Share

Bab 5 Hamil

Ale menunggu alat tes kehamilan terlihat warnanya. Perasaannya campur aduk. Dia bingung karena apa yang harus dilakukannya. Saat dua garis tercetak di alat tes kehamilan, tangis Ale pecah. Dia tidak menyangka jika dirinya akan hamil. Ternyata buah cintanya bersama sang suami hadir juga di rahimnya.

“Ale.” Suara panggilan disertai dengan ketukan pintu terdengar.

Ale yang mendengar suara pintu segera menghapus air matanya. Dia keluar dari toilet untuk menemui Alca.

“Bagaimana?” Pertanyaan pertama yang diberikan Alca pada Ale.

“Positif.” Ale menunjukan alat tes kehamilan.

Tubuh Alca membeku. Rasanya, dia masih tidak bisa membayangkan akan menikah dengan wanita yang sedang mengandung anak sepupunya itu.

Ale dan Alca akhirnya kembali ke ruang perawatan. Di sana sudah ada dokter yang menunggu. Ale segera memberikan alat tes kehamilan pada dokter.

Dokter melihat alat tes kehamilan yang menunjukan jika Ale hamil. Karena terdapat dua garis merah di alat tes kehamilan. “Alat tes kehamilan menunjukan jika Ibu Ale hamil. Jadi saya sarankan untuk ke dokter kandungan. Agar dapat mengecek keadaan kandungan Ibu Ale lebih lanjut.” Dokter memberikan saran pada Ale dan Alca.

“Baik, Dok.” Alca mengangguk.

Tanpa berlama-lama Alca segera mengajak untuk ke rumah sakit. Dia sudah tidak sabar untuk melihat apakah Ale hamil atau tidak.

Sampai di rumah sakit, akhirnya Ale dan Alca melakukan pendaftaran. Mereka segera masuk ke ruang pemeriksaan ketika nama Ale disebut. Di ruang dokter kandungan, Ale memberikan alat tes kehamilan.

“Kapan terakhir kali datang bulan?” Dokter menanyakan hal itu.

Ale mencoba mengingat kapan terakhir datang bulan. “Sekitar dua bulan yang lalu, Dok.” Dia menjelaskan. Ale sendiri merasa bodoh sekali. Dua bulan tidak datang bulan, tetapi tidak sadar dengan hal itu.

“Baiklah, kita cek dengan alat USG.” Dokter meminta Ale untuk ke ranjang pemeriksaan.

Ale segera mengikuti instruksi dari dokter. Dia dibantu Alca naik ke atas ranjang pemeriksaan. Perawat segera menuang gel ke atas perut Ale untuk mempermudah pemeriksaan.

Dokter mengarahkan alat USG ke perut Ale. Mengecek keadaan janin. “Ternyata sudah cukup besar.” Dokter tersenyum pada Ale.

“Memang sudah berapa bulan, Dok?” Alca menatap dokter kandungan yang sedang memeriksa.

“Sekitar tiga bulan, Pak.”

Alca terperangah. Ternyata usia kandungan Ale cukup besar. Dia melihat Ale dengan tatapan sinis. Calon istrinya itu benar-benar ceroboh sekali. Dengan usia kandungan tiga bulan, tetapi tidak menyadari sama sekali.

Ale hanya terdiam. Dia tidak menyangka jika usia kandungannya cukup besar. Padahal selama ini, dia tidak merasakan apa-apa. Mungkin karena sedih dengan kematian sang suami. Jadi dia tidak merasakan hal itu.

Usai pemeriksaan dan menebus vitamin yang diresepkan, Alca mengajak Alca untuk pulang. Mengingat keadaan Ale juga masih lemas.

Saat Ale dan Alca sampai di rumah, ternyata sudah ada Papa David dan Mama Mauren di sana. Mereka yang tadi mendengar Ale pingsan di kantor segera datang ke rumah.

“Ale, kamu tidak apa-apa?” Mama Mauren langsung melemparkan pertanyaan itu saat menantunya datang.

“Ini, Ma.” Alca memberikan map hasil pemeriksaan tadi.

Mama Mauren segera mengecek map yang diberikan Alca. Tertera tulisan, “Ny. Alegra Cecilia dinyatakan hamil”. Tulisan itu tercetak dengan huruf besar.

“Kamu hamil?” Mama Mauren menatap Ale.

“Iya, Ma.” Ale mengangguk.

