Menulis buku harian adalah kebiasaan yang terus dia lakukan setelah mengikuti konseling beberapa waktu yang lalu.
Seperti biasanya anak-anak di kalangan mereka, rata-rata semua mengikuti sesi di psikolog untuk mengatasi berbagai masalah kejiwaan.
Kalau untuk kasus Noel, psikolog yang belum mengetahui apa masalah yang ada di dirinya akhirnya menyuruh Noel untuk menulis apa yang tak bisa dia katakan, ke buku hariannya.
Perasaan tak nyaman itu sudah mulai hilang, namun menulis seperti ini sudah menjadi kebiasaannya setiap mengakhiri hari.
Noel meregangkan tubuhnya, lalu masuk ke dalam kamarnya untuk beristirahat.
Pria itu tercengang sesaat karena lupa kalau dia sudah memiliki istri sekarang. Saat membuka pintu kayu rumah itu, dia terpana melihat istrinya tertidur dengan rambutnya yang terurai bagai mahkota di sekeliling bantal.
“Cantik, tulisannya tadi tidak salah, istrinya memang sangat cantik,” pikirnya segera keluar kembali dan tidur di ruang bacanya tadi.
Noel merebahkan dirinya di tempat tidur yang ada di ruang baca, dia suka tidur sambil membaca buku, namun sepertinya semenjak dia menikah, Noel akan tidur di sini selamanya.
“Aku harus membeli tempat tidur yang lebih besar,” pikirnya sambil menutup mata. Aroma buku dengan cepat membantunya untuk cepat tidur.
Namun ternyata hari ini belum berakhir, kepala Noel pusing, dan matanya terasa pedih ketika mendengar jeritan dari kamar istrinya, Noel dengan tertatih-tatih berlari menghampiri wanita itu.
“Maafkan Bian Mama, Maafkan Bian!” tangisnya menjerit, bulir-bulir jernih mengalir deras dari kedua matanya.
Saat Noel mendekat, wanita itu seperti merasakan kehadirannya, walau matanya tertutup, dia menarik ujung kemeja baju tidur Noel keras-keras sambil terus mengulang kata-kata yang sama.
“Maafkan aku, Mama.”
Noel menahan dirinya agar tidak terjatuh dan menimpa wanita itu.
“Wanita gila, menangis tengah malam, tidak sadarkan diri!” pikir Noel kesal tidurnya terganggu, seharusnya dia tahu, pasti terjadi sesuatu mengapa mamanya memaksa Noel menikahi wanita itu dengan terburu-buru, sepertinya wanita ini gila.
Pria itu mendengus saat wanita itu kini menggunakan piyama Noel untuk membersihkan hidungnya. Dia mendesah tajam sambil menarik bajunya tapi ternyata pegangan wanita itu cukup kuat.
Wanita itu malah menarik Noel dalam mimpinya, dan membuat Noel terjatuh di atas tempat tidur.
Begitu merasakan Noel terjatuh, Bianca mulai memukuli Noel, sampai akhirnya kesabaran Noel habis, dia memegang kedua tangan istrinya dan memeluknya erat agar dia tidak bergerak lagi.
“Mama, maafkan aku,” desahnya lagi masuk dalam pelukan Noel dan membalas pelukannya.
Rasanya sangat aneh, Noel tidak menyukai kehangatan seperti ini, jantungnya berdebar kencang saat merasakan pelukan istrinya.
Kepalanya yang mungil sangat pas di atas pundak Noel, terkulai tak berdaya. Pria itu segera mencoba melepaskan dirinya, namun, istrinya yang tadinya sudah mulai tenang kembali meraung.
Sehingga, Noel terpaksa diam dan menahan emosinya sendiri, menatap langit-langit kamar, menunggu sambil mencoba pelan-pelan melepaskan rangkulan Bianca, tapi wanita itu terus kembali menjerit ketika dia mencoba sampai akhirnya Noel juga ikut jatuh tertidur.
"Dasar wanita, selalu menyusahkan saja."
Sinar matahari yang menerobos kamar bernuansa kayu itu mengenai mata Bianca.
Karenanya, wanita berambut coklat kemerahan itu membuka matanya dengan kaget, karena mendengar suara napas yang dalam dan konstan.
Ingatannya kembali, lalu menyadari kalau dia sedang merangkul pria itu dan kakinya menimpa Noel yang tertidur pulas di sampingnya.
“Apa yang aku lakukan, kenapa aku memeluk pria ini?” pikirnya panik segera melepaskan rangkulan dan mengangkat kakinya dari tubuh Noel.
Namun, tidak dapat dipungkiri, pelukan dengan pria itu anehnya terasa nyaman. Apakah semalaman kemarin dia memeluk pria ini? Apa yang telah terjadi?
