ditunggu pun telah tiba, di mana hari ini Fatma, Andre dan keluarga mereka pergi ke sebuah Panti Asuhan, tetapi tidak dengan Caca, karena dia menemani Vano di rumah."Ayo kita masuk!" ajak Umi, "Assalamualaikum!" ucapnya saat mereka sudah masuk ke dalam panti asuhan."Waalaikumsalam. Eh, mbak Khaira." Seora

  • Istri Untuk Suamiku   Pulang

    Hari ini Fatma dan juga Andre pulang kembali ke tanah air zetelah wanita itu dinyatakan sembuh. Tentu saja membuat kebahagiaan yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata oleh Andre maupun kedua orang tua Fatma."Mas, aku bisa jalan sendiri," ucap Fatma dengan wajah yang malu saat Andre menggendongnya turun dari mobil setelah mereka sampai di rumah."Iya, aku tahu, tapi aku tidak mau jika istriku sampai kelelahan," jawabannya sambil tersenyum manis, kemudian dia masuk dan menidurkan Fatma di atas ranjang. "Istirahat dulu ya! Nanti setelah makanan siap aku akan memberitahumu."Fatma hanya bisa mengangguk sambil tersenyum bahagia, karena perlakuan Andre yang begitu membuatnya semakin jatuh cinta.Dia merasa seperti seorang ratu di dalam kehidupan Andre, di mana pria itu tak pernah sekalipun menyakitinya, bahkan selalu membuatnya tersenyum. Mungkin memang itu yang dinamakan cinta sejati."Sekarang aku percaya Mas, bahwa penyakit itu bisa sembuh bukan karena Allah saja, tetapi karena bat

  • Istri Untuk Suamiku   Mendadak Pergi

    "Bu, Caca pergi dulu ya," ucap Caca sambil mencium tangan ibunya saat jam menunjukkan pukul 07.30 pagi, sebab tadi Vano sudah mengirimkan pesan bahwa sopirnya sedang menunggu di parkiran rumah sakit."Maafkan Ibu ya, Nak, kamu harus menikah dengannya tanpa cinta. Maaf jika kami belum bisa menjadi orang tua yang baik untukmu." Bu Eka menangis."Ibu ini bicara apa sih. Tidak perlu menyesali apapun. Caca ikhlas kok. Lagi pula, cinta akan datang seiring berjalannya waktu. Doakan saja yang terbaik untuk rumah tangga Caca. Kalau begitu Caca pamit ya Bu, Pak Vano sudah menunggu."Setelah mencium tangan ibunya Caca pergi, akan tetapi sang ayah masih belum tersadar, sehingga wali nikah diwakilkan kepada wali hakim, sebab tidak memungkinkan untuk ayahnya Caca hadir.Saat mobil sudah sampai di kediaman tante Lena, Caca langsung disambut oleh wanita itu. "Jadi kamu yang bernama Caca?""Iya Tante. Maaf, Tante siapa ya?" Caca yang bilang memang belum mengetahui siapa Tante Lena."Perkenalkan. Saya

  • Istri Untuk Suamiku   Menjebak

    "Syarat? Syarat apa yang Bapak maksud?" bingung Caca sambil menatap ke arah Vano.Pria itu tersenyum miring kemudian dia melipat tangannya di depan dada dan menyandarkan tubuhnya di dinding."Syaratnya adalah ... kau harus menikah denganku!" Ucapan Vano sontak membuat kedua bola mata Caca membulat, tetapi pria itu masih terlihat begitu santai. "Ya terserah pada dirimu ... kalau kau memang sayang dengan ayahmu, maka aku bisa membantumu. Syaratnya adalah tadi, jika kau tak mau juga tak masalah."Pria itu menegakkan tubuhnya hendak pergi dari sana, namun tiba-tiba Caca menahan tangannya. "Saya mau, Pak."Dia tidak mempunyai pilihan lain, karena bagi Caca keselamatan sang ayah itu lebih utama. Apalagi saat ini sedang kritis dan butuh pertolongan."Kau yakin?" tatapan Vano menyipit mencoba untuk meyakinkan wanita tersebut. Tapi di dalam hatinya dia bersorak bahagia."Saya yakin, Pak!" Caca bahkan tidak perduli jika nanti Vano menyakitinya setelah mereka menikah, karena baginya saat ini kes

  • Istri Untuk Suamiku   Sadar

    "Bukan maksud abi untuk membelanya, Umi. Hanya saja takut dia tersinggung. Bagaimana kalau maksud dia memang tidak ingin merebut Andre? Memang real hanya sebatas teman." Abi Haidar berkata dengan pikiran yang positif.Akan tetapi, Umi Khaira adalah seorang wanita dan dia sangat tahu karakter seperti Mila itu bagaimana. Mendengar penjelasan dari suaminya, Umi Khaira malah terkekeh dan itu membuat Abi sangat bingung."Kenapa Umi malah tertawa? Memangnya ucapan abi ada yang salah?""Abi, Abi ..." Beliau menggelengkan kepalanya. "Abi ini adalah seorang pria, jadi mana paham jika berada di posisi wanita itu seperti apa. Dengar ya Bi! Tidak ada seorang lawan jenis yang memberikan perhatian dengan secara berlebihan kepada teman lelakinya, begitu pula sebaliknya, jika tidak ada sebuah perasaan. Teman hanya sekedarnya menyemangati itu sudah hal biasa, tetapi jika memberikan perhatian dengan mengirimkan makanan setiap hari, apakah itu hal yang wajar? Umi rasa tidak."Andre dan juga Abi hanya di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status