Ale menunggu alat tes kehamilan terlihat warnanya. Perasaannya campur aduk. Dia bingung karena apa yang harus dilakukannya. Saat dua garis tercetak di alat tes kehamilan, tangis Ale pecah. Dia tidak menyangka jika dirinya akan hamil. Ternyata buah cintanya bersama sang suami hadir juga di rahimnya.
“Ale.” Suara panggilan disertai dengan ketukan pintu terdengar.Ale yang mendengar suara pintu segera menghapus air matanya. Dia keluar dari toilet untuk menemui Alca.“Bagaimana?” Pertanyaan pertama yang diberikan Alca pada Ale.“Positif.” Ale menunjukan alat tes kehamilan.Tubuh Alca membeku. Rasanya, dia masih tidak bisa membayangkan akan menikah dengan wanita yang sedang mengandung anak sepupunya itu.Ale dan Alca akhirnya kembali ke ruang perawatan. Di sana sudah ada dokter yang menunggu. Ale segera memberikan alat tes kehamilan pada dokter.Dokter melihat alat tes kehamilan yang menunjukan jika Ale hamil. Karena terdapat dua garis merah di alat tes kehamilan. “Alat tes kehamilan menunjukan jika Ibu Ale hamil. Jadi saya sarankan untuk ke dokter kandungan. Agar dapat mengecek keadaan kandungan Ibu Ale lebih lanjut.” Dokter memberikan saran pada Ale dan Alca.“Baik, Dok.” Alca mengangguk.Tanpa berlama-lama Alca segera mengajak untuk ke rumah sakit. Dia sudah tidak sabar untuk melihat apakah Ale hamil atau tidak.Sampai di rumah sakit, akhirnya Ale dan Alca melakukan pendaftaran. Mereka segera masuk ke ruang pemeriksaan ketika nama Ale disebut. Di ruang dokter kandungan, Ale memberikan alat tes kehamilan.“Kapan terakhir kali datang bulan?” Dokter menanyakan hal itu.Ale mencoba mengingat kapan terakhir datang bulan. “Sekitar dua bulan yang lalu, Dok.” Dia menjelaskan. Ale sendiri merasa bodoh sekali. Dua bulan tidak datang bulan, tetapi tidak sadar dengan hal itu.“Baiklah, kita cek dengan alat USG.” Dokter meminta Ale untuk ke ranjang pemeriksaan.Ale segera mengikuti instruksi dari dokter. Dia dibantu Alca naik ke atas ranjang pemeriksaan. Perawat segera menuang gel ke atas perut Ale untuk mempermudah pemeriksaan.Dokter mengarahkan alat USG ke perut Ale. Mengecek keadaan janin. “Ternyata sudah cukup besar.” Dokter tersenyum pada Ale.“Memang sudah berapa bulan, Dok?” Alca menatap dokter kandungan yang sedang memeriksa.“Sekitar tiga bulan, Pak.”Alca terperangah. Ternyata usia kandungan Ale cukup besar. Dia melihat Ale dengan tatapan sinis. Calon istrinya itu benar-benar ceroboh sekali. Dengan usia kandungan tiga bulan, tetapi tidak menyadari sama sekali.Ale hanya terdiam. Dia tidak menyangka jika usia kandungannya cukup besar. Padahal selama ini, dia tidak merasakan apa-apa. Mungkin karena sedih dengan kematian sang suami. Jadi dia tidak merasakan hal itu.Usai pemeriksaan dan menebus vitamin yang diresepkan, Alca mengajak Alca untuk pulang. Mengingat keadaan Ale juga masih lemas.Saat Ale dan Alca sampai di rumah, ternyata sudah ada Papa David dan Mama Mauren di sana. Mereka yang tadi mendengar Ale pingsan di kantor segera datang ke rumah.“Ale, kamu tidak apa-apa?” Mama Mauren langsung melemparkan pertanyaan itu saat menantunya datang.“Ini, Ma.” Alca memberikan map hasil pemeriksaan tadi.Mama Mauren segera mengecek map yang diberikan Alca. Tertera tulisan, “Ny. Alegra Cecilia dinyatakan hamil”. Tulisan itu tercetak dengan huruf besar.“Kamu hamil?” Mama Mauren menatap Ale.“Iya, Ma.” Ale mengangguk.Mama Mauren segera memeluk Ale. Merasa begitu senang sekali. Anak Ale artinya adalah garis keturunan Dima. Sekali pun kehilangan anaknya, semua akan tergantikan dengan kehadiran cucunya.Papa David juga tak kalah senang. Ternyata garis keturunannya masih berjalan dengan hadirnya janin di kandungan Ale.