Share

5. Kemana Ini?

Melisa terpaku dengan tatapan Jimmy yang sangat memabukkan. Ia pernah melihat itu, tapi … entah dimana, ia lupa.

“Tu-tuan, lepaskan saya. Saya janji untuk tidak—”

“Jangan bersikap seperti para asisten rumah tangga di sini. Kamu milikku, kamu calon nyonya di rumah ini dan tak kuperkenankan kau melakukan aktivitas apa pun!” Begitu tegas ucapan Jimmy, sampai Melisa pun tak berani membantah.

Gadis itu terdiam dan meneguk ludahnya. Rok tutu sepanjang mata kaki tersingkap sedikit ke atas kala terhempas di atas ranjang. Ia memaki lelaki semena-mena ini yang selalu saja bisa membuatnya luluh.

“Cepat mandi dan berdandanlah di lantai atas! Kamarmu ada di sebelah kamarku, aku menunggumu setengah jam lagi,” perintah Jimmy yang sedikit uring-uringan dengan keadaan pada area intimnya. Tegak dan menantang, sementara makanan di hadapan belum dimasak dan tentunya kurang lezat disantap mentah.

“Kita mau kemana, Tuan?” tanya Melisa sambil beringsut menjauh. Hampir saja dia diterkam Kembali.

“Cerewet!” seru Jimmy. Karena tak tahan, ia langsung keluar dari kamar tamu dan mengumpat Kembali.

“Shit! Kenapa harus begini lagi? Kau bangun tak tahu tempat! Kau tak lihat sarangmu belum selesai dibentuk itu? Ck! Kau tak boleh menunjukkan eksistensimu dulu. Kalau dia tahu bentukmu, pasti Melisa akan pingsan!” gerutunya.

Sampai kapan ia harus menahan Hasrat biologis yang sejatinya meminta untuk disalurkan sejak semalam?

Baru saja membuka pintu, Jimmy dikejutkan beberapa asisten rumah tangga yang berjejer di sana.

“Mau apa?” hardiknya tak suka.

“I-itu, Tuan. Nona Melisa tak apa-apa, kan?” Mereka yakin jika sang Tuan pasti akan bertindak buas. Pernah suatu saat Wanita yang dibawa ke rumah tak bisa berjalan sebab digempur semalaman dan Jimmy memilih tak peduli. Mereka sedikit khawatir jika Melisa mengalami hal yang serupa.

“Kalau dia kenapa-napa, memangnya kenapa?” Ketus Jimmy menjawab. Tak ada yang bertanya Kembali, sebab mereka tahu jika Tuannya masih berpakaian lengkap dan tak berkeringat.

Itu artinya … aman!

*****

Jimmy melirik waktu yang melingkar pada pergelangan tangan kanannya. Melisa Kembali telat satu menit dari waktu yang telah ditentukan.

“Anak itu selalu saja telat dan lelet!” sungutnya. Kala Jimmy hendak beranjak, Melisa kemudian datang dari atas tangga. Mengenakan dress berwarna putih, dengan corak bunga lily yang indah.

Jimmy tersenyum sekilas. Tak lama, sebab Melisa buru-buru menatapnya dengan lekat. Sejurus kemudian, ia melirik Melisa yang hanya mengenakan sandal slop biasa.

“Kau yakin hanya menggunakan sandal begitu?” tanya Jimmy sambil menyongsong ke ujung tangga bawah.

“Ganti!” protesnya.

“Sa-saya harus pakai apa, Tuan?” Meneliti kembali penampilannya, Melisa berputar. Roknya mengembang dan sepertinya tak ada kesalahan dengan penampilan.

Jadi, ia harus berganti apa?

Jimmy tak banyak bicara, ia berlari menuju ke sebuah rak sepatu. Semalam didatangkan setelah ia menghubungi toko sepatu mahal di pusat kota. Ukuran kaki Melisa 38, itu saja baru diketahui olehnya sesaat setelah ia membawa Melisa ke atas ranjang.

“Gunakan ini!” Jimmy menyodorkan sebuah high heels hitam ke bawah kaki Melisa.

“Tapi, ….” Ingin menyanggah, namun nyatanya selalu kalah.

“Kau harus beradaptasi dengan semuanya di sini. Sekali lagi kutegaskan, kamu calon Nyonya Saga Jimmy Anderson yang—”

“Sa- Saga ... Jim-Jimmy Anderson?” gagu Melisa menatap dengan mengerjapkan matanya berulang kali.

Jimmy memasang raut wajah datar. Kedua tangan masuk ke saku celana bahan Panjang, pandangannya dibuang ke sembarang arah. Ia salah menyebut nama tadi. Harusnya ini menjadi surprise. Eh, malah keceplosan.

“Jimmy, ….” Menggeleng dan tak percaya, Melisa mendekat sambil memegangi kedua lengan pria itu sambil menatap wajah yang nyatanya sangat tidak asing.

“Om Jimmy! Anaknya Om Erick Anderson, bukan?”

Tanpa sadar, Melisa memeluk pria itu sebentar. “Om Jimmy, Om pernah tinggal di dekat panti asuhan Kasih Bunda, ‘kan?” terkanya girang.

“Bukan!” bantah Jimmy singkat.

“Bohong!” Melisa langsung memegangi lengan kiri pria itu dan membuka kancing kemeja, menggulung lengan kemeja sampai je siku.

“Ini apa? Om mau mengelak jika Om adalah Om ku?”

Sebuah tato di lengan tak dapat membuat Jimmy mengelak. “Kalau sudah tahu, cepat kenakan sepatumu dan kita harus segera pergi!”

Melisa sedikit heran. “Pergi? Pergi ke mana sih? Dari tadi Om—”

“Pelaminan!"

“Hah?”

“Berisik! Cepat pakai sepatumu!”

“Iya!” Melisa sudah tak merasa sungkan. Ia tersenyum dan segera berjongkok. Sementara Jimmy masih menormalkan deru napas yang tak beraturan.

“Santai, Jim Junior. Kita sergap saat waktunya tiba!” Sudah ditidurkan, namun karena sentuhan Melisa, benda serupa tabung di pangkal paha itu Kembali tegak dan membuat sang pemuda dirundung nestapa. Sebab, lahan suburnya belum bisa dibajak dan ditanami benih unggulnya.

Melisa menurut. Selepas mengenakan sepatu hak tinggi yang membuatnya tak nyaman, ia kemudian diajak keluar, masuk ke dalam mobil mewah dan diajak ke suatu tempat.

Melisa terkejut sesampainya ke sana. “Om, kok kita ke sini?”

Hem, kemana agaknya mereka pergi?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dedi 2r3
jelek ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status