Share

4. Pikiran Kotor

Jimmy langsung keluar saat merasa atmosfer di ruangan ini sedikit memanas. Ia turun ke lantai bawah dengan dada yang berdebar-debar.

“Buah jambu incaranku sudah berubah menjadi buah melon ternyata. Pasti segar,” katanya dalam hati. Pikiran kotor Jimmy datang kala menatap belahan dada yang sangat menggairahkan. Karena perut yang sudah sangat lapar, ia duduk di meja makan. Berusaha mengabaikan tongkat sakti yang meminta kepuasan. Menahan sampai waktunya tiba.

Menuruni anak tangga dengan Langkah penuh kehati-hatian. Penampilan Melisa yang mengenakan gaun biru muda menghipnotis pria berusia 30 tahun itu. Langkah demi Langkah sang gadis membuat Jimmy terpaku tanpa suara.

Satu kata yang mewakili semuanya. Cantik! Melisa sangat menawan. Ini melebihi ekspektasi Jimmy sebelumnya. Melisa hanya butuh uang untuk tampil glow up. Wajah yang sejatinya sudah sangat cantik itu tinggal dipoles sedikit. Jimmy tak hentinya menyunggingkan senyuman dan bersiap menyambut kedatangan Melisa.

Jimmy bangkit dari tempat duduknya, membetulkan kancing kemeja yang terbuka, mempersilakan Melisa dan menggeser tempat duduk.

“Terima kasih,” ucap Melisa yang merasa tak enak. Meski saat di kamar tadi sempat takut, tapi ia merasa jika Jimmy berbeda sekarang.

Jimmy tersenyum, ia memerintahkan asisten rumah tangga untuk segera membalik piring Melisa yang tengkurap sejak tadi. Namun, lagi-lagi Melisa menolak.

“Tidak usah, Bi. Saya bisa sendiri,” katanya.

Jimmy kagum, berkali-kali lipat rasa dalam dadanya meletup-letup. Ia tahu, Melisa bukan gadis manja. “Makanlah, temani aku malam ini.”

Melisa mengangguk. Kata ‘temani aku’ tadi membuat ia menelan saliva. Menemani dalam hal apa lagi? Hanya makan, atau … yang lainnya juga? Mengingat ia telah dibeli, Melisa tak boleh menolak.

Hening, selepas mengambil nasi dan lauk pauk, Melisa dan Jimmy makan dalam keheningan. Pria itu sesekali melirik Melisa melalui ekor mata.

“Kau tak suka makanannya? Kenapa hanya mengambil nasi dan ayam? Apa makanan di sini tidak enak?”

Banyak makanan di atas meja, namun Jimmy heran. Kenapa Melisa hanya mengambil menu itu saja?

“Ma- maaf, Tuan. Saya tidak memakan aneka jenis seafood. Saya alergi,” jawab Melisa sambil menunduk. Ia tak berani menatap lelaki yang diketahui bernama Jimmy ini yang sangat menakutkan.

Jimmy baru tersadar. “Ah,iya. Kamu alergi. Maaf, aku lupa.”

“Lupa?” Melisa semakin bingung. Kata-kata ‘lupa’ yang diucapkan pria itu seakan menandakan, bahwa mereka seperti telah mengenal sebelumnya.

Namun seperti biasa, Jimmy hannya mengendikkan bahu dan bersikap biasa. Ia tak akan menunjukkan jati dirinya saat ini. Biarlah waktu yang akan menjawab memori serta kenangan lama Melisa nanti. Jimmy tak mau terburu-buru. Ia memilih menikmati makan malam dalam diam. Setidaknya usaha Jimmy untuk segera mendekati Melisa sudah berjalan mulai saat ini. Beruntunglah Melisa bertemu dengannya lebih dulu.

Kalau tidak, mungkin Melisa akan jatuh ke tangan lelaki penyuka kenikmatan sesaat saja.

*

Makan malam telah usai. Jimmy bahkan dibuat kagum oleh sikap Melisa yang beranggapan di rumah sendiri. Gadis itu bahkan membawa aneka piring kotor dan mencuci malam itu juga di westafel dapur. Satu nilai plus yang disematkan Jimmy pada Melisa.

“Setelah ini, kutunggu di kamar,” bisiknya saat Melisa memberesi gelas di atas meja.

Melisa terdiam tanpa kata. “Ditunggu di kamar? Astaga! Apa dia akan ….” Buru-buru ia membereskan gelas ke westafel dan mencucinya. Meski Jimmy melarang, tetapi ia tak bisa mengabaikan begitu saja.