“Alca, tolong jaga Ale dan anaknya. Papa percayakan mereka padamu.” Papa David membelai punggung Alca.Alca mengembuskan napasnya. Sejujurnya, dia merasa begitu berat. Menjaga Ale saja dirinya sudah berat, apalagi kini menjaga anak Ale dan Dima juga. Rasanya Ale benar-benar kesal dengan surat wasit sialan yang dibuat Dima itu.“Iya, Pa. Aku akan menjaganya.” Dima pun mengangguk setuju dengan yang diminta oleh keluarga Dima. *** Sejak dinyatakan hamil Alca selalu menjemput Ale. Namun, tidak ada sepatah kata pun pernah mereka ucapkan. Mereka hanya diam saja, dan bicara jika dibutuhkan saja. Tidak pernah membahas diri mereka masing-masing. Ale jelas merasakan perubahan yang terjadi pada Alca. Alca yang dulu begitu baik dan lemah lembut, berubah ketus sekali. Hingga kadang Ale lupa jika itu adalah kakak sepupu suaminya. Klakson terus berbunyi. Ale yang sedang muntah segera membersihkan mulutnya. Seolah diburu waktu karena Alca sudah tak bisa sabar menunggunya. Ale segera mengayunkan langkahnya ke depan rumah, sambil berjalan, tangannya meraih tas yang berada di atas meja. “Kenapa lama sekali?” Baru saja Ale masuk ke mobil, sudah disambut dengan pertanyaan ketus dari Alca. Beli lagi wajah Alca terlihat begitu masam sekali. “Aku mual, Kak. Jadi tadi aku muntah dulu.” Ale menjelaskan apa yang membuatnya lama. Ale melirik malas. Dia sadar jika Ale sedang hamil, tetapi kadang emosinya selalu tidak terkontrol ketika bersama Ale. “Padahal sudah selesai trimester awal. Kenapa masih mual dan muntah?” Ale memberikan pertanyaan bernada sindiran. “Aku juga tidak tahu, Kak.” Ale sendiri tidak tahu. Padahal usia kandungannya sudah memasuki empat bulan, tetapi rasa mualnya masih terjadi. Alca malas sekali berdebat lagi. Dengan segera dia melajukan mobilnya. Menuju ke kantornya. Jika harus berdebat, yang ada dia akan terlambat sampai di kantor.Sayangnya, semua tidak sesuai dengan keinginannya. Jalanan begitu macet sekali. Padahal pagi ini dia harus rapat pagi ini dengan para dewan direksi.“Jika kamu tidak lama, pasti kita tidak akan terjebak macet.” Alca menggerutu ketika mendapati jalanan macet.Ale yang mendengar kekesalan Alca hanya bisa bersabar. Sambil memegangi perutnya. Dalam hatinya, hanya bisa berkata, ‘Sabar, Nak. Jangan diambil hati. Mungkin Uncle Alca hanya kesal saja.’ Sejak seringnya mendapatkan ucapan ketus Alca, Ale mulai sabar. Dia tidak mau berdebat hanya karena sikap Alca.Akhirnya mobil sampai di kantor. Alca dan Ale segera turun. Sambil berjalan, Alca memberikan kunci mobilnya pada petugas keamanan. Memintanya untuk memarkirkan mobilnya.“Cepat jalanannya. Kita akan terlambat.” Alca berjalan begitu cepatnya.Ale tidak bisa mengejar Alca. Karena langkah Alca begitu cepatnya. Sampai akhirnya, Ale tertinggal lift yang dinaiki Alca.Melihat apa yang dilakukan Alca itu, membuat Ale hanya bisa mengelus dadanya. “Akan seperti apa pernikahanku jika Kak Alca begitu kasar seperti itu?” Membayangkan saja sudah membuat Ale bergidik ngeri apa lagi menjalaninya.“Huek … huek ….” Ale memuntahkan isi perutnya. Kehamilannya ini benar-benar payah sekali. Padahal sudah masuk empat bulan, tetapi mualnya belum juga hilang. Belum lagi terkadang kepalanya pusing. Setelah isi perutnya keluar barulah Ale merasa lega sekali. Akhirnya lega juga. Dengan segera Ale keluar dari toilet dan membersihkan bibirnya di wastafel di depan kaca toilet. Sebelum keluar dari toilet, Ale merapikan make up-nya terlebih dahulu.Ale keluar dari toilet. Namun, dia dikagetkan dengan kehadiran Alca di dekat toilet wanita. Pria itu berdiri bersandar dengan tembok sambil melipat tangannya di dada. Melihat Alca di sana seketika nyali Ale ciut. Dia justru takut Alca marah. Karena baru saja klien datang Ale tiba-tiba pergi begitu saja. Rasa mualnya, membuatnya tidak sempat berpamitan. “Kak Alca kenapa ke sini? Klien kita ditinggal?” Dengan wajah ragu, Ale bertanya. “Dia sudah pergi.” Alca menjawab ketus. “Kenapa pergi?” Ale menatap Alca dengan rasa penasaran. Alca melepa