Mama Mauren segera memeluk Ale. Merasa begitu senang sekali. Anak Ale artinya adalah garis keturunan Dima. Sekali pun kehilangan anaknya, semua akan tergantikan dengan kehadiran cucunya.

Papa David juga tak kalah senang. Ternyata garis keturunannya masih berjalan dengan hadirnya janin di kandungan Ale.

“Alca, tolong jaga Ale dan anaknya. Papa percayakan mereka padamu.” Papa David membelai punggung Alca.

Alca mengembuskan napasnya. Sejujurnya, dia merasa begitu berat. Menjaga Ale saja dirinya sudah berat, apalagi kini menjaga anak Ale dan Dima juga. Rasanya Ale benar-benar kesal dengan surat wasit sialan yang dibuat Dima itu.

“Iya, Pa. Aku akan menjaganya.” Dima pun mengangguk setuju dengan yang diminta oleh keluarga Dima.

***

Sejak dinyatakan hamil Alca selalu menjemput Ale. Namun, tidak ada sepatah kata pun pernah mereka ucapkan. Mereka hanya diam saja, dan bicara jika dibutuhkan saja. Tidak pernah membahas diri mereka masing-masing.

Ale jelas merasakan perubahan yang terjadi pada Alca. Alca yang dulu begitu baik dan lemah lembut, berubah ketus sekali. Hingga kadang Ale lupa jika itu adalah kakak sepupu suaminya.

Klakson terus berbunyi. Ale yang sedang muntah segera membersihkan mulutnya. Seolah diburu waktu karena Alca sudah tak bisa sabar menunggunya. Ale segera mengayunkan langkahnya ke depan rumah, sambil berjalan, tangannya meraih tas yang berada di atas meja.

“Kenapa lama sekali?”

Baru saja Ale masuk ke mobil, sudah disambut dengan pertanyaan ketus dari Alca. Beli lagi wajah Alca terlihat begitu masam sekali.

“Aku mual, Kak. Jadi tadi aku muntah dulu.” Ale menjelaskan apa yang membuatnya lama.

Ale melirik malas. Dia sadar jika Ale sedang hamil, tetapi kadang emosinya selalu tidak terkontrol ketika bersama Ale. “Padahal sudah selesai trimester awal. Kenapa masih mual dan muntah?” Ale memberikan pertanyaan bernada sindiran.

“Aku juga tidak tahu, Kak.” Ale sendiri tidak tahu. Padahal usia kandungannya sudah memasuki empat bulan, tetapi rasa mualnya masih terjadi.

Alca malas sekali berdebat lagi. Dengan segera dia melajukan mobilnya. Menuju ke kantornya. Jika harus berdebat, yang ada dia akan terlambat sampai di kantor.

Sayangnya, semua tidak sesuai dengan keinginannya. Jalanan begitu macet sekali. Padahal pagi ini dia harus rapat pagi ini dengan para dewan direksi.

“Jika kamu tidak lama, pasti kita tidak akan terjebak macet.” Alca menggerutu ketika mendapati jalanan macet.

Ale yang mendengar kekesalan Alca hanya bisa bersabar. Sambil memegangi perutnya. Dalam hatinya, hanya bisa berkata, ‘Sabar, Nak. Jangan diambil hati. Mungkin Uncle Alca hanya kesal saja.’ Sejak seringnya mendapatkan ucapan ketus Alca, Ale mulai sabar. Dia tidak mau berdebat hanya karena sikap Alca.

Akhirnya mobil sampai di kantor. Alca dan Ale segera turun. Sambil berjalan, Alca memberikan kunci mobilnya pada petugas keamanan. Memintanya untuk memarkirkan mobilnya.

“Cepat jalanannya. Kita akan terlambat.” Alca berjalan begitu cepatnya.

Ale tidak bisa mengejar Alca. Karena langkah Alca begitu cepatnya. Sampai akhirnya, Ale tertinggal lift yang dinaiki Alca.

Melihat apa yang dilakukan Alca itu, membuat Ale hanya bisa mengelus dadanya. “Akan seperti apa pernikahanku jika Kak Alca begitu kasar seperti itu?” Membayangkan saja sudah membuat Ale bergidik ngeri apa lagi menjalaninya.

Comments (10)
goodnovel comment avatar
Fatimah Chairan Chairani
ale tak usah takut anak keturunan dari suami..
goodnovel comment avatar
Devi Pramita
kasiannya ale.. kasar kali perlakuan alca ya
goodnovel comment avatar
siti yulianti
tega banget sih uncle alca awas kena karma baru tau
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status