Cepat, Aliyah menggelengkan kepalanya. "Mas, nggak salah apa-apa, kok. Air mata ini adalah air mata kebahagiaan. Aku nggak pernah nyangka bisa dicintai oleh lelaki seperti njenengan, Mas." Perempuan itu tanpa sungkan mendaratkan kecupan di pipi Haidar.Lelaki di hadapan Aliyah tersebut sampai membulatkan mata saking terkejutnya dengan tingkah sang istri. Haidar pun membalas berkali-kali lipat apa yang dilakukan perempuan tersebut."Mas, ih. Berhenti, dong. Aku lapar," protes Aliyah karena sang suami belum mau melepaskan ciumannya. *****Rasa gugup melanda Aliyah ketika memasuki ruang observasi pengambilan sampel sel kanker pada dirinya. Hal itu dilakukan untuk mengetahui apakah kanker yang dideritanya memiliki target untuk menjadi fokus pengobatan terapi. Setelah mendapat penjelasan dan pengarahan sebelumnya dari sang dokter, Aliyah makin pesimis jika penyakitnya bisa disembuhkan.Semangat dari Haidar dan seluruh keluarganya tak mampu menghilangkan ketakutan Aliyah. Sepersekian pers
Happy Reading*****Haidar cuma bisa menggelengkan kepala melihat tingkah sang istri yang terlihat sangat bahagia. Memang tidak salah lelaki itu membawa Aliyah ke tempat seperti itu."Sayang, tunggu. Cukup lari-larinya," peringat Haidar. Napas Aliyah mulai tersengal-sengal karena sedikit berlari dari halaman parkir tadi. Bibir yang tanpa polesan apa pun tampak memutih seiring wajahnya yang kian memucat. Haidar hampir saja mengeluarkan air matanya melihat kondisi sang istri."Sayang, Mas sudah bilang jangan lari. Lihat kondisimu sekarang." Gegas Haidar merengkuh tubuh Aliyah dan mendudukkannya pada kursi roda."Aku cuma pengen hidup normal seperti dulu, Mas. Nggak terganggu sama sekali dengan penyakit ini." Suara Aliyah mulai terbata-bata karena napasnya terputus-putus."Sabar, ya, Sayang. Suatu saat, kamu pasti bisa kembali seperti dulu.""Tapi, Mas."Tatapan sayu milik Aliyah membuat Haidar tak tega meneruskan keinginannya untuk makan di kafe. Niat semula yang ingin membahagiakan sa
Happy reading*****Keesokan harinya, Haidar membawa sang istri bertemu dengan dokter yang sudah direkomendasikan oleh dokter Irma. Walau agak terkejut karena dokter yang menangani sang istri ternyata laki-laki. Namun, Haidar berusaha menepis semua pemikiran negatif agar pengobatan Aliyah berjalan lancar."Kapan kami bisa menjalani terapi pengobatan istri saya, Dok," tanya Haidar pada dokter setelah menyerahkan beberapa berkas rujukan yang diberikan oleh dokter Irma."Besok sudah bisa kita mulai, Pak. Mengingat kondisi pasien yang sudah siap menerima proses pengobatannya, tapi ingat Anda berdua harus sabar dan telaten pada pengobatan ini. Kami para dokter, bukanlah pesulap yang dengan mudah dapat menghilangkan penyakit istri Anda." Dokter muda itu tersenyum saat mengatakannya."Saya paham akan hal itu, Dok. Terima kasih sudah berkenan merawat istri saya." Haidar menjabat tangan sang dokter dan segera berpamitan. Aliyah sudah diperiksa dengan teliti oleh dokter muda tersebut.Perjalana
Happy Reading*****"Aku lagi sakit, lho, Mas. Jadi, nggak akan bisa ngurus rumah dengan baik. Sekalipun rumah sederhana, wong jaga badan aja nggak mampu apalagi sampai menjaga rumah sebesar ini." kata Aliyah."Siapa yang nyuruh sayangnya Mas ini ngurus rumah sebesar ini? Tugasmu itu cuma berada di samping Mas, menjaga kesehatan dan semangat untuk sembuh. Enggak ada tugas lainnya," sahut Haidar disertai kerlingan mata. Jelas sekali jika lelaki itu begitu mencintai Aliyah.Perempuan yang sedang duduk di kursi roda tersebut mengerucutkan bibir. Aliyah berdiri dan mulai meninggalkan sang suami."Eh, mau ke mana?" Haidar panik dengan gerakan tiba-tiba yang dilakukan sang istri."Mau pipis, Mas. Masak iya mau ikut?" Senyum terkembang disertai kerlingan mata sama seperti yang dilakukan Haidar, saat Aliyah mengatakan hal tersebut."Kalau boleh, ya, mau." Haidar mengurungkan kalimat yang akan dia keluarkan selanjutnya karena melihat kedua indera penglihatan sang istri terbuka sempurna. "Kala
Happy reading****Sepeninggal Hazimah dan Yana, Aliyah masih terus berdebat hebat dengan sang suami mengenai permintaannya tersebut. Namun, Haidar terus berusaha menghindar dengan mengalihkan bahasan setiap kali istrinya mengungkit.Hari keberangkatan pengobatan telah tiba, meskipun harus diwarnai drama layaknya adegan sinetron dalam film nasional. Seluruh keluarga Haidar telah mendukung keputusan yang diambilnya bahwa selama pengobatan Aliyah berlangsung, mereka akan tinggal untuk sementara waktu di ibu kota propinsi Jawa Timur. Namun, Aliyah bersikeras meminta mereka berobat jalan saja.Alasan yang dikemukakan cukup mengejutkan bagi seluruh keluarga mereka. Aliyah takut terjadi apa-apa dengan Hazimah, belum lagi cuti yang diajukan oleh Haidar tidak mendapat persetujuan. Pada saat kesehatan Aliyah sendiri masih sangat mengkhawatirkan, perempuan itu masih sempat memikirkan kondisi Hazimah."Jika tinggal di sana selama tiga bulan Mas akan kehilangan pekerjaan. Jadi, kita berobat jala