Pagi ini Ale bekerja, sayangnya Alca tidak menjemputnya. Karena itu dia memutuskan untuk berangkat bekerja sendiri dengan menaiki taksi. Ale berpikir jika Alca sengaja tidak menjemputnya karena berpikir jika dirinya tidak akan ke kantor. Beruntung pagi ini Ale jauh lebih baik. Jadi bisa datang ke kantor dengan keadaan sehat. Saat sampai di kantor, dia segera ke ruangannya. Kali ini, semangatnya cukup besar untuk ke kantor. Mengingat seharian kemarin dia di rumah. Saat lift terbuka, Ale mengayunkan langkahnya ke meja kerjanya. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat Anisa, temannya yang berkerja di bagian HRD. “Nisa kenapa di sini?” Ale menatap temannya itu. Penasaran dengan keberadaan sang teman. “Aku dipindahkan ke sini, Al. Memang Pak Alca tidak bilang kamu?” Tubuh Ale membeku. Tidak ada pembicaraan sama sekali tentang hal ini padanya. Jadi tentu saja dia tidak tahu apa-apa. “Maksudnya kamu dipindah sementara ke sini?” tanya Ale memastikan. Nisa sedikit bingung deng
Pernikahan Ale dan Alca diadakan di rumah. Mereka hanya mengadakan acara tersebut dengan sederhana. Hanya keluarga dan teman dekat saja yang datang. Acara akad nikah pun terlaksana dengan lancar. Tidak ada kendala apa pun. Ale dan Alca kini jadi pasangan suami istri. Keluarga turut senang ketika mereka akhirnya menikah. “Mama titip Ale dan anak Dima padamu, Al.” Mama Mauren memeluk keponakannya. Kini cucunya akan menjadi anak Ale. Tentu saja dia harus menitipkan cucunya pada keponakannya itu. “Alca akan menjaga mereka, Ma. Mama jangan khawatir.” Alca menenangkan Mama Mauren. Ale yang mendengar janji Alca itu hanya dapat mencibir dalam hati. Kadang Ale merasa Alca sering sekali berdusta. Bilang ingin menjaganya, tetapi nyatanya tidak pernah sekalipun Alca menjaganya. Yang ada justru perlakuan ketus yang didapatkan Ale. “Mama tetap jadi mama kamu. Jadi jangan sungkan untuk meminta tolong.” Mama Mauren berpindah pada Ale. Walaupun Ale sudah bukan menantunya karena ditinggal mat
Acara yang selesai menyisakan mama dan papa Alca dan Dima saja. Mereka masih mengobrol banyak hal. “Sebaiknya kamu tinggal di sini saja, Al. Lagi pula rumah ini kosong nanti jika Ale kamu bawa pulang ke rumah.” Mama Mauren memberitahu keponakannya itu. Ale juga berniat untuk tinggal di rumah Dima. Lebih mudah dirinya yang pindah, dibanding Ale yang pindah. “Al, kalau bisa jangan sampai kamu melakukan hubungan suami istri sebelum Ale melahirkan.” Papa Adriel memberitahu anaknya. Mengingat Ale mengandung anak Dima, haram bagi Alca menyentuh Ale. Dahi Alca berkerut dalam, diiringi dengan alis yang bertautan. Dia benar-benar tidak berpikir hal itu. “Aku tidak akan melakukannya, Pa,” jawab Ale malas. “Bagus kalau begitu.” Papa Adriel merasa jauh lebih tenang karena Alca tidak akan melakukan hal yang dilarang. “Kalau begitu kami pulang dulu.” Papa David berpamitan. “Besok akan ada orang yang akan merapikan dekorasi ini.” Dia memberitahu Alca sambil berpamitan. Alca pun mengangguk. B