Karena gerakan Bianca yang tiba-tiba, Noel juga terbangun, dan segera berdiri. Pria itu sedikit terguncang lalu memegang meja kecil di samping tempat tidur agar tidak terjatuh. Dia terlihat kaget dan gugup.
“Aku tidak bermaksud apa-apa. Hanya saja, kamu terus menjerit dan saat aku mendekat kamu menarik dan tak mau melepasku. Tadi aku hanya mau menunggu sampai kamu tidur lagi, tapi sepertinya aku juga ketiduran.”
Pria itu menggaruk belakang kepalanya dengan, lalu berjalan segera ke arah pintu kamar.
“Maaf,“ ucap pria itu berhenti sebentar di depan pintu lalu segera keluar. Jantung Noel berdebar dengan kencang.
“Bagaimana aku bisa ketiduran disitu, bodoh sekali,“ umpatnya kesal lalu segera masuk ke kamar mandi.
Bianca hanya bisa menatap suaminya yang gugup berjalan keluar dari kamar mereka. Seketika itu juga wanita itu merasa malu akan apa yang dia sudah perbuat.
“Bisa-bisanya aku menahannya dan memeluknya seperti itu!” pikir Bianca sambil duduk di tempat tidur.
Wanita itu lalu segera turun dari tempat tidur dan membersihkan diri.
Setelah membongkar koper, dia mengenakan gaun longgar berwarna putih dan keluar dari kamar untuk mencari suaminya.
Dia harus meminta maaf, tak seharusnya dia melepaskan diri dari pelukan Noel, siapa tahu dia sedang hendak meminta haknya. Jangan sampai pria itu berpikir macam-macam dan mengadukan ke Alice, mamanya.
Namun, ternyata saat dia keluar, pria itu sudah tidak ada, hanya seorang wanita tua yang tergopoh-gopoh menghampirinya.
“Bapak sudah pergi, ibu mau sarapan apa?”
Hati Bianca terasa kosong. “Oh, mungkin aku yang berlebihan, pria itu tidak terlalu mempersoalkan masalah pelukan konyol itu. Tak seharusnya aku berlebihan begini,” pikir Bianca sambil menatap ibu tua itu dan tersenyum.
“TIDAK!” Noel berteriak menyeruak mendekati Bianca, jemarinya segera memegang tangan istrinya. “Kami akan melakukan operasi untuk mempertahankan bayi, apakah bapak bersedia untuk dilakukan operasi, ini harus segera dilakukan pak,” ucap dokter dengan sungkan. Mengatakan hal ini sungguh berat, namun waktu terus berjalan, mereka harus bisa mencoba menyelamatkan bayi dalam kandungan.“Bayi itu milikku!” ucap Kevin dengan penuh kemenangan sebelum akhirnya dia diseret keluar.Noel menatap istrinya yang masih seperti tertidur. “Pak, operasi harus segera dilakukan,” desak dokter karena Noel masih juga belum menjawab.“Kita harus menyelamatkan bayi di kandungan,-” Ucapan dokter itu terhenti saat tiba- tiba saja jemari tangan Noel digenggam erat.“Noel…” Suara itu persis sama seperti di dalam mimpi Noel, kali ini pun rasanya bagaikan mimpi.“Bi-Bian?” gagap Noel kaget.“Aku ketiduran, maaf ya.” Wanita itu tersenyum dan terkekeh sendiri. Air mata mengalir dari kedua matanya yang indah. Rasany
Sejak penyusupan Karen yang menyuruh adanya tes DNA pada kandungan Bianca, Noel kini tak pernah beranjak dari ruangan perawatan ‘apartemen’ di rumah sakit. Mamanya hanya bisa menghela napas panjang tiap kali melihat keadaan Noel.“Sekarang sudah 8 bulan Noel,” ucap Karen dingin. Pria berambut coklat ini hanya mendongak dari meja kerjanya dan mengangguk.“Bayi itu tak mungkin…” Karen menghentikan ucapannya ketika tatapan mereka bertemu. “Yah… nanti kalau sampai lahir pun …” Karen baru kali ini kehabisan kata-kata karena apapun yang mau dia ucapkan seakan segera dipatahkan dengan tatapan penuh cinta Noel yang berdiri mendekati istrinya.“Dia akan bangun, dia hanya lelah, dia butuh tidur yang agak lama,” jawab Noel sambil mengelus rambut istrinya. Karen mendesah, bahkan kini di kalangan temannya, Noel sudah dicap gila. Tapi, apa yang bisa Karen lakukan. Karen benci menjadi tak berdaya seperti ini, akhirnya yang bisa dia lakukan adalah memutar tumitnya dan meninggalkan ruangan itu, la