Happy Reading*****"Kenapa nggak bisa, Mbak? Aku ikhlas dan merestui kalian berdua. Jangan memikirkan tentang penyakitku ini. Jika kalian bahagia, maka aku akan lebih bahagia," sahut Aliyah berapi-api saat menjelaskan tentang perasaannya pada Hazimah."Aliyah!" bentak Haidar sekali lagi, "Harus berapa kali Mas ngomong dan menjelaskannya. Kamu enggak bisa seenaknya membuat keputusan dan memaksa orang lain untuk menuruti keinginanmu yang memang enggak sanggup kami melakukannya."Yana abergerak cepat dengan menyentuh lengan Haidar. Sorot matanya mengisyaratkan agar si lelaki tersebut tidak bertindak keras pada Aliyah yang dapat memicu beban pikiran."Kita lihat perkembanganmu nanti, Sayang," jawab Yana, "saat ini Azza nggak bisa menikah dengan siapa pun karena dia masih dalam masa iddah."Aliyah memutar bola mata, mulai berpikir dan menghitung waktu antara kematian Zafran sampai sekarang. Lalu, perempuan itu tersenyum ketika mendapati bahwa apa yang diucapkan Yana adalah suatu kebohonga
Happy Reading*****"Al, apa yang kamu katakan?" kata perempuan yang tengah berbadan dua itu.Hazimah mundur selangkah, tetapi Aliyah memegang tangannya erat. Sementara Haidar, hanya menundukkan kepala memikirkan perkataan istrinya. Yana pun terlihat syok mendengar permintaan Aliyah. Tak pernah terpikir sedikit pun dalam hati Yana bahwa Aliyah akan meminta restunya untuk pernikahan suaminya sendiri. Semua orang terdiam setelah Aliyah berkata demikian.Yana bahkan berpikir keras mengapa Aliyah sampai mengatakan hal demikian. Sebagai seorang perempuan yang lebih berpengalaman dalam menjalani hidup dan berumah tangga, Yana yakin hati terdalam Aliyah tidak pernah rela untuk melakukannya. "Al, jangan karena penyakit ini, lantas kamu menyuruh suamimu menikah lagi. Kita nggak pernah tahu, lho. Apa rencana Allah untuk masa depan. Tante nggak mau, salah satu dari kalian akan tersakiti nantinya. Poligami itu adalah hal yang sangat berat." Yana berkata sepelan mungkin agar Aliyah memahami keput
Happy Reading*****"Apa sih, Mas. Aku cuma pengen ngobrol sama Mbak Azza aja. Mau nanyain seputar kandungannya," jawab Aliyah berusaha menutupi kecurigaan sang suami. "Bener, ya?" tanya Haidar tak percaya dengan ucapan perempuan yang telah dinikahinya itu. Beberapa hari ini, Aliyah masih terus membahas tentang permintaannya itu. Jadi, Haidar tidak akan mudah percaya jika istrinya tidak akan membahas masalah tersebut dengan Hazimah."Insya Allah," jawab Aliyah. Sama sekali tidak meyakinkan Haidar."Kalian ini ngomongin apa?" tanya Yana yang mulai merasa ada sesuatu di antara pasangan tersebut."Iya, bener. Kayak main petak umpat saja kalian ini," celetuk dokter Irma."Nggak boleh berbisik atau membahas hal yang sekiranya berpotensi menimbulkan kecurigaan bagi orang lain jika kalian berdua sedang berada di tempat umum. Apalagi ada kami bertiga," tambah Hazimah. "Pembahasannya dilanjut nanti, ya. Setelah dokter Irma selesai memeriksa. Lebih bagus lagi kalau kamu ngobrolnya pas selesai
Happy Reading*****"Mas, jangan keras kepala. Penyakitku ini sudah mencapai stadium tiga. Kemungkinan besar untuk sembuh sangat tipis. Aku cuma ingin melihat njenengan bahagia, itu saja." Seolah tak takut dengan suara keras yang dikeluarkan suami tadi, Aliyah masih saja terus membujuk lelaki itu.Haidar menghela napas panjang. "Kamu tahu, Sayang. Kebahagiaan terbesar suamimu saat ini adalah melihatmu sembuh. Enggak ada yang lain. Jadi, hentikan sikap pesimis dan permintaan yang enggak akan pernah Mas penuhi itu."Haidar kembali menyelimuti sang istri dan mengelus puncak kepalanya lembut sampai perempuan itu tertidur fan tidak membahas lagi tentang permintaan aneh yang membuat kepala Haidar pening.*****Hari keberangkatan pengobatan Aliyah sudah semakin dekat. Berbagai persiapan telah Haidar lakukan termasuk ijin cuti kepada atasannya. Sebagai seorang ASN tentunya lelaki itu harus mematuhi segala hal yang telah ditetapkan negara, termasuk pengajuan cuti untuk menemani pengobatan sang