Share

3. Dijual

Author: NONA_DELANIE
last update Last Updated: 2023-11-27 11:44:20

Malam mulai merangkak naik. Baik Melisa dan Jimmy saling menatap lekat, mereka duduk di atas ranjang yang sama. Deru jantung mulai memesat, Melisa sangat ketakutan.

Jimmy mendekat setelah melepas jasnya dan membuang ke sembarang arah. Tatapannya buas pada Melisa. Seakan ia hendak menerkam gadis manis yang berada di hadapan dan mencabik-cabiknya menggunakan cumbuan panas.

“Jangan sakiti aku, Tuan. Kumohon,” kata Melisa mengiba. Ia mendekap guling guna menutupi tubuh bagian depannya yang terekspose di bagian dada. Ia jijik menatap penampilannya sendiri yang bagaikan wanita malam, dengan baju kurang bahan serta dada terbuka.

Mengutuk perbuatan sang mantan suami yang terang-terangan menjualnya pada lelaki hidung belang. Melisa takut dinodai pria asing yang sepertinya keturunan bule ini.

Jimmy memangkas jarak. Ia menyentuh wajah Melisa yang sudah dibanjiri air mata menggunakan jemari kanannya. Mengusap pelan, namun membuat Melisa merinding bukan main.

"Jangaaan," lirih gadis itu ketakutan dan bergetar.

“Aku tak akan menyakitimu, Baby. Bukankah sudah kukatakan kalau kita akan bersenang-senang, hum?" balas Jimmy semakin bergejolak. Gelora di dadanya membuncah, ia bagaikan tersengat aliran listrik kala bersentuhan dengan Melis.

“Tidak! Jangan! Saya tidak memakai kontrasepsi, saya takut hamil, Tuan. Jangan!" tolak Melisa. Ia berkata jujur sebab sejak dulu tak pernah ber-KB.

Kalau sampai lelaki ini memaksa berhubungan badan dan ia hamil, lalu akan diapakan anak itu? Melisa tahu, lelaki di hadapannya ini pasti akan meninggalkannya tanpa mau peduli. Secara, Melisa sudah ‘dibeli’.

"Hm, bagus dong! Kamu bisa langsung hamil nanti setelah kita kita menikah," beritahunya. Jimmy hanya ingin menggoda adik kecil yang dulu sempat ia asuh.

Karena rambut Jimmy yang lumayan panjang serta terdapat banyak tato di lengannya, mungkin Melisa tak mengenali ia sejak tadi. Jimmy tersenyum, ia hanya ingin menggoda gadis polos tersebut. Meski sangat ingin bercinta, tapi Jimmy tak akan memaksa. Itu bukan gayanya.

“Me-menikah? Dengan Tuan? Aku tidak mau!” tolak Melisa dengan telak. Ia saja baru diceraikan, mana bisa langsung menikah dengan lelaki yang tak dikenal.

“Kenapa? Bukannya aku tampan? Harusnya kau bangga karrna memililiku, Melisa. Selain parasku yang rupawan, milikku juga besar. Kau tahu 'kan, berapa ukuran milik pria bule?” jelas Jimmy ingin tahu. Sepertinya, Melisa lupa pada dia sepenuhnya. Hm, sangat disayangkan sekali.

“Kita tak saling mengenal, dan aku tak ingin dinikahi siapa pun,” jelas Melisa sambil menatap manik coklat almond yang begitu menggetarkan jiwa. Bulu mata lentik itu mengerjap. Dari jarak sedekat itu, dapat Melisa lihat jika wajah Jimmy rasanya tak asing bagi Melisa.

Jimmy sedikit terkekeh. Melisa masih sama dengan yang dulu. Alis hitam nan lebat, irish mata berwarna hitam legam, pipi bersemburat merah jambu dengan hidung yang sangat pesek.

Gadis incarannya telah tumbuh menjadi Wanita yang sangat cantik. Sayangnya, nasib buruk mempertemukan mereka dengan kondisi yang sudah sangat berbeda.

“Aku tak menerima penolakan, Melisa. Kau akan menjadi pengantinku setelah resmi bercerai nanti.” Jimmy mengatakan dengan senyum tersungging di kedua sudut bibirnya.

Pria itu gemas sekali, ia memandang ke arah bibir Melisa yang amat menggoda. Pria itu menggeleng, menepis pikirannya yang mulai mengembara liar dan menginginkan Melisa sepenuhnya.