Namun sebulan berikutnya dan berikutnya dan lalu berikutnya lagi, Bianca masih belum terbangun. Wanita cantik itu masih tertidur lelap, seakan masih belum puas tidur.Noel sedikit demi sedikit memindahkan kantornya ke ruang perawatan istrinya, bahkan kini ruangan itu sudah seperti apartemen mereka sendiri. Hanya saja, Bianca tetap terlelap.Kandungan Bianca kini mulai terlihat, dulu perutnya agak cekung ke dalam, kini mulai menggembung, dan tak ada satu orang pun yang berani menanyakan anak siapa yang sebenarnya wanita itu kandung.Noel terus mengamati perkembangan kandungan istrinya dengan seksama. Seakan- akan, kalau memang anak itu adalah darah dagingnya. Karen terus memperhatikan keadaan anaknya itu. Jika dulu Noel selalu menurutinya, bahkan dengan kerlingan matanya saja, Noel menurut, kini Noel seketika seperti pria baru yang mengambil keputusan sendiri. Pria itu menjadi pria mandiri yang mengurus segalanya sendiri, bahkan kini semua urusan pekerjaan, dikerjakan oleh Noel. Anak
Alice tak percaya dengan apa yang terjadi. Ketika informannya menceritakan kejadian Bianca, semua sudah terlambat. “Dasar si Vrengsek Kevin!” makinya sambil berpikir keras bagaimana cara memperbaiki semua kerusakan yang Kevin perbuat. Tapi apapun yang berputar di dalam kepalanya tak ada jalan lain selain pura2 kaget dan tidak tahu tentang semua kelakuan Kevin. Begitu tahu kabar tentang Kevin, Alice segera menghapus segala bukti yang menghubungkan dirinya dengan pria itu. Setelah selesai, Alice segera berakting sebagai ibu yang sangat berduka, pernikahan Bianca dan Noel tak boleh berakhir, bisnis suaminya baru saja kembali bergerak dan tentunya Alice tak bisa kembali miskin tanpa pemasukan bulanan yang dikirim Bianca!Namun, sekeras apapun dia menangis, suaminya tak merespon apa pun. Alice mengira Karen juga akan terlihat sedih, namun ternyata tidak, mereka malah menjadi patung. Alice semakin bingung bagaimana harus berlakon. “Be…berapa lama ECIMO ini berjalan?” tanya Alice sengaja
Leon menatap kesal, istrinya yang mogok jalan dan hanya mau duduk di kantin rumah sakit. Walau sudah terlihat berumur, tapi Karen tetaplah wanita yang sangat cantik. Tubuhnya kini tidak seraping dulu, malah agak gempal, tapi hal itu yang membuat dia terlihat menggemaskan. Ya setidaknya di mata Leon, bukan rahasia lagi kalau banyak yang membenci Karen, kadang Leon sendiri jika tak mencintai istrinya mati- matian, juga membenci kelakuannya yang sering di luar nalar.“Tak seharusnya kita bertanya seperti tadi.” Leon bergumam sedikit, lebih ke diri sendiri. “Kita? Kamu kan yang tanyak!” sentak wanita di hadapannya dengan bibir panjang beberapa senti.“Iya aku, aku yang tanya kok tadi,” desis Leon kembali dengan nada meninggi.“Iya kamu, harusnya nanyaknya lebih pelan- pelan, sekarang kita diusir gara- gara kamu!” ucap Karen segera menyalahkan suaminya, lupa kalau dia yang berteriak lebih keras tadi.Leon sudah menarik napas untuk membalas ucapan istrinya, tapi menahan diri saat melihat
Noah memandang ke arah Noel yang sedang menciumi tangan Bianca. Air mata yang mengalir tak pernah diusap menandakan kalau Noel sama sekali tak peduli dengan sekitarnya. “Umm … Noel, sepertinya kamu ga boleh angkat tangannya dulu, dia,-” Ucapan Emily terhenti saat Noel menatapnya dengan penuh kesedihan.“Jangan egois, kamu nggak denger apa kata dokter tadi, dia ga boleh banyak gerakan dulu!” desis Noah menarik tangan Noel sehingga tangan Bianca terjatuh ke atas tempat tidur dengan bunyi ‘puk’ yang agak keras. Emily menarik napas dengan panik karena takut.“NOAH!” omel wanita itu sambil segera memukul pundak Noah dengan kesal.“Dia tak akan kena serangan jantung karena tangannya terjatuh dari ketinggian seperti tadi.” Noah segera membela diri.“Kalau begitu kenapa kamu larang Noel untuk mencium jemarinya?” balas Emily dengan sengit.“Itu kan bukan begitu maksudnya,” jawab Noah dengan suara semakin meninggi.“Maksudnya terus apa?” tanya Emily semakin tak mau kalah.“Kalian berdua bisa g