Usai mencuci tangan dan mengeringkannya menggunakan lap, Melisa menaiki anak tangga satu persatu dengan perasaan was-was. Setiap Langkah yang dibawanya ke lantai atas mengundang keraguan. Namun karena ia tak berhak menolak, maka menurut saja demi kelancaran Bersama.

Sesampainya di lantai atas, telapak tangan kanan Melisa menggantung di udara. “Buka nggak, ya?” Maju-mundur dan pada akhirnya, ia nekat membuka.

Ceklek!

“Aaaaaa!” teriaknya saat mendapati pria itu membawanya ala bridal dan meletakkan di atas ranjang. “A- Anda mau apa, Tuan?”

“Tidurlah di sampingku!” katanya dengan datar. Jarak wajah keduanya hanya sejengkal. Hembusan napas saling beradu dengan hawa dingin yang berhembus dari lubang AC. Melisa berbaring dengan kedua tangan yang menyilang di dada. Sementara Jimmy mengunci pergerakan gadis itu dengan bertumpu pada Kasur menggunakan kedua tangan.

Melisa lantas membuang pandang. Tatapan lelaki tampan itu membuat akal sehatnya terganggu. Jimmy sangat menawan. Kadar ketampanan pria itu melebihi Rehan— sang suami yang baru dua jam tadi menalaknya.

“Ba- bagaimana kalau saya tidur di lantai saja? Tak apa, saya ini bau dan—”

“Di sini, bersamaku.” Jimmy memotong dengan cepat. Kilat tajam dari sepasang netranya membuat Melisa ketakutan.

Ia lantas mencicit, “Hanya tidur, ‘kan? Tidak melakukan apa-apa?”

Jimmy menjauhkan wajahnya dan bangkit dari atas tempat tidur. Terkekeh pelan dan menuju ke kamar mandi untuk menjinakkan sesuatu.

“Astaga! Melisa, kamu polos sekali. Namanya tidur ya sekalian gituannya. Dia sudah pernah menikah, kenapa masih bertanya?” gumamnya merasa sangat lucu.

Cukup lama Jimmy berdiam diri dan semedi di bawah guyuran air dingin, pria itu Kembali ke kamar setelah pikirannya rileks serta kondisi tongkat sakti yang telah terlelap. Ia menilik ke atas ranjang, tak ada Melisa di sana. namun, pandanganya kemudian terarah pada sofa di pojok ruangan dengan seorang Wanita yang sudah bergelung dalam selimut hangat.

“Hm, dasar gadis keras kepala!” Merasa jika Melisa belum tertidur pulas, Jimmy lantas memilih membiarkannya saja.

***

Hari ini adalah hari sabtu. Jimmy sengaja bangun sedikit siang sebab tak pergi bekerja. Namun saat kedua matanya terbuka, pria itu lagi-lagi tak melihat Melisa di kamarnya.

“Argh, kenapa kuncinya semalam tidak kusembunyikan?” Ia menjambak rambut dan menyibak selimut. Takut jika gadisnya kabur, ia memilih untuk keluar kamar dan berlarian menuju lantai bawah.

“Mana Melisa?” Suara Jimmy menggelegar.

Beberapa asisten rumah tangga menghadap ke arahnya. “Ada di belakang, Tuan. Sedang mencuci baju.”

“Mencuci baju, apa maunya gadis itu? Cepat panggil dia ke sini dan jangan biarkan melakukan pekerjaan apa pun!”

Kedua asisten rumah tangga itu meninggalkan ujung tangga dan menghampiri Melisa di belakang. Melisa gegas menghadap Tuannya dan meminta maaf.

“Tuan, maaf jika—”

Jimmy yang emosi kemudian menarik Melisa menuju kamar tamu. Pria itu menyeret paksa dan menghempaskan tubuh Melisa ke atas ranjang. Melakukan hal-hal seperti semalam, dengan cara mengekang Melisa supaya tak kabur lagi.

“Siapa yang menyuruhmu mencuci pakaian?” tanya Jimmy dengan amarah yang menggelegak. Ia tak mau gadis incarannya terlihat seperti upik abu.

“Ha- hanya inisiatif sendiri, Tuan. Sa- saya—”

“Aku mengharamkan pekerjaan rumah untukmu! Kamu tamuku dan bersikaplah seperti nyonya rumah!”

Melisa bingung. Nyonya rumah? Apa dia salah dengar tadi?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status