Dulu, Jimmy sering bersama Melisa, sejak usia gadis itu baru 7 tahun. Kebersamaan mereka menumbuhkan percikan cinta, tetapi Jimmy hanya diam dan menyimpan sendirian. Sebab, Melisa terlalu dini mengenai itu. Jimmy 24 tahun, sementara Melisa berusia 12 tahun kala itu.

Karena keadaan yang mengharuskannya kembali ke Amerika, ia tak bertemu Kembali dengan Melisa sampai 8 tahun lamanya. Dan sekarang, gadis kecil itu sudah dinikahi oleh lelaki tak bertanggung jawab. Yang pada akhirnya, Melisa dipertemukan kembali dengan Jimmy dengan kondisi berbeda.

“Sudahlah, jangan menangis. Mandi sana dan ganti pakaianmu. Kalau sampai kamu menggunakan baju itu lagi, bukan tak mungkin aku akan menerkammu dengan brutal,” katanya sambil terkekeh.

Paras cantik Melisa membuat pikirannya mengelana. Sebagai pria dewasa, ia menyukai Melisa yang imut dan sangat menggemaskan. Ya, tak dipungkiri. Jimmy tertarik dengan gadis itu sejak usia 24 tahun. Sementara Melisa dulu masih berusia 12 tahun.

“Tidak! Aku tak membawa baju ganti,” jawabnya. Melisa menggeleng, jangan sampai dia harus mandi dan berganti pakaian, sementara pria asing itu ada di sini.

“Jangan membuatku marah. Mandilah dan aku menunggumu di bawah. Kamu belum makan, ‘kan?” terka Jimmy yang melirik tubuh kurus itu sekali lagi yang tampak ... seksi.

“Aku tidak lapar, Tuan!” Bibir Melisa mengatakan tidak, namun sejak tadi perutnya terus berbunyi serta membuat Jimmy terkekeh pelan.

“Nah, apa kataku? Kau lapar. Ya sudah, jangan banyak protes, Melisa Indriyani!"

"Tuan, tahu namaku?"

"Tahu. Sudahlah, itu tidak penting. Lapar atau tidak, aku menunggumu di bawah sepuluh menit lagi. Bersihkan tubuh dan wajahmu yang memakai make up tebal itu. Aku suka penampilanmu yang natural. Pakaianmu akan diantarkan pelayan nanti,” ujarnya. Jimmy bangkit dari tempat tidur dengan kondisi pangkal paha yang menggembung.

Fix! Ia sedang terangsang kali ini.

"Dasar pemaksa! Duh, siapa sih dia? Kok aku lupa?" gerutu Melisa yang segera beranjak dari atas ranjang.

****

Melisa usai membersihkan tubuh dan menghapus make up. Tapi sampai dua menit menunggu, pakaiannya tak kunjung diantarkan.

"Ck! Kemana gadis itu?" Jimmy mendesah sebal. Ia lantas bangkit dari tempat duduknya dan berlarian menuju ke lantai atas.

Ceklek!

"Aaaa! Kenapa tidak ketuk pintu dulu?" teriak Melisa menutup dada bagian atasnya saat Jimmy mendekat dengan tatapan menguliti atas dan bawah.

Jimmy terdiam sesaat. Kedua bahu putih mulus itu terpampang di hadapan. Ia bagaikan singa kelaparan yang ingin sekali menerkam mangsanya. Jakunnya bergerak naik turun. Ia melirik AC di ruangan ini yang menunjukkan angka 18° Celcius, namun tidak serta merta menambah suasana sejuk. Malah terkesan semakin panas saja.

Namun untuk menormalkan ekspresi di wajahnya, pria itu menggeleng serta menatap biasa saja. "Kenapa kamu tidak kunjung memakai pakaianmu?" tanyanya dengan raut wajah dingin.

"Tidak ada pakaian, Tuan! Saya harus memakai apa? Di lemari hanya ada baju Anda." Melisa tadi sudah mencari beberapa pakaian di lemari, namun tidak ada. Hanya setumpuk pakaian pria itu yang tersusun rapi di sana.

"Hm, tidak usah memakai pakaian juga lebih bagus," kata Jimmy dengan pelan. Namun sayangnya, Melisa mendengar perkataan itu.

"Apa yang Tuan katakan tadi?"