“Tidak.” Alca menjawab sambil berlalu pergi.Mendapati jawaban itu, membuat Ale terpaku. Apalagi Alca pergi begitu saja. Ale mengalihkan pandangan pada makanan yang dibuatnya, tak tersentuh sama sekali. Padahal, dia membuat masakan cukup banyak.Ale mengembuskan napasnya. Dia masih terus bertanya dalam hatinya, ‘kenapa Alca terus bersikap seperti itu padanya?’ Jika boleh jujur, pernikahan ini pun bukan keinginannya, lalu kenapa dirinya yang jadi pelampiasan kemarahan.“Mungkin dia masih butuh adaptasi.” Ale berusaha untuk berpikir positif. Berusaha untuk tetap kuat dengan sikap Alca. Berharap setelah mereka tinggal bersama cukup lama, mungkin Alca akan berubah.Ale pun memilih untuk segera kembali ke meja makan. Menikmati makanan yang tadi dibuatnya.“Aku pikir setelah ada orang di rumah ini, aku tidak akan makan sendirian.” Ale tersenyum tipis ketika dia bergumam sendiri. Ternyata dia tetap makan sendiri, walaupun ada Alca di rumah.Seharian Alca menikmati waktu di rumah dengan memba
Ale segera berdiri ketika mendengar suara mobil. Menyambut kedatangan Alca. “Kak Alca mau aku siapkan makan sekarang?” Ale segera melemparkan pertanyaan itu saat Alca baru saja masuk.Alca melihat jam tangan yang melingkar di tangannya. Waktu menunjukan jam delapan. “Kamu belum makan?” tanyanya.“Aku sudah makan.” Ale tadi memang sengaja makan lebih dulu. Jika makan berat saat malam, dia merasa perutnya tidak enak. Jadi dia makan tepat jam tujuh. Sisanya, dia akan makan buah.“Jika kamu sudah makan, tidak perlu kamu siapkan. Aku mau langsung tidur, jadi tidak makan.” Selesai bicara Ale segera berlalu ke lantai atas. Seperti biasa, dia mengabaikan Ale.Ale hanya bisa mengembuskan napas. Sepertinya Ale sudah mulai terbiasa diabaikan oleh Alca. Apalagi ditolak Alca.“Aku hanya ingin bersikap baik, tetapi sepertinya Kak Alca masih belum bisa menerima.” Di saat Ale sudah mulai berdamai dengan keadaan, Alca justru terus masih kesal dengan Ale. Karena Alca tidak mau makan, akhirnya Ale memi
Setelah tahu jika mama mertuanya itu membawanya ke mal, Ale segera bersiap. Dia pergi bersama sang mama dengan mobil dan supir keluarga Janitra. Ale memang kehilangan Dima, tetapi tidak kehilangan mertuanya. Walaupun, perhatian itu didapat karena adanya anaknya, paling tidak Ale mendapatkan kasih sayang dari mertuanya itu juga.“Kapan kamu cek kandungan lagi?” Mama Mauren menatap Ale ketika sedang asyik memilih baju bayi.“Dua minggu lagi, Ma.” Ale menjelaskan pada Mama Mauren. Dua minggu lagi usia kandungannya menginjak enam bulan. Jadi dia akan memeriksakannya.“Alca tidak pernah ikut memeriksakan kandungannya, coba minta dia untuk ikut juga memeriksakan kandungan. Apalagi sekarang kalian sudah menikah.” Mama Mauren mencoba memberitahu Ale. Memang baru saja mereka menikah. Jadi Alca paling tidak harus mengambil peran dalam tumbuh peran keponakannya, apalagi sekarang dia adalah ayahnya.“Aku akan coba mengatakannya nanti pada Kak Alca, Ma.” Ale sendiri tidak tahu akan berani mengataka
Alca turun ke lantai bawah. Dilihatnya makanan di atas meja. Ale tidak pernah berhenti menyiapkan makanan, meskipun dirinya tidak makan. Hal itu membuatnya heran.Alca jelas tidak akan mau makan. Dia tidak akan memberikan kesempatan Ale untuk mendekatinya. Alca tidak mau terjebak dalam rencana licik Ale.Seperti biasa, Alca memilih untuk berangkat bekerja tanpa sarapan. Dia lebih memilih sarapan di kantor dibanding harus sarapan bersama Ale. Alca melajukan mobilnya meninggalkan komplek. Dari kejauhan dilihatnya Ale yang sedang berjalan di pinggir jalan. Alca pikir, Ale masih di kamarnya seperti biasa, tetapi ternyata Ale berada di luar.“Mau ke mana dia?” Alca merasa heran. Mau ke mana gerangan perginya istrinya itu.Alca yang penasaran memilih untuk menghentikan mobilnya. Dia ingin tahu ke mana gerangan sang istri pergi.Alca menurunkan kaca mobilnya. “Mau ke mana kamu?” tanyanya.Ale terkejut ketika melihat mobil berhenti di sampingnya. Saat melihat mobil tersebut, dia sudah tahu mo