"Tidak. Cepat pakai pakaianmu yang ada di atas ranjang itu. Apa matamu rabun sampai tidak dapat melihat kalau di atas kasur sudah ada gaun yang harus kamu kenakan?" tanya Jimmy resah sambil menunjuk ranjangnya. Ia membuka dua kancing kemeja di bagian atas karena dirasa hawa yang tiba-tiba memanas.

"Ya sudah, Anda keluar dulu, Tuan. Saya nanti akan menghampiri di meja makan," jawab Melisa ketakutan. Ia dapat melihat jika pria itu sedang menatap ingin padanya. Melisa bukan gadis polos yang tidak bisa menangkap apa arti pandangan itu.

"Oh, oke!" Jimmy berlalu sambil menggaruk tengkuk yang tak gatal.

Lalu, berbalik badan lagi sambil berkata, “Bagaimana kalau keluar di dalam?” Jimmy sudah dapat membayangkan bagaimana halusnya kulit putih itu.

Ingin rasanya melepas kaitan handuk di bagian bawah ketiak Melisa. Melemparkan kain putih itu ke lantai, membawa gadisnya ke atas ranjang dan ....

"Shit! Aku bisa gila kalau lama-lama seperti ini! Melisa terlalu menggoda," umpatnya dalam hati.

Bisakah Jimmy menahan hasratnya kali ini?

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Istri Yang Dijual Suami   57.

    Embun pagi masih menempel lembut di daun-daun ketika Melisa terbangun. Seulas senyum mengembang di bibirnya, sebuah senyum yang tak pernah lepas sejak beberapa minggu terakhir. Ia merasakan sebuah keajaiban dalam dirinya, sebuah keajaiban yang membungkam bisikan bisikan miring dari sang ibu mertua sejak dua tahun yang lalu. Beberapa bulan lalu, saat masih menikmati bulan madu pernikahannya dengan Kinan, bayangan mandul menghantui Melisa. Mantan Ibu mertuanya, dengan nada halus namun menusuk, seringkali menyinggung kesuburannya. Perkataan-perkataan itu, walau terselubung, menusuk hati Melisa. Ia merasa tertekan, beban yang tak seharusnya ia pikul. Namun, takdir berkata lain. Kegembiraan melanda Melisa ketika ia melihat dua garis merah samar di alat tes kehamilannya. Air mata bahagia membasahi pipinya. Jimmy memeluknya erat, mata mereka berkaca-kaca, berbagi kebahagiaan yang tak terkira. Jinny yang selalu menjadi sandaran Melisa, langsung memeluknya erat. "Sayang, ini ada

  • Istri Yang Dijual Suami   56. KAMU HAMIL!

    Sang dokter, seorang wanita paruh baya dengan senyum ramah, menatap Jimmy dengan penuh perhatian. Suasana di ruang tunggu bandara yang sibuk sedikit terasa teredam oleh kehadiran dokter yang tenang dan percaya diri. Melisa duduk di kursi dengan wajah pucat, tangan memegang perutnya yang terasa mual, sementara Jimmy berdiri cemas di sampingnya.“Tuan, ada yang bisa saya bantu?” tanya sang dokter dengan suara lembut, menatap Jimmy dan Melisa dengan penuh perhatian. Matanya yang tajam, namun penuh pengertian, menenangkan Jimmy sejenak.“Dokter, tolong periksa istri saya. Dia mual dan muntah terus. Saya khawatir dengan keadaannya dan sepertinya ada sesuatu yang tidak beres. Kami harus ke Amerika, tapi jika kondisinya tidak memungkinkan, saya terpaksa kembali ke Indonesia,” jawab Jimmy, suaranya terdengar penuh kecemasan.Dokter itu mengangguk perlahan, memahami ketegangan yang dirasakan oleh pasangan itu. “Baik, Tuan Jimmy. Tunggu sebentar, saya akan memeriksanya,” katanya tenang, lalu

  • Istri Yang Dijual Suami   55. MALAM PERTAMA

    Bunyi klik pintu kamar hotel bergema di ruangan luas yang remang-remang diterangi lampu tidur. Melisa masih berdiri di dekat pintu, tas tangannya digenggam erat. Ia menatap punggung Jimmy yang sedang memeriksa kamar. Presiden Suite Room, sungguh megah. Kamar yang jauh lebih besar dari yang pernah ia bayangkan, dengan pemandangan kota malam yang mempesona dari jendela besar di ujung ruangan. Tapi kemegahan itu tak mampu menghilangkan rasa canggung yang menyelimuti hatinya.Baru beberapa jam yang lalu, ia dan Jimmy masih berdiri di pelaminan, diiringi tepuk tangan dan ucapan selamat dari para tamu undangan. Pernikahan mereka di ballroom hotel yang sama, meriah dan penuh suk acita. Namun, kini, di ruangan pribadi ini, hanya ada mereka berdua, dikelilingi keheningan yang terasa berat.Melisa melangkah perlahan ke arah ranjang besar yang empuk, berhenti di ujungnya. Ia duduk di tepi, menatap Jimmy yang masih sibuk memeriksa fasilitas kamar. Kemewahan kamar presiden s

  • Istri Yang Dijual Suami   54. BAHAGIA BERSAMA

    Lampu-lampu dansa berputar-putar, menciptakan efek cahaya yang magis di lantai dansa. Melisa dan Jimmy berdansa dengan anggun, irama musik mengalun lembut di antara mereka. Gaun biru muda elegan yang dikenakan Melisa membalut tubuhnya dengan sempurna, menonjolkan kecantikan dan keanggunannya. Jimmy, dengan jasnya yang rapi, memeluk Melisa dengan erat, menikmati setiap detik kebersamaan mereka. Di tengah alunan musik yang syahdu, Jimmy mendekatkan wajahnya ke telinga Melisa, berbisik lembut, "Kau suka?" Melisa tersenyum, matanya berkaca-kaca. Ia bersandar pada dada Jimmy, merasakan detak jantungnya yang berdebar kencang. "Suka," jawabnya, suaranya sedikit bergetar. "Ini adalah pernikahan impianku. Sangat, sangat bagus. Kau… kau membuatku terharu." Jimmy tersenyum, mengusap lembut pipi Melisa. Ia melihat jejak air mata yang mulai membasahi pipinya. "Hei, jangan menangis," ucap Jimmy, suaranya penuh kelembutan. Ia mendekatkan Melisa lebih erat ke dadanya, mencoba menenan

  • Istri Yang Dijual Suami   53. AKAD

    Lampu-lampu kristal berkilauan, menerangi aula pernikahan yang megah. Suasana syahdu dan khidmat menyelimuti setiap sudut ruangan. Di pelaminan, berdirilah pasangan pengantin yang serasi: Melisa, dengan gaun pengantin putih yang elegan, dan Jimmy, bule bermata biru yang kini telah menjadi seorang mualaf. Senyum bahagia terpancar dari wajah mereka, mencerminkan kebahagiaan yang tengah mereka rasakan.Para tamu undangan memenuhi ruangan, semuanya tampak terpukau oleh keindahan dekorasi dan keanggunan pasangan pengantin. Jimmy, duda satu anak, tampak gagah dalam balutan jas berwarna gelap. Perubahannya begitu signifikan. Mata birunya yang khas kini berbinar dengan cahaya iman yang baru. Ia bukan sekadar mengikuti Melisa, tapi hijrahnya ke agama Islam adalah sebuah proses panjang yang dilalui dengan penuh kesadaran dan ketulusan. Selama empat bulan, ia tekun mempelajari ajaran Islam, hingga akhirnya mantap untuk memeluk agama tersebut.Prosesi akad nikah berjalan denga

  • Istri Yang Dijual Suami   52. BALASAN TUHAN

    Dengan wajah tanpa ekspresi, Jimmy memberikan perintah singkat, suaranya dingin dan tanpa emosi, "Bersihkan ini. Bawa dia pergi, jauh dari sini. Kubur dia." Anak buahnya, yang telah terbiasa dengan perintah-perintah kejam majikan mereka, mengerjakan tugas tanpa ragu. Mereka mendekati tubuh Rina yang tergeletak tak berdaya, mengangkatnya dengan kasar, seperti mengangkat karung berisi sampah. Tidak ada belas kasihan, tidak ada sedikitpun rasa simpati di wajah mereka. Hanya ada kepatuhan dan ketaatan buta.Mereka membawa tubuh Rina, menuju tempat yang jauh dan terpencil, tempat di mana rahasia gelap dapat terkubur dalam-dalam. Tanpa upacara, tanpa doa, mereka menggali lubang, lalu melemparkan tubuh Rina ke dalamnya. Tanah menutupi tubuhnya, menghilangkan jejak keberadaan Rina dari dunia ini. Hanya kesunyian dan tanah yang menjadi saksi bisu atas penguburan rahasia ini. Sebuah akhir yang sunyi dan tanpa ampun, menandai berakhirnya hidup seorang wanita muda ya

  • Istri Yang Dijual Suami   51. SELAMAT TINGGAL

    Rina menatap Jimmy dengan pandangan penuh amarah dan keputusasaan. Kecamuk yang luar biasa memenuhi hatinya. Ia melirik ke bawah, memandang jurang yang menganga di bawah kakinya. Tinggi gedung itu membuatnya menyadari betapa rapuhnya nyawanya."Jika aku mati," gumamnya dalam hati, suaranya hampir tak terdengar, "maka mereka akan berbahagia. Sialan!" Rasa takut yang luar biasa menguasainya. Ia menyadari betapa bodohnya ancamannya tadi. Ia tidak ingin mati, tapi ia juga merasa tidak punya tempat lagi di dunia ini.Dengan hati-hati, ia mencoba menjaga keseimbangannya. Tangannya gemetar, kaki-kaki kecilnya terasa lemah. Ia berusaha keras agar tidak jatuh, agar tidak mengakhiri hidupnya di tempat itu. Ketakutan yang luar biasa menguasainya.Jimmy, yang berdiri hanya dua meter darinya, semakin memperkeruh suasana. "Ayo terjun! Buktikan ucapanmu tadi! Kau merasa dirimu tak berguna karena tertular HIV, kan? Maka kenapa kau tunda? Silakan pergi! Jangan ditunda! Atau, ma

  • Istri Yang Dijual Suami   50. SILAKAN MA-TI SAJA!

    Mata Melisa menyipit, tajam seperti pisau. Udara di antara mereka berdua menegang, beratnya terasa mencekik. Rina, yang selama ini hanya berbisik-bisik provokatif, terdiam. Bibirnya masih bergerak-gerak, seakan-akan masih ingin melontarkan kata-kata beracun, tapi suaranya tertahan di tenggorokan. Kini, Melisa tak bodoh lagi. Dia bisa melihatnya, niat jahat yang terpancar dari sorot mata Rina yang penuh dendam.Jari telunjuk Melisa menusuk dada Rina, gerakannya tegas dan penuh amarah yang terpendam. Bukan amarah yang meledak-ledak, melainkan amarah yang terkontrol, dingin dan mematikan. "Dulu," suara Melisa terdengar pelan, tapi setiap kata menusuk hati, "sudah kubiarkan kau mendekati suamiku. Kubiarkan kau bermanis-manis dengan Jimmy. Setelah aku bahagia, setelah aku dan Jimmy membangun kehidupan kami, kau berani mengusiknya lagi?"Saat Rina terdiam dengan ketakutannya, Melisa menarik napas dalam-dalam, menahan gejolak emosi yang hampir meluap. Ia menatap Rina dengan pand

  • Istri Yang Dijual Suami   49. PEMBANTU DI RUMAHMU

    Detik-detik menuju hari pernikahan Jimmy dan Melisa terasa begitu dekat. Sembilan puluh lima persen persiapan telah rampung, meninggalkan aroma harum antisipasi di udara. Ballroom megah di jantung ibu kota, tempat janji suci akan diucapkan, kini dipenuhi kesibukan. Jimmy, gagah dalam balutan jasnya, dan Melisa, menawan dalam gaun pengantinnya yang berkilauan, memimpin gladi resik bersama tim WO yang cekatan. Langkah kaki mereka beriringan, menelusuri alur acara, dari prosesi masuk hingga sesi pelepasan balon—setiap detail diperiksa, setiap gerakan dirapikan. Senyum tegang namun bahagia terukir di wajah mereka, mencerminkan debaran jantung yang berdetak kencang. Di sekeliling mereka, para WO berkoordinasi, memastikan tata cahaya, tata suara, dan dekorasi sempurna. Udara bergema dengan bisikan instruksi dan tawa ringan, menciptakan simfoni persiapan yang dramatis namun penuh kegembiraan. Gladi resik ini bukan sekadar latihan, melainkan sebuah ritual penyempurnaan, sebu

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status